Palestina

Palestina


Palestina Antara Pilihan Kedaulatan dan Pengakuan Sebagai Negara

Posted: 19 Mar 2015 08:44 AM PDT

Islamedia.co -  Politik Palestina dibangun di atas prinsip inisiatif ke PBB menutut agar bertanggungjawab dalam mengakhiri penjajahan Israel di Palestina. Dalam hal ini Otoritas Palestina mengedepankan pilihan "pengakuan atas negara" daripada "pilihan kedaulatan". Bisa jadi memang karena mereka menyadari bahwa sulit mengakhiri penjajahan Israel melalui pilihan perundingan untuk menentukan penyelesaian politik. Ini berarti bisa jadi jaminan dukungan internasional terhadap pilihan ini harus didasarkan kepada perundingan. Bisa jadi disini dikaitkan antara pilihan pengakuan negara Palestina dan pilihan perundingan. 

Dilema bisa muncul secara bertumpuk di sini. Pengakuan terhadap negara memiliki urgensi dan makna simbolik dan hukum untuk berdirinya negara. Ini yang terjadi ketika lebih dari 126 negara dunia mengakui deklarasi di Aljazair tentang berdirinya negara Palestina tahun 1988, kemudian Palestina memperoleh "kursi negara" pengawas non anggota di PBB, bukan negara dengan keanggotaan penuh. Kenapa ini terjadi? Kenapa negara Palestina tetap tidak memiliki kekuatan apa-apa? Penyebab utamanya adalah hilangnya unsur kedaulatan karena Israel terus menjajah wilayah Palestina yang seharusnya didirikan disana negara tersebut. Inilah yang ditolak Israel. 

Seperti kita ketahui negara harus didirikan di atas tiga tiang; bangsa, pemerintah atau otoritas; kedua unsur ini dimiliki oleh Palestina saat ini, sementara tiang ketiga; kedaulatan tidak ada saat ini. 

Negara tidak sempurna kecuali dengan kedualatan. Karena itu langkah darurat saat ini adalah tanggungjawab PBB yang harus direalisasikan adalah menerapkan resolusi-resolusi terkait Palestina, terutama resolusi nomer 181 yang menegaskan soal dua negara. Konsekwensi resolusi itu adalah Israel berdiri. Resolusi itu tidak bisa dibatalkan. Jika perundingan menjadi pilihan strategi Palestina maka ia membutuhkan dukungan internasional dan menekan Israel agar mematuhi referensi perundingan dari PBB itu. Tidak cukup di situ, harus ada pilihan efektif lain bagaimana mewujudkan kedaulatan penuh di atas Palestina dengan mengakhiri penjajahan. 

Kedaulata penuh akan terwujud bila penjajah dibebani dengan mengembalikan hak-hak Palestina yang telah dicaplok selama bertahun-tahun. Ini berarti semua perundingan yang sudah diteken dengan Israel harus direvisi, terutama soal kesepakatan koordinasi keamanan, hubungan ekonomi yang tidak seimbang, beban-beban Palestina yang ditetapkan dalam perundingan Oslo, dan lainnya. 

Langkah mengharusnya program perjuangan sipil di seluruh dunia atau perjuangan perlawanan di level pemerintah resmi yang pro Palestina. Sampai dunia paham,  bahwa penyebab dari segala yang terjadi di kawasan yang megancam stabilitas keamanan dan mengaitkan antara perdamaian dunia dan perdamaian di Timur Tengah dengan mengakhiri penjajahan dan berdirinya Palestina. 

Dr. Naji Shadiq Sharab