Kilas TimurTengah | TEPI BARAT – Masyarakat di seluruh Tepi Barat tidak memiliki akses ke air bersih atau memiliki persediaan air yang sangat sedikit.
Perkembangan yang mengkhawatirkan ini telah berlangsung selama berminggu-minggu saat perusahaan air milik “Israel”, Mekorot, memutuskan untuk memotong atau secara signifikan mengurangi pasokan air untuk Jenin, Salfi, dan banyak desa di sekitar Nablus, serta daerah lainnya, lansir Ma’an pada Rabu (22/6/2016).
“Israel” telah mengobarkan perang terhadap warga Palestina terkait ketersediaan air bersih. Ironisnya adalah bahwa air yang disediakan oleh Mekorot sebenarnya adalah milik Palestina yang dirampas dari akuifer Tepi Barat. Sementara warga “Israel”, termasuk pemukim ilegal di Tepi Barat, sebagian besar menggunakan air tersebut, namun warga Palestina harus membelinya dengan harga tinggi.
Dengan menutup pasokan air pada saat pejabat “Israel” berencana mengekspor air Palestina, “Israel” sekali lagi memanfaatkan air sebagai bentuk hukuman kolektif.
Ini bukanlah hal baru. Setiap kali bentrokan meletus antara pelempar batu dengan tentara pendudukan, otoritas Zionis akan melancarkan hukuman kolektif dengan menghukum seluruh penduduk Palestina.
Tidak ada yang bisa dilakukan warga Palestina, kecuali, melakukan Sholat Istisqa atau sholat untuk meminta hujan yang dilakukan Muslim Palestina selama masa kekeringan.
Para tetua di kamp pengungsi Palestina mengatakan bahwa itu benar-benar bekerja dan mereka menceritakan berbagai kisah ajaib di masa lalu ketika sholat khusus ini dilakukan bahkan selama waktu musim panas.
Memang, air digunakan sebagai senjata untuk menaklukkan perlawanan Palestina selama bertahun-tahun. Gaza, merupakan contoh paling ekstrim dari hukuman kolektif yang berhubungan dengan air, sampai saat ini. Tidak hanya pasokan air yang ditargetkan selama perang, namun generator listrik untuk memurnikan air, sering diledakkan.
Oleh karena itu, sebagian besar warga Gaza hidup dengan air yang tercemar. Tapi Tepi Barat, seharusnya menikmati akses lebih besar ke air bersih dibanding Gaza, namun hal itu tidak terjadi saat ini.(Arrahmah.com)
Perkembangan yang mengkhawatirkan ini telah berlangsung selama berminggu-minggu saat perusahaan air milik “Israel”, Mekorot, memutuskan untuk memotong atau secara signifikan mengurangi pasokan air untuk Jenin, Salfi, dan banyak desa di sekitar Nablus, serta daerah lainnya, lansir Ma’an pada Rabu (22/6/2016).
“Israel” telah mengobarkan perang terhadap warga Palestina terkait ketersediaan air bersih. Ironisnya adalah bahwa air yang disediakan oleh Mekorot sebenarnya adalah milik Palestina yang dirampas dari akuifer Tepi Barat. Sementara warga “Israel”, termasuk pemukim ilegal di Tepi Barat, sebagian besar menggunakan air tersebut, namun warga Palestina harus membelinya dengan harga tinggi.
Dengan menutup pasokan air pada saat pejabat “Israel” berencana mengekspor air Palestina, “Israel” sekali lagi memanfaatkan air sebagai bentuk hukuman kolektif.
Ini bukanlah hal baru. Setiap kali bentrokan meletus antara pelempar batu dengan tentara pendudukan, otoritas Zionis akan melancarkan hukuman kolektif dengan menghukum seluruh penduduk Palestina.
Tidak ada yang bisa dilakukan warga Palestina, kecuali, melakukan Sholat Istisqa atau sholat untuk meminta hujan yang dilakukan Muslim Palestina selama masa kekeringan.
Para tetua di kamp pengungsi Palestina mengatakan bahwa itu benar-benar bekerja dan mereka menceritakan berbagai kisah ajaib di masa lalu ketika sholat khusus ini dilakukan bahkan selama waktu musim panas.
Memang, air digunakan sebagai senjata untuk menaklukkan perlawanan Palestina selama bertahun-tahun. Gaza, merupakan contoh paling ekstrim dari hukuman kolektif yang berhubungan dengan air, sampai saat ini. Tidak hanya pasokan air yang ditargetkan selama perang, namun generator listrik untuk memurnikan air, sering diledakkan.
Oleh karena itu, sebagian besar warga Gaza hidup dengan air yang tercemar. Tapi Tepi Barat, seharusnya menikmati akses lebih besar ke air bersih dibanding Gaza, namun hal itu tidak terjadi saat ini.(Arrahmah.com)