Arrahmah.Com

Arrahmah.Com

Link to Arrahmah.com

Jet tempur Rusia kembali menargetkan kendaraan bantuan kemanusiaan di dekat perbatasan Turki

Posted: 26 Nov 2015 03:33 PM PST

Kendaraan yang membawa bantuan kemanusiaan yang menjadi target serangan udara Rusia di utara Idlib

SARMADA (Arrahmah.com) - Rusia pada Kamis (26/11/2015) kembali menyerang kendaraan yang membawa bantuan kemanusiaan di dekat perbatasan Turki, menargetkan konvoy di kota Sarmada, utara provinsi Idlib, ujar laporan aktivis Suriah, lansir Zaman Alwasl.

Tidak ada laporan mengenai korban.

Sehari sebelumnya (25/11), jet tempur Rusia melancarkan dua serangan di sebuah gudang bantuan di kota Azaz dekat persimpangan perbatasan dengan Turki, Bab Al-Salameh, meninggalkan 3 orang tewas.

Aktivis Suriah mengatakan serangan terhadap bantuan kemanusiaan di Idlib dan Aleppo merupakan pembalasan oleh Rusia atas tindakan Turki yang menembak jatuh jet tempurnya pada Selasa lalu.

Rusia telah melakukan intervensi militer di Suriah sejak 30 September untuk mendukung dan menopang kekuasaan rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Asad yang hampir terguling setelah pasukan rezim mengalami kekalahan di berbagai wilayah di Suriah.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), kelompok pemantau perang Suriah yang berbasis di Inggris, mengatakan pada pekan ini bahwa serangan udara pengecut oleh pasukan Rusia di Suriah telah membunuh sedikitnya 403 warga sipil, termasuk 97 anak. (haninmazaya/arrahmah.com)

Putin kirimkan sistem pertahanan anti-misil S-400 ke Suriah

Posted: 26 Nov 2015 03:05 PM PST

Sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia saat parade di Red Square di Moskow pada 9 Mei 2015.  (Foto: Reuters)

MOSKOW (Arrahmah.com) - Dalam sebuah langkah yang bisa meningkatkan potensi ancaman konflik Rusia-NATO, Rusia mengatakan pada Rabu (25/11/2015) bahwa mereka akan mengerahkan misil pertahanan udara ke basis militer mereka di Suriah dan akan menghancurkan target apapun yang mungkin mengancam, menyusul jatuhnya sebuah jet tempur Rusia oleh Turki.

Namun, kantor berita milik negara Ria Novosti melaporkan bahwa Rusia telah mengerahkan rudal jarak jauh untuk sistem pertahanan udara di pangkalan di Suriah.

Insiden ini merupakan yang pertama kalinya dalam setengah abad di mana anggota NATO menembak jatuh sebuah pesawat tempur Rusia. Jika Rusia merespon dengan menjatuhkan pesawat Turki, anggota NATO tersebut (Turki-red) bisa memproklamasikan dirinya diserang dan meminta aliansi untuk bantuan militer.

Sebagian pengamat yakin bahwa konfrontasi militer langsung tidak akan terjadi, namun penembakan pesawat tersebut akan menjadi bahan bakar konflik Suriah dan menyulitkan "upaya perdamaian".

Rudal S-400 yang presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan untuk dikirim ke pangkalan militer Hemeimeem di provinsi Latakia, Suriah, hanya berjarak 50 km dari perbatasan Turki, yang mampu menyerang target dalam jarak 400 km dengan presisi mematikan. Militer Rusia juga memindahkan kapal misil angkatan laut Moskva lebih dekat ke pantai untuk membantu melindungi pesawat tempur Rusia dengan sistem pertahanan udara jarak jauh Fort, lansir AP pada Kamis (26/11).

"Ini akan siap menghancurkan sasaran udara yang berpotensi bahaya bagi pesawat kami," ujar Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan dalam sebuah pertemuan dengan pejabat militer Rusia.

Ia juga mengumumkan pemutusan semua hubungan militer dengan Turki dan mengatakan bahwa dari sekarang, pembom Rusia akan selalu dikawal oleh pejuang dalam misi tempur di Suriah. (haninmazaya/arrahmah.com)

PM Perancis: Uni Eropa tidak lagi bisa menerima pengungsi

Posted: 26 Nov 2015 06:00 AM PST

Perdana Menteri Perancis, Manuel Vals mengatakan bahwa negara-negara Uni Eropa tidak bisa lagi menerima pengungsi. (Foto: Reuters)

PARIS (Arrahmah.com) - Perdana Menteri Perancis, Manuel Vals mengatakan bahwa negara-negara Uni Eropa tidak bisa lagi menerima pengungsi. Hal itu dilakukan akibat serangan yang terjadi di Paris (13/11/2015).

Vals mengatakan, pengawasan lebih ketat atas perbatasan di luar Uni Eropa akan menentukan nasib Uni Eropa.

Seperti dilansir BBC (26/11), dalam seminggu terakhir, negara-negara Uni Eropa menerapkan pengawasan perbatasan yang didatangi ratusan ribu pengungsi yang sebagian besar berasal dari Suriah dan Irak.

(fath/arrahmah.com)

Rusia melarang warganya melakukan perjalanan ke Turki

Posted: 26 Nov 2015 05:00 AM PST

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov telah mengeluarkan travel warning yang menyarankan warga Rusia untuk tidak mengunjungi Turki setelah terjadinya penembakan jatuh pesawat perang Rusia.

MOSKOW (Arrahmah.com) - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, pada Selasa (25/11/2015), merekomendasikan terhadap warga Rusia untuk tidak bepergian ke Turki setelah dia membatalkan kunjungannya ke Turki setelah Ankara menembak jatuh sebuah jet tempur Rusia.

"Massa kritis dari insiden teroris di tanah Turki, menurut perkiraan kami, tidak kurang mengancam daripada di Mesir," kata Lavrov dalam komentar yang disiarkan televisi, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin.

"Untuk alasan ini tentu saja kami tidak menyarankan warga negara kami bepergian ke Turki untuk pariwisata atau alasan lain," kata Lavrov, yang berbicara dari Sochi.

Saat ini ada sekitar 10.000 wisatawan Rusia di Turki menurut Russian Tour Industry Union, kantor berita Interfax melaporkan.

Seperti halnya Mesir, Turki adalah tujuan wisata utama bagi orang Rusia, dimana lebih dari 3 juta orang Rusia mengunjungi Turki pada tahun 2014, menjadikan Rusia sebagai kelompok pengunjung kedua terbesar setelah Jerman.

"Sekarang sekalipun bukan musim liburan, tapi kami berharap bahwa tidak ada banyak orang di sana," ungkap kepala badan pariwisata nasional Rusia, Oleg Safonov, kepada kantor berita Interfax.

Pengelola perjalanan Rusia, Natali Tours, yang merupakan salah satu perusahaan perjalanan terbesar di Rusia, telah mengumumkan bahwa mereka telah menghentikan penjualan paket liburan ke Turki.

"Kami menilai situasi tersebut dan menyadari bahwa hal itu bisa berkembang sesuai dengan skenario yang paling negatif. Lebih baik menghentikan penjualan wisata sampai situasi teratasi," kata pimpinan Natali Tours, Vladimir Vorobyov, kepada kantor berita Tass.

(ameera/arrahmah.com)

Klinik di Kunduz dibom, AS mengaku "salah"

Posted: 26 Nov 2015 04:00 AM PST

AS mengaku salah telah membom klinik MSF di Kunduz, Afghanistan karena mengira itu adalah komplek pemerintahan Taliban. (Foto: BBC)

KUNDUZ (Arrahmah.com) - Setidaknya 30 warga sipil gugur setelah pesawat AS menyerang klinik Sebut aja klinik Dokter Tanpa Batas atau yg dikenal dengan MSF di Kunduz, Afghanistan (3/11/2015)

Seperti dilansir BBC (26/11), LSM kesehatan mempertanyakan alasan penyerangan yang dilakukan oleh pasukan AS tersebut.

Pada Rabu (25/11) Jenderal John Campbell, komandan AS di Afghanistan, mengatakan awak pesawat AC-130 melakukan kesalahan dan mengira klinik tersebut adalah kompleks pemerintah National Direcorate of Security yang dikuasai Taliban.

(fath/arrahmah.com)

Tentara "Israel" menculik 34 warga Palestina di Tepi Barat

Posted: 26 Nov 2015 03:00 AM PST

Tentara "Israel" melakukan pemeriksaan terhadap warga Palestina. (Foto:  Quds News).

TEPI BARAT (Arrahmah.com) - Tentara "Israel" menculik sebanyak 34 warga Palestina, termasuk anak-anak, pada Selasa (24/11/2015) dan Rabu (25/11), di berbagai bagian Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur.

Di Hebron, tentara menculik sepuluh warga Palestina, termasuk lima anak.

Tiga warga Palestina, yang diidentifikasi sebagai Muhammad Yasser Masalma, Hamdi Qassem Masalma, (18), Qussai Hani Masalma, dan Qussai Ghazi Shallash, (20), diculik dari rumah mereka di Doura kota, sebelah barat Hebron.

Tentara "Israel" juga menculik Nafeth Muhammad al-Muhtasib, (28), dari kota Hebron, Hamza Yousef Zama'ra, 17, dari kota Halhoul, Hebron utara, Hamza Yusuf Shalalda, (18), dari kota Sa'ir, Hebron timur, dan Tamer Ja'far Ibrahim 'Oweidat, dari kota Sheikh, timur laut Hebron.

Tiga anak-anak, yang diidentifikasi sebagai Jamal Ali Hasan 'Aadi, (17), Muhammad Kassab Abu Dayya, (16), dan Muhammad Ali Khdeir Awad, (14), diculik dari rumah mereka di kota Beit Ummar, Hebron utara.

Masyarakat Tahanan Palestina (PPS) juga melaporkan bahwa tentara "Israel" menculik sepuluh warga Palestina di Tepi Barat pusat.

Mereka yang diculik itu telah diidentifikasi sebagai Ghassan Issa Shabayeh, (15), Bassel Issa Shabayeh, (17), Ra'fat Ahmad 'Ali, (21), Muhammad Daud Nassar, (18), dari desa al-Jania, Sanad Walid Barghouti, (16), Abdul-Rahman Talal Barghouthi , (19), dari Deir Abu Mashal, Muhammad Hussein Abu 'Eeda, (26), dari kamp pengungsi Qaddoura, dan Ehab' Affana, (25), dari kamp pengungsi Qalandia, Saji Faraj 'Ateyya, (24), dan Hasan Yacoub' Ataya, (18), dari desa Kafr Ni'ma.

Di wilayah Yerusalem yang diduduki, tentara "Israel" menculik tujuh warga Palestina, termasuk lima anak, dari rumah mereka di berbagai bagian di kota itu.

Pusat Informasi Wadi Hilweh di Silwan telah melaporkan bahwa tentara "Israel" menyerbu rumah-rumah di lingkungan ath-Thoury di Silwan, dan menculik Ibrahim at-Tawil, (16), dan Ahmad Ghorab, (17).

Ia menambahkan bahwa tentara juga menyerbu rumah di kota al-'Isawiyya, dan menculik Akram Fadi Mustafa, (15), Shadi Riyad Kleib, (15), Adham Nasser Sabta, (16), dan seorang pemuda, yang diidentifikasi sebagai Karim Jaber.

Warga Palestina yang lain, yang diidentifikasi sebagai Ahmad Ibrahim, diculik dari rumahnya di kota 'Anata, timur laut Yerusalem.

Di kawasan Bethlehem, tentara "Israel" menculik Muhammad Nasser Dar Salah, dari kota al-'Obeydiyya, Muhammad Nasser Marzouq, dari kota al-Khader, dan Mazen Daoud Kleiba, dari lingkungan al-Karkafa di kota Betlehem.

Selain itu, tentara menyerbu berbagai komunitas di distrik Jenin, Nablus dan Tulkarem, dan menculik empat warga Palestina.

Mereka diidentifikasi sebagai Odai Sheikh Hamada, (23), dan Wisam Eyad Hannoun, (21), dari kamp pengungsi Jenin, Amin Khaled al-Hajj, (20), dari kota Bal'a, di Tulkarem, dan Orbitz Hanani dari Beit Forik, di Nablus .

(ameera/arrahmah.com)

Milisi Syiah Houtsi blokade pengiriman bantuan ke Taiz

Posted: 26 Nov 2015 02:00 AM PST

Rumah sakit di Taiz yang masih berfungsi kewalahan menghadapi pasien. (Foto: Reuters)

TAIZ (Arrahmah.com) - Kepala bantuan PBB menuduh milisi Syiah Houtsi telah menghalangi pengiriman bantuan kemanusiaan ke kota Taiz, kota terbesar ketiga di Yaman.

Stephen O'Brien memperingatkan bahwa hingga 200.000 warga sipil telah hidup di bawah pengepungan di Taiz, lansir BBC pada Rabu (25/11/2015).

Milisi Syiah Houtsi memberhentikan truk bantuan di pos pemeriksaan dan membiarkan bantuan yang masuk dalam jumlah yang sangat terbatas, ujarnya.

Pasukan Yaman yang didukung oleh pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi, telah memerangi Syiah Houtsi selama berbulan-bulan. Sedikitnya 5.700 orang telah tewas, hampir setengah dari mereka adalah warga sipil, sejak konflik di Yaman meningkat pada Maret lalu ketika koalisi pimpinan Saudi melancarkan kampanye udara.

Taiz yang berlokasi sekitar 205 km dari selatan ibukota Yaman, Sana'a yang diduduki oleh milisi Syiah Houtsi sejak September 2014, telah menderita kerusakan berat.

O'Brien menambahkan bahwa sekitar 200.000 warga sipil terjebak di Taiz, mereka sangat membutuhkan air minum, makanan, perawatan medis, dan bantuan lainnya.

Lingkungan sipil, fasilitas medis dan tempat lainnya di sekitar kota terus-menerus terkena tembakan, sementara pos pemeriksaan yang mengelilingi kota mencegah orang-orang untuk pindah ke daerah yang lebih aman dan mencari bantuan.

"Houtsi dan sekutunya telah memblokir rute pasokan dan terus menghalangi pengiriman bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan yang menuju Taiz," ungkap O'Brien seperti dilansir BBC.

"Meskipun upaya berulang oleh badan-badan PBB dan mitra kemanusiaan kami untuk bernegosiasi untuk mendapatkan akses dan menjangkau warga, truk kami tetap terjebak di pos pemeriksaan dan hanya bantuan yang sangat terbatas yang telah diizinkan masuk," tambahnya.

Dia juga memperingatkan bahwa rumah sakit di Taiz yang masih berfungsi, sangat kewalahan merawat pasien yang terluka dan menghadapi kekurangan tim medis, obat esensial dan bahan bakar. (haninmazaya/arrahmah.com)

Tiga warga sipil gugur dalam serangan udara Rusia di perbatasan Suriah-Turki

Posted: 26 Nov 2015 01:30 AM PST

Kendaraan yang menjadi target serangan udara Rusia hangus terbakar

AZAZ (Arrahmah.com) - Tiga warga sipil Suriah gugur pada Rabu (25/11/2015) dalam serangan udara pengecut oleh pasukan Rusia yang menghantam kendaraan bantuan di dekat Azaz, kota perbatasan Suriah-Turki di utara Aleppo, ujar laporan aktivis Suriah.

Jet-jet tempur Rusia telah melakukan dua serangan udara di sebuah gudang bantuan di dekat Bab Al-Salameh, meninggalkan 3 orang tewas-dua supir dan seorang relawan, ujar laporan Zaman Alwasl pada Kamis (26/11).

Rusia telah melakukan intervensi militer di Suriah sejak 30 September demi mendukung rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Asad yang dalam beberapa bulan terakhir mengalami banyak kekalahan di berbagai wilayah di Suriah.

Aktivis Suriah mengatakan serangan udara Rusia yang menghantam gudang bantuan yang disponsori oleh Turki merupakan pembalasan Rusia setelah jet tempurnya ditembak jatuh oleh jet Turki pada Selasa (24/11) lalu.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) mengatakan pekan ini bahwa serangan udara Rusia di Suriah sejak 30 September telah membunuh sedikitnya 403 warga sipil termasuk 97 anak. (haninmazaya/arrahmah.com)

Islamofobia, Muslimah Inggris mendapatkan perlakuan buruk di dalam kereta

Posted: 26 Nov 2015 01:00 AM PST

Ruhi Rehman, seorang Muslimah Inggris yang menjadi korban Islamofobia di sebuah kereta

NEWCASTLE (Arrahmah.com) - Seorang Muslimah di Inggris mendapat perlakuan buruk oleh seorang preman di dalam kereta. Muslimah itu dituduh mebawa bom, lansir Daily Mail (24/11/2105).

Ruhi Rehman (23) ketakutan setelah mendapatkan serangan verbal yang tak beralasan ketika ia dan adiknya duduk di Metro di Newcastle pada Sabtu malam (21/11).

Pria itu berteriak kepada Rehman untuk bangun dari kursinya dan mengatakan bahwa 'ini adalah negara saya'. Rehman menampik dan mengatakan bahwa ia berasal dari Newcastle dan lahir di Inggrs.

Tanpa disangka para penumpang lain, yang disinyalir sebagai anggota fans salah satu klub sepakbola, bergegas menyelamatkan Rehman, dan menyuruh pria itu pergi. Namun pria itu mengatakan, "Apakah anda ingin dia mengebom kereta ini?"

Akhirnya pria itu meninggalkan kereta, para penumpang bersorak dan bertepuk tangan.

Rehman berterimakasih kepada mereka dan merasa tersentuh atas apa yang terjadi.

(fath/arrahmah.com)

Muslim AS dipaksa turun dari pesawat saat Islamofobia meningkat

Posted: 26 Nov 2015 12:30 AM PST

Kameelah Rasheed, seorang Muslimah AS yang dipaksa untuk keluar dari pesawat dan harus diinterogasi oleh FBI sejak meningkatnya Islamofobia pasca serangan Paris

Setelah melewati pemeriksaan keamanan rutin di Bandara Internasional Newark Liberty dalam perjalanannya untuk tujuan berlibur ke Istanbul, Turki, Kameelah Rasheed dipanggil untuk ditanyai lebih lanjut oleh petugas bea cukai.

Dia kemudian diizinkan untuk ikut dalam penerbangan United Airlines, tapi akhirnya dipaksa untuk pergi dari pesawat menjelang lepas landas untuk diinterogasi oleh agen FBI.

Muslim Amerika berusia 30 tahun tersebut mengatakan kepada Al Jazeera bahwa selama dua setengah jam cobaan hari itu telah membuatnya trauma dan tidak mampu untuk mempertimbangkan untuk terbang lagi.

"Ini merupakan upaya untuk mempermalukan dan mengutuk saya," ujarnya.

"Saya rasa ini terjadi hanya karena saya Muslim, karena saya berpergian ke Istanbul, karena mereka memiliki kekuatan dengan tanpa pemeriksaan dan perhitungan, karena keamanan berarti melanggar hak-hak rakyat, karena kurangnya pemahaman akan apa artinya keselamatan, karena orang tidak memahami dasar situasi geopolitik."

Rasheed adalah salah satu dari sejumlah Muslim di AS atau orang-orang yang dianggap Muslim, yang mengatakan bahwa mereka telah menerima perlakukan tak menyenangkap sejak serangan di Paris pada 13 November lalu.

Rasheed mengatakan bahwa dia adalah satu-satunya penumpang dari sekitar 200 orang yang diminta untuk meninggalkan pesawat saat itu, saat petugas bea cukai menyita paspor dan ponselnya.

Rasheed merupakan seorang seniman, pendidik, lulusan Universitas Stanford dan kontributor editor di The New Inquiry, menambahkan bahwa maskapai penerbangan telah memesan tiket lain untuknya, tetapi dia takut menjadi sasaran lagi pada perjalanan selanjutnya dan memilih untuk tidak bepergian.

"Saya tidak berpikir adanya peningkatan Islamofobia setelah serangan Paris. Saya pikir itu tidak pernah ada lagi."

Para petugas bea cukai memberikan beberapa pertanyaan yang sama berulang kali, menurut Rasheed. Termasuk:

"Kenapa kamu pergi? Kemana Anda akan pergi di Istanbul? Bagaimana Anda mampu untuk pergi berlibur? Berapa harga tiket yang kamu keluarkan?"

"Pertanyaan-pertanyaan yang terus berulang dan tak masuk akal," ungkapnya. "Saya tidak akan ke perbatasan Suriah. Saya akan pergi ke lokasi wisata, untuk melihat Hagia Sophia dan menaiki kapal feri untuk menyeberangi Boshorus."

Rasheed dituduh hanya memesan tiket sekali jalan, bahkan setelah menunjukkan bukti tiket penerbangan pulang ke petugas di ponselnya.

"Saya sejujurnya sangat trauma dan terguncang. Saya tidak merasa nyaman untuk terbang lagi," ujarnya.

"Ini adalah negara militer di mana kami telah memutuskan untuk tinggal di dalamnya."

"Ini adalah konsekuensi saya sebagai seorang Muslim dan berkulit hitam dan tinggal di Amerika," lanjutnya.

Dia menambahkan bahwa dia telah dihentikan untuk pemeriksaan keamanan beberapa kali sebelumnya.

"Ini membuat saya frustasi, saya tidak bisa terbang seperti orang normal," ungkapnya.

Selasa lalu, Spirit Airlines telah mengusir empat penumpang yang kabarnya keturunan Timur Tengah dari penerbangan dari Baltimore menuju Washington setelah saksi melaporkan adanya aktivitas yang "mencurigakan".

Rabu lalu, warga AS dari Philadelphia, Maher Khalil dan Anas Ayyad diminta untuk mundur sebelum menaiki pesawat di bandara Chicago. Mereka diperintahkan demikian hanya karena seorang penumpang mendengar mereka berbicara dalam bahasa Arab dan mengeluh kepada staf bahwa ia takut terbang di pesawat yang sama. Mereka diinterogasi oleh polisi. (haninmazaya/arrahmah.com)