Arrahmah.Com |
- Empat rumah sakit di provinsi Daraa ditutup setelah serangan oleh rezim Nushairiyah
- Ribuan orang di Turki menggelar protes terhadap pelarangan puasa di Cina
- Hamas: Freedom Flotilla mencapai tujuannya
- Stempel Wahabi adalah cara Syiah memadamkan cahaya Al Quran dan Sunnah
- Pengkaji Budaya: Pohon sawo kecik ciri pengikut Pangeran Diponegoro
- Subhanallah, 9 pemimpin Ikhwanul Muslimin, tersenyum syahid di pertengahan Ramadhan
- Ikhwanul Muslimin peringatkan Al-Sisi: Babak perjuangan baru di Mesir telah dimulai!
- Suami paksa masuk Syiah, isteri gugat cerai
- Pembelaan Mujahidin untuk Syaikh Abu Mariyah Al-Qahthani dari fitnah ISIS
- Momok radikalisme menyandera gerakan Islam
Empat rumah sakit di provinsi Daraa ditutup setelah serangan oleh rezim Nushairiyah Posted: 02 Jul 2015 04:30 PM PDT DARAA (Arrahmah.com) - Empat rumah sakit di provinsi Daraa, selatan Suriah, dipaksa untuk tutup dalam beberapa hari terakhir setelah serangan udara intensif dalam beberapa hari terakhir oleh pasukan rezim Nushairiyah, ujar laporan kelompok pemantau pada Kamis (2/7/2015). Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) mengatakan sedikitnya 18 orang gugur dalam serangan di Daraa pada Rabu (1/7), termasuk dalam serangan yang memukul sebuah pos pemeriksaan milik pejuang Suriah di dekat sebuah rumah sakit di "Seorang staf rumah sakit tewas bersama tiga pejuang," ujar kelompok pemantau yang berbasis di Inggris. "Serangan merusak rumah sakit Saida, yang merupakan rumah sakit keempat yang berhenti bekerja dalam waktu seminggu di provinsi Daraa karena serangan intensif oleh rezim," lanjut laporan SOHR. SOHR menambahkan bahwa sebuah rumah sakit yang dijalankan oleh lembaga amal di kota Ghariyah juga terpaksa tutup karena rezim terus-menerus menargetkan rumah sakit tersebut. Dua rumah sakit lainnya di kota Namaa dan Tafas juga telah berhenti beroperasi dalam beberapa hari terakhir karena kerusakan yang disebabkan oleh serangan udara. SOHR mengatakan serangan oleh rezim di Daraa pada Rabu (1/7) termasuk penggerebekan di dan sekitar kota Saida yang meninggalkan 13 orang gugur. Namun kantor berita corong propaganda rezim, SANA, mengklaim bahwa serangan udara telah dilancarkan di sebuah "pabrik bom" di kota Saida dan menewaskan "15 teroris". Organisasi hak asasi manusia dan kelompok medis telah berulangkali memperingatkan menurunnya kondisi medis di Suriah, di mana rumah sakit dan staf medis telah menjadi target serangan selama perang yang kini memasuki tahun kelima. (haninmazaya/arrahmah.com) |
Ribuan orang di Turki menggelar protes terhadap pelarangan puasa di Cina Posted: 02 Jul 2015 04:30 AM PDT ISTANBUL (Arrahmah.com) - Protes pecah semalam di seluruh Turki dimana ribuan orang turun ke jalan menuntut Cina menghentikan tindakan diskriminasi terhadap Muslim, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin, Kamis (2/7/2015). Para demonstran berkumpul di Istanbul, Izmir, Trabzon, Samsun, Bursa, dan 20 lokasi lainnya pada Rabu malam (1/7) menyuarakan keadilan bagi Muslim di Xinjiang. Di beberapa tempat protes berlanjut sampai Kamis pagi. Pawai yang digelar oleh beberapa organisasi dan asosiasi itu dimulai setelah berbuka puasa dimana orang-orang turun ke jalan, memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan. Di Tarabya di Istanbul - rumah dari Konsulat Cina - ratusan anggota cabang pemuda yang merupakan kekuatan politik yang dominan di negara itu, Partai AK, berkumpul di luar gedung di mana mereka berbuka puasa dengan air dan bagel Turki. Mereka meneriakkan slogan-slogan seperti "neraka dunia yang panjang bagi para penyiksa", "Diam berarti setuju, bangun dan lantangkan suaramu" dan "Kami berdiri bersama Turkestan Timur". Protes tersebut datang setelah adanya pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Turki pada Selasa (30/6) yang menyatakan keprihatinan mendalam atas laporan bahwa Beijing telah menerapkan pelarangan puasa terhadap penduduk Muslim. "Ini telah menjadi berita yang menyedihkan bahwa ada laporan tentang pelarangan puasa dan pemenuhan kewajiban agama lainnya bagi Uighur," ungkap pernyataan itu. Pada Rabu (1/7) juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan bahwa pemerintahnya telah mencatat pernyataan Turki itu dan menginginkan klarifikasi. "Semua kelompok etnis di Cina berhak atas kebebasan beragama di bawah konstitusi Cina," kata Hua Chunying melalui seorang penerjemah. Pada pertengahan Juni, secara luas dilaporkan bahwa Cina telah melarang puasa di bagian Xinjiang bagi anggota Partai, PNS, siswa dan guru. Pada Kamis (2/7), Hua mengatakan bahwa Beijing sangat penting untuk mengembangkan hubungan dengan Turki. "Kami berharap kita dapat mengembangkan hubungan bilateral, berdasarkan rasa saling menghormati satu sama lain dan kepentingan bersama," katanya. "Kami berharap bahwa Turki akan bekerja sama dengan kami untuk mempertahankan kelancaran hubungan bilateral." Protes yang digelar pada Rabu malam itu mencerminkan kepedulian warga Turki terhadap masalah Uighur. Banyak orang Turki memandang bahwa Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang Cina - rumah bagi banyak kelompok etnis minoritas, termasuk orang Turki Uighur - sebagai Turkestan Timur. Mereka percaya bahwa Uighur adalah di antara sejumlah suku Turki yang mendiami wilayah tersebut, dan menganggapnya sebagai bagian dari Asia Tengah, bukan Cina. Uighur, sebuah kelompok Turki yang membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang, telah mengatakan bahwa Cina melakukan kebijakan represif yang membatasi kegiatan keagamaan, perdagangan dan budaya mereka. (ameera/arrahmah.com) |
Hamas: Freedom Flotilla mencapai tujuannya Posted: 02 Jul 2015 03:00 AM PDT GAZA (Arrahmah.com) - Freedom Flotilla mencapai tujuannya meskipun dicegat oleh "Israel", ungkap wakil ketua Hamas Ismail Haniyah, sebagaimana dilansir oleh MEMO, Selasa (30/6/2015). Dia menegaskan bahwa salah satu tujuannya adalah untuk "mengungkapkan wajah sesungguhnya dari pendudukan 'Israel', serta untuk mengembalikan masalah blokade 'Israel' di Gaza sebagai berita utama." Haniyah menyebutkan tindakan "Israel" terhadap Freedom Flotilla III merupakan suatu pembajakan Zionis, dan pembajakan itu merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan membuktikan wajah teroris pendudukan "Israel" yang melarang armada itu berlayar menuju Jalur Gaza. Mantan perdana menteri Palestina itu mengungkapkan bahwa tindakan "Israel" yang menahan mantan Presiden Tunisia Moncef Marzuki merupakan sebuah pelanggaran terhadap semua norma internasional dan diplomatik. Haniyah memberikan pujian terhadap Marzouki, dan menggambarkan dia sebagai seorang pribadi yang mewakili revolusi musim semi Arab yang mengadopsi masalah Palestina. Dia juga mengungkapkan rasa kagumnya terhadap semua aktivis di kapal Freedom Flotilla III, termasuk politisi, anggota parlemen dan wartawan, yang menempatkan hidup mereka dalam bahaya untuk mencoba mendobrak delapan tahun blokade "Israel" di Gaza. Angkatan Laut "Israel" mencegat kapal pertama dari Freedom Flotilla, yaitu kapal Marianne dari Gothenburg, saat fajar pada Senin (29/6) sekitar 100 mil laut di lepas pantai Gaza. Kapal itu kemudian ditarik ke pelabuhan Ashdod, dan sejumlah aktivis di kapal itu telah dideportasi. (ameera/arrahmah.com) |
Stempel Wahabi adalah cara Syiah memadamkan cahaya Al Quran dan Sunnah Posted: 02 Jul 2015 02:00 AM PDT Oleh: Ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdurrahman (Arrahmah.com) - Siapa saja yang anti syi'ah, mereka labelkan Wahabi, maka Wahabi adalah senjata ampuh kaum syi'ah mengadu domba umat Islan dan menutupi kejahatan syi'ah. Musuh orang-orang syiah sejak dahulu sampai sekarang adalah orang Islam yang faqih dan 'Aalim tentang Al Quran dan As sunnah. Merekalah yang mampu berhujjah sempurna untuk mendebat, menundukkan kebohongan dan kelicikan mereka terhadap pemalsuan ayat ayat dan hadits Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam. Orang-orang syiah bertekuk lutut dan takluk dalam menghadapi kehebatan dan kecerdasan hujjah hujjah mereka, para ulama ahli Sunnah Wal jamaah. Dari sinilah mereka mencari cari cara bagaimana mengadakan serangan dan membalas kekalahan hujjah keji mereka. Merekapun mendapatkan senjata ampuh dengan memberi label bahwa mereka yang berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah adalah kaum wahabi. Lalu menyebut satu persatu tokoh Wahabi seperti :Imam Muhammad bin Abdul Wahab, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Muhammad Nasruddin Al Albani, Bin Baz, Shalih Al Usaimin dan lain lain. Kemudian Orang-orang syiah mulai mengadu domba antara umat Islam yang mereka sebut berfahaman Wahabi dan Ahlu as Sunnah wal jamaah. Ahlu Sunnah wal Jamaah mereka labelkan adalah umat Islam yg berqunut,tahlilan; selawatan dan muludan Lalu mereka mencirikan wahabi ialah golongan yg anti tahlilan dan kenduri,anti qunut dan zikir keras ba'da sholat wajib,anti berzanji dan selawatan,anti rajaban.Orang wahabi adalah orang yang celana cingkrang dan jenggotan dan lain lain. Tidak berhenti disitu orang-orang syiah mengangkat isu nasional dengan menghubungkannya dengan amalan jihad sebagai amalan Wahabi jihadis atau teroris. Itulah kelicikan syiah, mereka ingin memadamkan cahaya Quran dan Sunnah dengan melabelkan Wahabi, dan mentup kekafiran syiah. Akibatnya umat Islam lebih kenal dengan Wahabi dari pada syiah bahkan orang lslam lebih membenci Wahabi ketimbang syiah.Orang-orang syiah pandai menggunakan ulama Ahli Sunnah memusuhi Ahli Sunnah sendiri. Sehingga ada diantara ada yang tidak sadar bahwa dirinya sedang diperalat oleh orang syi'ah.Ulama ahli sunnah berkata: Kita ahli sunnah wal jamaah jangan sampe dipecah belah oleh golongan syi'ah dan wahabi, Ahli sunnah harus berhati-hati dengan Wahabi karena Wahabi lebih berbahaya dari syi'ah. Dampak negatifnya ulama Islam dan para ustadznya lebih bersemangat mempereteli Wahabi daripada syiah yang merupakan ancaman Islam sepanjang masa. Wahai para ulama Islam janganlah terus tertipu dan ditipu oleh kaum Syiah mengadu domba sesama Ahlu Sunnah sementara syiah terus memurtadkan umat Islam sedang umat Islam tidak sadar. Umat Islam disibukkan dengan membahas fiqih tahlilan, muludan, rajaban, dan mendiskusikannya berhari, berminggu, bertahun dan arah serangannya Wahabi, Wahabi dan Wahabi.... Umat Islam ditipu oleh orang syiah dengan mengangkat isu syiah vs wahabi. Syiah lah yang mempopulerkan isu wahabi dan membenturkan sesama kaum muslimin Ahlu Sunnah wal jamaah. Kemudian mereka berkata wahabi kafir dan ahli sunnah wal jamaah lah yang Islam. Yang benar adalah Ahli Sunnah wal jamaah baik yang disebut Wahabi atau Ahli sunnah wal jamaah adalah Islam sementara syiah adalah kafir. Wa Allohu A'lam. Semoga bermanfaat,tazkiroh di hari yang barokah dan bulan yg barokah ini. Ramadhan Yang penuh Rahmat dan Barokah. Amien Ya Rabbal Alamin. 14 Ramadhan 1436 H/30 Juni 2015 M (*/arrahmah.com) |
Pengkaji Budaya: Pohon sawo kecik ciri pengikut Pangeran Diponegoro Posted: 02 Jul 2015 01:30 AM PDT JAKARTA (Arrahmah.com) - Kekalahan Diponegoro dalam sejarah Islam Indonesia menurut dai sekaligus pengkaji budaya Yogyakarta, Salim A. Fillah menjadi berkah di balik musibah. Setidaknya, syiar Islam akhirnya menyebar luas melalui para pengikut Diponegoro. "Laskar-laskar ini (Diponegoro) menyebar ke seluruh Jawa bahkan ke luar Jawa mendirikan desa-desa baru dan menjadi pengajar di desa-desa tersebut dengan dasar-dasar Islam", paparnya pada peserta Seminar Akbar Islam dan Nusantara di Aula Ar-Rahman Qur'anic Learning Center (AQL), Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (27/06/2015), demikian rilis AAPI kepada Arrahmah.com. Para laskar Diponegoro yang menyebar di daerah Jawa, menancapkan kuku dakwah ke beberapa daerah. Di antaranya, Malang, Banyumas, Kebumen dan ke timur sampai Madiun dan Malang, yang dulu ke utara sampai ke arah Blora, Cepu, daerah Rembang. Di mana para pengikut diponegoro menyebar dan menancapkan kuku dakwah, maka di situ menjadi basis untuk dakwah di hari-hari berikutnya. Salah satu ciri yang dibawa para laskar Diponegoro ialah adanya pohon sawo berjajar dan kemudian ada pohon sawo kecik. Oleh Salim, ini merupakan kode di antara pengikut pangeran Diponegoro. "Coba perhatikan di rumah apakah ada pohon sawo berjajar kemudian ada pohon sawo kecik, ini adalah kode di antara pengikut Pangeran Diponegoro," tutur Salim. Pohon sawo tersebut mempunyai filosofi bahwa para laskar Diponegoro untuk merapatkan shaf sedangkan pohon Sawo Kecik mengartikan sebar kebaikan. "Pohon sawo berjajar itu sudah melambangkan untuk merapatkan barisan atau shaf, Sawo Kecik itu artinya sebar kebaikan, maka sambil menunggu untuk berjihad kembali, rapatkanlah barisan dan tebarkanlah kebaikan untuk sesama," pungkasnya. Seminar Akbar Islam dan Nusantara merupakan seminar yang diadakan oleh Aliansi Pemuda Islam Indonesia (APII) dan didukung oleh AQL Islamic Centre, Young Islamic Leader (YI-Lead), Qur'anic Generation (Q-Gen), Komunitas Rajin Shalat dan Omah Peradaban. Selain Salim Fillah, Kandidat Doktor Sejarah Universitas Indonesia, Tiar Anwar Bakhtiar dan Ketua Dai dan Ulama se-ASEAN, Zaytun Rasmin, M.A., juga mengisi acara ini. Seminar yang sama akan diadakan pada Ahad tanggal 05 Juli 2015 di lokasi yang sama dengan pembicara Guru Besar Universitas Padjajaran Prof. Ahmad Mansur Suryanegara, Ketua Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia, Dr. Hamid Fahmy Zarkasy, M.Phil., dan Pengkaji Budaya Jawa Susiyanto M.P.I.(azmuttaqin/*/arrahmah.com) |
Subhanallah, 9 pemimpin Ikhwanul Muslimin, tersenyum syahid di pertengahan Ramadhan Posted: 02 Jul 2015 01:00 AM PDT KAIRO (Arrahmah.com) - Innalillaahi, sembilan (9) pimpinan Ikhwanul Muslimin menjemput syahid di hari ke-15 Ramadhan 1436 Hijriyah ini. Mereka telah dibunuh secara keji oleh rezim berdarah dingin Al-Sisi pada Rabu (1/7/2015). Di tangan mereka terdapat amanah guna menanggung beban dan biaya hidup para keluarga syuhada dan keluarga tahanan. Mereka para pimpinan "Lajnah Takaful" bagi keluarga yang menjadi korban kebiadaban rezim militer. Demikian dilansir Piyungan Online, Kamis (2/7). Aparat kudeta telah merenggut nyawa mereka tanpa melalui proses hukum. Rezim keji itu berlakukan "eksekusi rimba". Menurut sumber, mereka ditangkap pada pagi hari, lalu selepas Ashar, semuanya dikabarkan sudah meninggal dunia. Berikut 4 di antara 9 pemimpin Ummat yang Allah ta'ala takdirkan menjemput kesyahidan di Ramadhan nan mulia ini. Sikap pemerintah kudeta yang demikian kejam tentunya sangat berpotensi memancing reaksi masyarakat yang sulit dikontrol, sehingga membawa Mesir dalam situasi yang mengkhawatirkan. Bahkan, Nashir Al Haafiy yang merupakan seorang Guru Peradaban turut dieksekusi dengan sadis. "Ianya bukan hanya Anggota Dewan. Bukan hanya Pengacara handal. Tapi ia adalah Guru Peradaban. Kenangan saat di Rabiah. Itikaf dan tilawah." Demikian kenang seorang warga Mesir @drassagheer sambil mengunggah tautan ini: http://t.co/joACOAT1bo . Kita juga terkenang akan Beltagi dan putrinya nan syahidah. Tak sia-sia syair ayahanda Asma' Beltagi. Semoga kesyahidan kalian menjadi penyulut revolusi di dalam jiwa rakyat Mesir yang terdzolimi.
Semoga kesyahidan para pemimpin Ikhwanul Muslimin di tangan pembunuh berdarah dingin Al-Sisi, yang kini membakar ribuan masyarakat Mesir dapat bermetamorfosa menjadi semangat perjuangan. Inilah babak baru perjuangan Muslimin Mesir melawan pemerintah fasis yang tiran! Semoga Allah memudahkan perjuangan saudara-saudara kita di negeri seribu menara itu. Aammiin. (adibahasan/arrahmah.com) |
Ikhwanul Muslimin peringatkan Al-Sisi: Babak perjuangan baru di Mesir telah dimulai! Posted: 02 Jul 2015 12:30 AM PDT KAIRO (Arrahmah.com) - Harakah Ikhwanul Muslimin di Mesir mengancam pemerintah fasis yang telah mengeksekusi 13 orang pimpinan Ikhwanul Muslimin secara keji pada Rabu (1/7/2015). Pembunuh berdarah dingin itu akan merasakan babak baru perjuangan melawan kudeta militer di Mesir, sebagaimana dilansir Al-Jazeera. Dalam sebuah pernyataan resmi, Ikhwanul Muslimin mendakwa dan meminta pertanggungjawaban presiden kudeta, Abdul Fattah Al-Sisi, dalam kasus terbunuhnya 13 orang pimpinan Ikhwanul Muslimin, secara sangat sadis, di sebuah rumah di 6 Oktober, salah satu kota di Kairo. Ikhwanul Muslimin menyatakan dengan tegas bahwa, "Para pimpinan kami itu ditangkap dan ditahan di sebuah rumah, kemudian mereka dibunuh dengan darah dingin tanpa ada pemeriksaan, bahkan juga tanpa ada tuduhan. Dengan demikian, Mesir sudah menjadi negara gengster yang semuanya dilakukan di luar koridor hukum." Menurut Ikhwanul Muslimin, aksi pembunuhan ini akan menyeret Mesir ke dalam kondisi yang sangat berbahaya. Masyarakat dunia turut bertanggung jawab karena telah membiarkan terjadinya kudeta dan berkuasanya kembali militer untuk menggagalkan berjalannya demokratisasi. "Rezim kudeta telah dengan sengaja menetapkan dirinya sebagai negara dengan undang-undang fasisme. Pembantaian massal terhadap para penentang kudeta dengan mudah akan terjadi, bahkan dilakukan terhadap orang-orang bersih di rumah-rumah mereka. Darah mereka akan menjadi kutukan bagi para pembunuh," ancam Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin menjelaskan bahwa para korban yang dibunuh itu sama sekali tidak bersenjata. Di antara korban adalah Nasir Al-Hafiy yang merupakan anggota parlemen dan seorang pengacara. Saat ditangkap dan dibunuh, para korban sedang berkumpul untuk membicarakan masalah penyantunan keluarga korban kudeta militer yang terbunuh dan dipenjara. Sementara itu, dalam versi lain, departemen dalam negeri menyatakan telah berhasil menggrebek sebuah rumah yang dijadikan sebagai markas para teroris di kota 6 Oktober. Penggrebekan dilakukan dengan membawa surat ijin dari kejaksaan agung. Laporan itu menyebutkan bahwa para polisi ditembaki saat mendekat ke rumah itu, sehingga itu dijadikan alasan para polisi membalas dan mengakibatkan meninggalnya semua orang yang berada di rumah. (adibahasan/arrahmah.com) |
Suami paksa masuk Syiah, isteri gugat cerai Posted: 02 Jul 2015 12:00 AM PDT BANDUNG BARAT (Arrahmah.com) - Keberadaan Syiah memberi dampak buruk bagi masyarakat, bahkan hingga ke tataran keluarga. Sebagaimana kasus pemaksaan keyakinan seorang suami penganut Syiah terhadap isterinya -ahlusunnah- di daerah Jawa Barat yang berujung kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Seorang wanita berinisial WW (35), warga Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, melaporkan suaminya H yang melakukan KDRT ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jabar, Senin (29/6/2015). Demikian Hidayatullah melaporkan kasus yang diduga terkait pemaksaan keyakinan itu, pada Rabu (1/7). Di hadapan petugas kepolisian ia menceritakan kejadian kekerasan tersebut berlangsung pada 9 Mei lalu di kediamannya, daerah Cimahi. Sebelumnya, WW mengaku bahwa pada mulanya ia dipaksa oleh suaminya untuk mengikuti paham atau aliran Syiah yang dianut sang suami. Namun WW menolak dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran Islam yang selama ini dipahaminya. Penolakan tersebut membuat H sedikit emosi hingga melakukan tindakan kekerasan kepada dirinya. Tidak sampai di situ, tanpa sepengetahuan dan izin darinya, H malah pergi meninggalkan rumah sembari membawa anak semata wayang, buah perkawinan mereka selama 4 tahun. Baik H maupun anaknya, hingga dilaporkan, tidak diketahui keberadaannya. WW sempat mencari ke rumah kakak H, namun H dan anaknya tidak ada. Namun, WW sempat menemukan atau melihat barang-barang milik anaknya ada di rumah kakaknya H. Atas kejadian dan kondisi rumah tangganya tersebut, WW merasa ditelantarkan dan terganggu secara psikis hingga melaporkannya kepada aparat kepolisian. Usai melapor, kepada awak media yang menemui WW menceritakan bahwa, sebenarnya status hubungan kedua masih terikat sebagai suami istri. Namun ia mengaku setelah melaporkannya kepada pihak kepolisian. Dengan demikian, WW akan mengajukan gugatan cerai. Menurut WW, perbedaan keyakinan antara dia dan suaminya tersebut telah berlangsung sejak lama. "Sebelum menikah secara resmi, dia dulu pernah ngajak nikah mut'ah. Dia menjelaskan caranya, nikah cukup berdua saja tanpa wali dan saksi. Namun saya tidak mau," kenangnya didampingi beberapa pengurus Aliansi Nasional Anti-Syiah (ANNAS). Setelah menikah, lanjut WW, banyak mendapati perbedaan soal ibadah dengan suaminya. Ia mencontohkan suami susah diajak shalat berjamaah dan selalu menunda shalat wajib, bahkan untuk salat Dhuhur dan Ashar biasa dijamak. Selain itu, saat Ramadhan tiba sang suami enggan buka puasa bersama saat terdengar adzan Maghrib terdengar. Ia malah berbukanya saat menjelang shalat Isya. WW juga mengaku beberapa kali diajak suaminya untuk mengikuti kajian kelompoknya yang berlokasi di kawasan Jalan Kembar Kota Bandung. Dalam kajian tersebut juga dibahas seperti apa yang disampaikan oleh suaminya. WW mengaku merasakan banyak kejanggalan dalam soal aqidah maupun fiqih, serta amalan yang lainnya. "Saya sendiri lebih cenderung ikut Salafi dan selama berumah tangga saya berusaha mengajak dan menyadarkan suami namun gagal," ucapnya. Puncak masalah ini terjadi sekitar dua bulan lalu. Selain memaksa untuk mengikuti paham Syiah, H juga melakukan kekerasan kepada dirinya. Dia kemudian pergi dari rumah, sambil membawa anak satu-satunya yang masih berumur 3,6 tahun. WW berharap masih bisa bertemu dengan anaknya, karena sangat khawatir dengan kondisinya yang masih membutuhkan kasih sayangnya. "Sudah dua bulan ini saya tidak ketemu dengan anak saya. Saya curiga ini telah dikondisikan agar saya luluh dan ikut pahamnya. Saya tetap tidak mau," ujarnya sambil terisak. WW yang masih terlihat shock, belum bersedia bercerita panjang lebar tentang pengalaman atau kejadian selama hidup berumah tangga dengan H. Ia mengaku masih belum tenang karena belum bisa ketemu dengan anaknya, serta sedikit trauma dengan kejadian sebelumnya. "Maaf saya belum bisa cerita banyak, saya ingin tenang dulu dan mengurus jalan keluar," pungkasnya, sambil menuju halaman parkir kepolisian, didampingi beberapa tetangganya yang menjadi saksi pelaporan, serta Abu Muadz, Sekjen ANNAS dan Rizal Fadilah SH selaku Ketua Divisi Hukum ANNAS. (adibahasan/arrahmah.com) |
Pembelaan Mujahidin untuk Syaikh Abu Mariyah Al-Qahthani dari fitnah ISIS Posted: 01 Jul 2015 11:35 PM PDT (Arrahmah.com) - Syaikh Abu Mariyah Al-Qahthani tak kenal lelah dalam berjuang untuk menyadarkan kaum Muslimin, baik di Suriah maupun di berbagai belahan bumi lainnya, berkaitan dengan munculnya kelompok ekstrem berfikrah Khawarij. Syaikh Abu Mariyah telah berdakwah mengungkap penyimpangan dan ekstrimisme kelompok yang mengklaim diri sebagai pembela Islam berkedok Negara Islam tersebut sejak kelompok itu masih berbentuk Daulah Islamiyah Iraq atau Islamic State of Iraq (ISI), Daulah Islamiyah Iraq dan Suriah atau Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), hingga saat mereka mengaku sebagai Khilafah Islamiyah. Sebagaimana yang telah diperkirakan sebelumnya, kenyataan tersebut memicu upaya kelompok "Daulah Islamiyah" yang sebelumnya lebih dikenal sebagai ISIS itu untuk terus melancarkan upaya "melenyapkan" Syaikh Abu Mariyah. Hal itu dilakukan mulai dari upaya perusakan citra dan pembunuhan karakter beliau sebagai seorang ulama, hingga upaya-upaya untuk membunuhnya. Tulisan Syaikh Abu Hasan Al-Kuwaiti menguraikan betapa tanzhim pimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi itu telah menempuh segala cara demi merendahkan harga diri beliau dan memisahkan beliau dari mujahidin. Berikut terjemahannya, yang dipublikasikan Muqawamah Media pada Rabu (1/7/2015). Oleh: Syaikh Abu Hassan Al-Kuwaiti (@ Ali_abohasan1) Untuk mengetahui tingkat propaganda ISIS dan kebohongan media mereka, kami mencatat bahwa mereka terus-menerus mencoba untuk memalsukan akun Twitter dari Syaikh Abu Mariyah Al-Qahthani (@ mariahajer23) pada saat beliau berhenti menggunakan Twitter (selama masa ketika dia terluka). Mereka mengambil kesempatan untuk memalsukan akun Twitter Syaikh Abu Mariyah dan mencoba untuk menipu dan menyesatkan orang serta berbohong tentang Syaikh Abu Mariyah. Dan ini adalah salah satu metode intelijen rahasia di negara tiran dalam mengubah realitas dan memalsukan keadaan musuh mereka, dan berbohong tentang orang-orang jujur dan merusak citra mereka. Mereka telah mencoba berkali-kali berbohong dan merusak reputasi Syaikh Abu Mariyah, dengan menghubungkan pernyataan dan tindakan yang sama sekali tidak dikatakan atau dilakukan oleh beliau, sampai Allah Yang Maha Tinggi menunjukkan kebohongan ISIS dan orang-orang pun menyadari realitas mereka. Sebagian dari propaganda palsu dan kebohongan mereka adalah, mereka sekarang berusaha untuk menunjukkan bahwa Syaikh Abu Mariyah telah memfitnah Amir Jabhah Nushrah Syaikh Al-Jaulani! Melalui ID palsu dan sebelum itu mereka menyebarkan pernyataan palsu ini pada akun lain. Dan mereka juga ingin menabur perselisihan di jajaran Jabhah Nushrah dengan mempertajam topik palsu tentang Syaikh Abu Mariyah dan menyebarkan berita bohong bahwa beliau meninggalkan An-Nushrah! Dan kami mencatat bahwa semua kampanye ini datang setelah keberhasilan dakwah Syaikh Abu Mariyah dalam mengungkap penyimpangan, ekstrimisme dan mitos Tanzhim Daulah/ ISIS dan pengaruh dakwah beliau hingga sampai di luar Suriah. Kebohongan dan penipuan terbaru mereka adalah [menyebutkan] bahwa Syaikh Abu Mariyah memberi Baiat (bersumpah setia) kepada pemimpin Jasyh Al-Islam Zahran Aloush! Dengan isu dan provokasi tersebut, mereka mencoba untuk menyebarkan fitnah dan perpecahan. Hubungan Syaikh Abu Mariyah dengan semua pemimpin lain dari kelompok Mujahid di Syam lebih besar dari masalah Baiat, ini adalah tentang persaudaraan Islam dan Jihad. Dan semua orang dari penduduk Syam, orang-orang mulia mereka dan para pemimpin kelompok terus untuk menjaga ukhuwah ini, dan mereka melihat beliau sebagai pemimpin reformasi di Syam dan mereka memiliki cinta yang besar terhadap beliau dalam hati mereka. Dan Syaikh Abu Mariyah Al-Qahthani memegang Syaikh Al-Jaulani sebagai pendamping dan pemimpin kelompok, dan ia berpegang pada perjanjian dan adalah seorang yang setia. Dan dia selalu mengatakan saya bukanlah Baghdadi atau Adnani yang berkhianat dan menikam dari belakang, saya juga bukan orang yang tidak menghormati dan menjaga persahabatan. Tapi dengan prinsip ini, tidak berarti beliau harus menahan diri dari mengatakan kebenaran dan berhenti menolak kepalsuan, bahkan jika itu beresiko baginya untuk harus keluar dari kelompoknya sendiri, bahkan Syaikh Abu Mariyah lebih memilih untuk bertindak sesuai dengan Kitab Allah dan Sunnah, meski itu harus bertentangan dengan buku panduan (AD/ART) kelompok. Lebih dari itu, beliau rela memilih untuk meninggalkan kelompoknya, jika memang telah terbukti ada penyimpangan di dalamnya, jika itu demi kepentingan Islam dan kaum Muslimin. Sebagaimana yang terjadi antara beliau dan ISIS di masa lalu (yakni, Syaikh Abu Mariyah meninggalkan mereka). Dan Syaikh Abu Mariyah Al-Qahthani tetap dan akan tetap menjadi Amir sah (pemimpin) di hati mujahidin serta bagi para tentara Islam dari individu-individu Jabhah Nushrah. (aliakram/arrahmah.com) |
Momok radikalisme menyandera gerakan Islam Posted: 01 Jul 2015 11:32 PM PDT
(Arrahmah.com) - Kata radikalis sebenarnya telah berumur panjang, dengan pengertian dan pemahaman dari sudut yang memandangnya. Sebagaimana telah diukirkan dalam sejarah bahwa tidak sedikit sekumpulan orang atau segolongan kaum radikal bermaksud hendak mengganggu, mengobok-obok tatanan kekuasaan atau kekuatan resmi yang sah dengan keras. Untuk konteks Indonesia, bahkan jauh sebelum Republik Indonesia diproklamirkan, ada-ada saja gerakan yang distigmakan radikal, yang disebut-sebut hendak menggoyang tatanan dan kemapanan. Tamsil di pelbagai pojok dunia juga menunjukkan adanya gerakan radikal atau teroris yang mengganggu keteraturan tata dunia. Sebutlah Order of the Assassins, Japanese Red Army, Baader Meinhof, Irgun Yahudi, atau Symbionese Liberation Army yang hanya berjumlah 8 orang. W.J.S. Poerwodarminto menerjemahkan kata radikal dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Penerbit PN Balai Pustaka, Cetakan ke-VIII, 1985, halaman 788), sebagai "haluan politik yang amat keras menuntut perubahan undang-undang, ketatanegaraan dan sebagainya." Misalnya: "kebijaksanaan pemerintah disanggah oleh anggota-anggota DPR yang radikal". Sedangkan Horace M. Kallen mendifinisikan radikalisme dalam Ensiklopaedia of The Social Science (1954, halaman 51-54), "… sebagai gerakan sosial yang menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlaku dan ditandai oleh kejengkelan moral yang kuat untuk menentang dan bermusuhan dengan pihak yang punya hak-hak istimewa dan sedang berkuasa." Namun, terjemahan yang sebenarnya mengacu kepada siapa yang membacanya. Pada masa kolonial Belanda, perlawanan petani Banten tahun 1888, Perlawanan Rakyat Blitar 1888, dan perlawanan arek-arek Surabaya pada tahun 1904 disebut sebagai gerakan radikal. Yang menarik, sebagaimana dikemukakan Takashi Shiraishi dalam bukunya "Zaman Bergerak". Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926" (Penerbit Pustaka Grafiti, 1997), perlawanan para tokoh pergerakan seperti Boedi Oetomo (BO) dan Centraal Sarekat Islam (CSI) serta Insulinde pada tahun 1919, yang bersama Ch.G.Craemer, seorang anggota Volksraad dari ISDP (Indische Sociaal-Democratische Partij) membentuk koalisi parlementer, bahkan memilih menamakan "gerakannya" : Radicale Concentratie. Maka kata radikal itu dinisbahkan pada siapa yang mengatakan, membacakannya, dan sedang ada di atau dari sebelah mana. Stigma dari kolonial tentu adalah kata bualan yang diciptakan. Berbeda dan bertentangan dari tolok ukur para pejuang kemerdekaan. Maka, Habermas, seperti dikutip A.M. Hendropriyono dalam disertasinya (yang dibukukan) "Terorisme, Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam" (Kompas Media Nusantara, 2009) menyatakan bahwa pada suatu tempat dan waktu yang berbeda seorang teroris adalah juga seorang pejuang kemerdekaan. Namun sesungguhnya lebih dari pada itu. Dalam konteks Indonesia, mereka adalah pejuang pergerakan kemerdekaan dan pahlawan bangsa yang tidak dapat dinegasikan sebagai radikalis, fundamentalis atau teroris. Sikap dan pembatasan definisi ini menjadi sebuah ketetapan dan keniscayaan yang semestinya terhitung sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Jejak Sejarah RepublikRekam sejarah Republik yang tergelar, sesungguhnya juga tak lepas dari radikalis, fundamentalis dan teroris. Pada awal proklamasi, para pejuang kemerdekaan juga mendapat gangguan teror dari orang-orang binaan dan upahan Belanda. Tiga tahun kemudian muncul pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun, 1945, yakni ketika komunis tak berkuasa, bahkan juga ketika komunis sedang jaya-jayanya berkuasa pada tahun 1965. Tercatat kurang dari lima tahun setelah kemerdekaan malahan SM. Kartosoewirjo—seorang pejuang kemerdekaan yang hidup sedari muda satu guru satu ilmu bersama Soekarno di rumah "Raja Tanpa Mahkota" HOS.Cokroaminoto—mendeklarasikan DI/TII di Jawa Barat. Sebuah langkah yang kemudian disadari atau tidak mengakibatkan berlarutnya perdebatan sidang Konstituante dalam perumusan dasar Negara usai Pemilu 1955 dan berakhir deadlock, yang kemudian berujung dengan keluarnya Dekrit Presiden 1959. Para radikalis atau disebut kelompok sempalan atau diistilahkan Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) bermunculan dari RMS di Maluku sampai OPM di Papua dan juga GAM di Aceh, Teror Warman, dan belakangan mulai bermunculan istilah baru yang kini terkenal dengan stigma teroris—sebuah istilah yang mengingatkan pada stigma yang dipalukan pertama kali oleh kolonialis Belanda. Sungguh menarik pergerakan kelompok yang belakangan terlaris dengan sebutan radikalis teroris dengan tokoh-tokohnya seperti Abu Bakar Ba'asyir, lalu Oman Abdurrahman, yang dikenal sebagai tokoh garis keras dari kelompok Takfiri, dan jalinan berkelindannya sampai pada kelompok Santoso yang kini di Poso yang disebut-sebut bahkan mendatangkan jaringan ISIS dari negara Tiongkok berjumlah 7 orang. Dan lengkap dengan berbagai medianya, terutama media maya yang kini lagi pada digenjot yang tercatat 19 telah terkena bredel oleh Kementerian Kominfo. Namun yang sungguh menarik, dan seperti luput dari perhatian adalah radikalis agama lain yang pernah terlibat dalam pemboman Candi Borobudur tahun 1984 oleh Muladawilah dan Husein al Habsyi yang konon disebut-sebut berbau Syi'ah. Inilah langkah-langkah kaum yang dikenal dengan taqiyah dan imamahnya, yang berkecambah secara halus dan kasat mata, dan semakin menampilkan dirinya secara lebih mencolok dibandingkan Ahmadiyah. Sebagaimana yang terjadi belakangan ini bahkan di bulan lalu sudah berani mengirimkan 30 orang Syi'ah menyerang Masjid Az-Zikra milik Ustadz Arifin Ilham di Bogor. Selepas penyerangan masjid Az-Zikra, sejumlah masjid-masjid di Jabodetabek seperti digerakkan, ya seperti ada yang menggerakkan para penceramah pada berbicara dan membahas tentang Syi'ah. Sementara ribut pada blingsatan jamaah mencurigai penceramah yang didatangkan sebagai Syi'ah, dengan mengirim sms, melakukan gerakan-gerakan siluman, dan manufer-manufer berbisik-bisik, tapi yang terjadi sebenarnya boleh jadi Jalal malah tenang menyiapkan konsep dan melakukan lobi-lobi; dan Senayan pun lalu menyiapkan pembahasan RUU Kerukunan Umat Beragama. Namun, yang seperti sungguh dipalukan, anggota DPR dari PDIP Jalaluddin Rachmat, yang juga Ketua Dewan Syuro IJABI sudah berani mengancam, "Saya kira kelompok Syi'ah 'tidak sebagus' kelompok Ahmadiyah. Kita adalah sebuah kelompok keagamaan yang mendunia. Jadi berbeda dengan kelompok Ahmadiyah yang menyambut pukulan yang mematikan itu dengan senyuman. Orang-orang Syi'ah tidak akan membiarkan tindakan kekerasan itu terus-menerus terjadi. Karena untuk pengikut Syi'ah, mengorbankan darah dan mengalirkannya bersama darah Imam Husein adalah suatu kemuliaan. Saya tidak bermaksud mengancam ya, tapi apakah kita harus memindahkan konflik Sunnah-Syi'ah dari Irak ke Indonesia? Semua itu berpulang pada pemerintah." Maka menjadi klop sudah jika dipayungi dengan kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dipandegani oleh PDIP dengan Megawati Soekarnoputri sebagai panutannya, juga dengan kerisauannya sebagaimana terungkapkan di Kongres Bali tentang adanya penumpang-penumpang gelap, entah siapa saja yang dituju. Sesungguhnya tak hanya di elitenya tetapi yang terutama adalah pada basis kekuatan riel di bawahnya, yang memenangkannya. Pada dua kekuatan kaki berpijak di atas umat. oOo Akhir-akhir ini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengembangkan opini, seakan Indonesia menjadi zona terbuka bagi kuliah kekerasan yang bersumber dari Kitab Suci Al-Qur'an. Karena itu, pemerintah di dorong untuk melakukan proyek deradikalisasi dengan melibatkan semua elemen masyarakat, ormas Islam, lembaga pendidikan, pesantren, media massa dan sebagainya. Dengan proyek deradikalisasi ini, umat Islam disandera dengan stigma radikal, ekstrim, intoleran. Lebih parah lagi, umat Islam digiring untuk dijadikan sebagai tersangka radikal secara apriori. Deradikalisasi menggunakan dua pola. Pertama, deradikalisasi opini, yaitu menyebarluaskan isu, propaganda. Bagian ini ditangani BNPT. Kedua deradikalisasi eksekusi dilakukan oleh Densus 88. Sikap apriori yang dikampanyekan BNPT kerap berujung fitnah dan permusuhan. BNPT gampang mengumbar tuduhan berdasarkan persepsinya sendiri. "Kaum radikal tidak melihat adanya keberagaman atau pluralisme. Hal inilah yang menjadi gesekan sesama kita karena cara pandang yang jauh dari dinamika," ujar Prof. Dr. Irfan Idris, MA, Direktur Deradikalisasi BNPT dalam diskusi "BNPT Bincang Damai" di kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (19/03/2015). Di sisi lain, pada saat ditanya mengapa stigma radikal acap kali disematkan ke agama Islam? Irfan Idris mengatakan bahwa itu terjadi lantaran para pelaku membawa-bawa simbol agama. Dalam benak oknum-oknum di BNPT, ajaran agama dianggap bukan solusi terhadap problem masyarakat, melainkan sumber kekerasan. Karena itu, seperti kaum zionis, mereka menghendaki agama tidak di bawa-bawa dalam urusan negara. Sementara saat ditanya mengapa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat non-Islam, seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak diberi label teroris? Irfan Idris hanya menjawab mereka (OPM) tidak membawa-bawa agama dalam perjuangannya. "Jelas mereka (OPM) itu teroris. Namun bedanya mereka tidak membawa-bawa agama dalam perjuangannya. Sehingga tidak multi tafsir dalam pergerakan OPM. Dan OPM pun ditangani oleh aparat-aparat khusus dalam segala tindakannya," jawabnya. Jadi, umat Islam yang beraktivitas berdasarkan agama dianggap radikal? Adalah satu tragedi jika rakyat yang berorientasi pada penegakan syariat Islam di lembaga negara dituding sebagai kelompok radikal. Sama tragisnya bila Kitab Suci Al-Qur'an yang memerintahkan jihad untuk membela Islam diposisikan sebagai pemicu radikalisme. Munculnya gagasan deradikalisasi agama akhir-akhir ini, dan kemudian dilembagakan menjadi BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), sebenarnya berangkat dari apriori dan Islamophobia. BNPT hanya alat misi Yahudi dan Nasrani untuk menjerumuskan umat Islam. Sebelum ini, apa yang diasumsikan sebagai simbol Islam seperti memanjangkan jenggot, bercelana komprang, jidat hitam, jilbab besar, dianggap sebagai simbol kaum radikal. Sehingga, tidak sedikit tokoh Islam yang terkontaminasi dengan stigma negatif ini, lalu mencukur jenggotnya, berusaha menghilangkan tanda hitam bekas sujud di dahinya. Bahkan KH Hasyim Muzadi dengan nada satire mengatakan, "Di Indonesia kita menerima adanya waliyullah dan walisongo. Tapi kita tidak mau disebut wali jenggot." Begitu pun wanita-wanita Muslimah yang mengenakan jilbab besar, sering dicibir sebagai istri teroris. Tetapi tidak ada yang mempermasalahkan wanita berpakaian telanjang, presenter TV dengan memperlihatkan aurat, ketiak dan paha terbuka. Begitu pun, BNPT juga tidak menyebut radikal orang yang mengenakan kaos lambang komunis palu arit. Lihatlah, opini yang menggiring masyarakat, secara bertahap tapi pasti. Hasilnya sangat merugikan generasi bangsa ini. Para orangtua banyak yang khawatir begitu melihat anaknya berubah menjadi baik. Seorang ibu ketakutan saat melihat anaknya liburan dari pesantrennya, karena melihat pakaian putrinya itu sangat rapi, menutup aurat sesuai syariat Islam. "Apa anak saya sudah kerasukan pemikiran radikal?" Munculnya kekhawatiran yang salah kaprah: Anak-anak muda religius dianggap membahayakan. Ungkapan bernada curiga, "Para teroris mengancam di tengah-tengah kita. Sel-sel baru bermunculan, bersumber dari pengajian 'Rohis' di Masjid. Terutama masjid sekolah-sekolah dan kampus. Kumpulan mereka perlu diwaspadai dan diawasi," kerap terdengar. Efek buruk dan jahat ini merasuki otak dan hati para orangtua. Dan anehnya, para orangtua lebih nyaman melihat anaknya bergaul tanpa batas. Itulah yang dianggap wajar. Mereka senang melihat anaknya yang sedang kasmaran, menghabiskan waktu untuk melamun, karena dianggapnya sedang puber. Dan akhirnya para orangtua tanpa disadari memberi 'wejangan'. "Hati-hati kalau ngaji di masjid." Anak-anak muda yang rumit memilah jenis pengajian, akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk di kafe, nongkrong di jalanan, bahkan tempat-tempat dosa. Dan mereka pun jauh dari masjid. Deradikalisasi opini memang sangat jahat. Mereka menjauhkan generasi muda dari masjid. Karena orang-orang kafir dan anti Islam sadar, bahwa kebangkitan Islam itu berawal dari kebangkitan anak-anak mudanya. Sebaliknya, orang yang berpenampilan religius dianggap rentan menjadi pengikut paham radikal. Kriteria radikalisme versi BNPT juga bermasalah, bahkan inkonstitusional. Ada empat kriterianya, yaitu: 1. Ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama. 2. Takfiri (mengkafirkan orang lain). 3. Mendukung, menyebarkan dan mengajak bergabung dengan ISIS/IS 4. Memaknai jihad secara terbatas. Berbekal kriteria radikal bikinan BNPT ini, memuluskan tugas Densus 88 sebagai eksekutor: menyisir lorong-lorong sempit, rumah kos, pesantren, masjid, majelis taklim, untuk mencari tersangka teroris. Tidak peduli, yang ditemukan nanti benar-benar tersangka teroris atau sekadar persamaan identitas, sudah dianggap cukup bukti untuk ditangkap atau ditembak mati. Akhirnya, dengan tuduhan rekayasa pun, orang yang taat beragama, bisa digiring sebagai tersangka radikal. Bung Karno dan Simbol 'Radikalisme'Di negara-negara berlabel demokrasi, radikalisme bahkan lebih jahat daripada yang terjadi di negeri kita. Presiden Prancis dari Partai Konservatif Nicolas Sarkozy melarang wanita Muslimah mengenakan jilbab dan burqa, karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai sekuler Prancis. Pemerintah Swiss menunjukkan kebenciannya terhadap Islam secara radikal, dengan melarang adanya menara masjid supaya suara azan tidak terdengar keluar masjid. Sebelum Prancis, Jerman lebih dulu bersikap diskriminatif terhadap Islam. Tahun 2007, Pengadilan administratif Jerman mengesahkan larangan mengenakan jilbab di wilayah North Rhine-Westphalia. Sebelumnya, pengadilan yang sama juga memutuskan untuk mendukung larangan berjilbab. Dari 16 negara bagian di Jerman, delapan negara bagian menyatakan melarang jilbab. Bahkan Belanda mengesahkan sebuah undang-undang yang melarang menyembelih binatang tanpa dibius, yang sesuai prinsip memotong hewan secara Islam. Bukankah contoh di atas membuktikan kebencian kaum sekuler terhadap Islam ditunjukkan secara radikal dan anarkis? Oleh karena itu, memaknai radikalisme menggunakan parameter antiagama, dengan mencurigai ajaran agama seperti jihad, syariat Islam, khilafah Islamiyah, sebagai kriteria radikal sangat berbahaya bagi NKRI yang berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Di negeri komunis Uni Soviet pada masa Lenin berkuasa, semua lambang agama seperti masjid, bahkan makam Imam Bukhari dibekukan. Sikap antiagama negeri atheis itu memiliki benang sejarah yang menarik dengan Presiden pertama RI Bung Karno. Pada 1959, Bung Karno berkunjung ke Uni Soviet, dia mampir di kota Sankt Petersburg. Kota ini terkenal indah, memiliki arsitektur yang memesona, dan terletak di delta Sungai Neva. Di kota ini pula berdiri istana-istana terkenal, seperti Istana Musim Panas Petergof, Istana Musim Dingin Hermitage, serta Benteng Peter dan Paul. Saat melintasi jembatan Trinity Bridge yang berdiri di atas Sungai Neva, pandangan Soekarno tertuju pada bangunan masjid yang telah beralih fungsi menjadi gudang. Bangunan berkubah biru dengan gaya arsitektur Asia Tengah nampak megah. Dua menara kembarnya yang menjulang tinggi berhadapan dengan beberapa gereja di sekitarnya. Soekarno pun mengajak rombongan mendatangi bangunan itu. Di bawah pemerintahan komunis Uni Soviet, seluruh masjid dan gereja yang ada di negeri beralih fungsi menjadi gudang atau museum. Di antaranya Masjid Biru, dijadikan gudang sejak Perang Dunia II. Seorang warga mengatakan bahwa kebijakan represif dari Kremlin sejak jaman Lenin, pemimpin revolusi Rusia yang menumbangkan kekuasaan Tsar, membuat masjid tersebut tak berfungsi. Sepulang dari kunjungannya ke Masjid Biru, Soekarno kemudian bertemu Nikita Khrushchev, sang pemimpin Soviet. Saat Khrushchev bertanya bagaimana kesan Soekarno mengenai Leningrad, dia malah membahas kondisi Masjid Biru yang baru ia kunjungi. Soekarno kemudian meminta masjid ini dikembalikan sesuai fungsinya. Hanya sepuluh hari setelah kunjungan Presiden Soekarno, bangunan ini kembali berfungsi menjadi masjid. Masjid Biru mulai dibangun pada 1910 ketika umat Islam di Rusia saat itu hanya berjumlah sekitar delapan ribu orang. Izin pembangunan masjid ini diberikan langsung oleh Tsar Nikolai II pada 3 Juli 1907 di Petergof. Bukan itu saja yang dilakukan Bung Karno. Tahun 1961 pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni Soviet sekaligus penguasa tertinggi Uni Soviet, Nikita Sergeyevich Khrushchev mengundang Bung Karno ke Moskow. Bung Karno bersedia berkunjung ke Moskow dengan suatu syarat yang harus dipenuhi oleh pemimpin Uni Soviet itu. Khrushchev bertanya, "Apa syarat yang Paduka Presiden ajukan?" Bung Karno menjawab, "Temukan makam Imam Al Bukhari. Saya sangat ingin menziarahinya." Khrushchev terheran-heran, siapa Imam Al-Bukhari? Setelah mengumpulkan informasi dari orang-orang tua Muslim di sekitar Samarkand, tiga hari pencarian, pasukan elit Khrushchev menemukan makam Imam kelahiran Bukhara tahun 810 Masehi itu. Saat ditemukan, makam dalam kondisi tidak terurus. Sebagai penggagas Nasakom, ideologi politik yang berambisi menalbis (membaurkan) antara nasionalisme, agama, komunisme, Soekarno ingin menunjukkan bahwa simbol Islam seperti masjid ataupun makam ulama bukan sesuatu yang berbahaya. Maka dia pun meminta pemerintah Uni Soviet agar segera memperbaikinya. Soekarno bahkan sempat menawarkan agar makam Imam Bukhari dipindahkan ke Indonesia apabila Uni Soviet tidak mampu merawat dan menjaga makam tersebut. Emas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai gantinya. Khrushchev memerintahkan agar makam itu dibersihkan dan dipugar. Selesai renovasi, Khrushchev menghubungi Bung Karno kembali. Intinya, misi pencarian makam Imam Al Bukhari berhasil. "Baik, saya datang ke negara Anda," jawab Soekarno. Setelah dari Moskow, tanggal 12 Juni 1961 Bung Karno tiba di Samarkand. Sehari sebelumnya puluhan ribu kaum muslim Uni Soviet menyambut kehadiran Bung Karno di Kota Tashkent. Di Indonesia, ali-alih pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berorientasi untuk menuntaskan masalah radikalisme, malah menjadikan isu ini sebagai alat legitimasi kekuasaannya. Mencermati langkah kontroversial BNPT dan Densus 88, mungkinkah Indonesia akan diarahkan mengikuti gaya komunis Rusia yang memusuhi agama dan mencurigai simbol agama, sikap yang berhasil dikoreksi oleh Bung Karno di masa lalu? Atau mengekor ke negeri-negeri imperialis barat yang kental dengan Islamophobia? [Agus Basri, Irfan S Awwas] Sumber : Risalah Mujahidin (samirmusa/arrahmah.com) |
You are subscribed to email updates from Arrahmah.com To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |