Arrahmah.Com |
- Sepanjang November, rezim Nushairiyah menjatuhkan 820 bom barel di Daraya
- Bantuan kemanusiaan berhasil mencapai wilayah yang dikuasai pejuang Suriah di Homs
- Serangan bom membunuh 30 orang di Chad, pasukan keamanan tuding "Boko Haram"
- Lebih dari 25.000 warga Gaza menunggu untuk bisa melewati perbatasan Rafah
- Orangtua murid di London mengambil tindakan hukum setelah pihak sekolah memaksa anak-anak Muslim sholat di luar ketika hujan
- Penderitaan seorang ibu di Suriah yang anaknya gugur karena serangan udara Rusia
- Tidak ada keadilan bagi keluarga Palestina yang dibakar oleh zionis "Israel"
- Erdogan dan Putin: Mantan sahabat yang berubah menjadi musuh
- Erdogan: Apakah mereka yang mendukung rezim Suriah menghargai nyawa manusia?
- Serangan Islamofobia meningkat tiga kali lipat di London
Sepanjang November, rezim Nushairiyah menjatuhkan 820 bom barel di Daraya Posted: 06 Dec 2015 03:30 PM PST DARAYA (Arrahmah.com) - Pesawat-pesawat tempur rezim Nushairiyah telah menjatuhkan 820 bom barel di kota Daraya, pinggiran selatan ibukota Damaskus, sepanjang November 2015, ujar laporan oleh Dewan Lokal. |
Bantuan kemanusiaan berhasil mencapai wilayah yang dikuasai pejuang Suriah di Homs Posted: 06 Dec 2015 03:00 PM PST HOMS (Arrahmah.com) - Bantuan kemanusiaan telah mencapai wilayah yang dikuasai oleh pejuang Suriah yang terkepung di kota Homs, ujar laporan kelompok pemantau perang Suriah. |
Serangan bom membunuh 30 orang di Chad, pasukan keamanan tuding "Boko Haram" Posted: 06 Dec 2015 03:30 AM PST CHAD (Arrahmah.com) - Sedikitnya 30 orang tewas dan 80 lainnya terluka dalam 3 ledakan bom bunuh diri di sebuah pulau di Danau Chad, menurut pejabat keamanan setempat, sebagaimana dilansir Albawaba pada Sabtu (5/12/2015). Ledakan pada hari Sabtu itu terjadi di bagian danau yang dikendalikan oleh Chad. Ledakan itu telah dikaitkan oleh sumber-sumber keamanan setempat dengan pemberontak "Boko Haram". Tiga gerilyawan meledakkan diri di tiga lokasi yang berbeda di seluruh pulau, menurut sumber keamanan yang sama, berbicara pada kondisi anonimitas. Pengeboman terbaru muncul setelah pemerintah Chad mengumumkan keadaan darurat di wilayah itu pada 9 November lalu setelah serangan yang dilakukan "Boko Haram". Wilayah ini merupakan daerah yang kerap menjadi target serangan "Boko Haram", yang juga aktif di Niger, Nigeria dan Kamerun. (banan/arrahmah.com) |
Lebih dari 25.000 warga Gaza menunggu untuk bisa melewati perbatasan Rafah Posted: 06 Dec 2015 03:00 AM PST MESIR (Arrahmah.com) - Kementerian Dalam Negeri Palestina di Gaza mengatakan pada Jum'at (4/12/2015) bahwa lebih dari 25.000 warga Palestina di Gaza begitu perlu untuk memasuki Mesir melalui perbatasan Rafah untuk sejumlah alasan kemanusiaan, Arabi21 melaporkan. Berbicara secara eksklusif untuk Arabi21, juru bicara kementerian Iyad Al-Bozom mengatakan: "Jum'at adalah hari kedua dan terakhir di mana Mesir membuka perbatasan. Hanya dua bus pengunjung yang bisa melewati perbatasan itu," mencatat pekerjaan yang telah "sangat lambat" pada saat-saat pembukaan perbatasan. Al-Bozom mengatakan bahwa hanya 500 warga Palestina yang melewati perbatasan Rafah pada hari Kamis dan Jum'at. "Ini adalah jumlah yang sangat rendah dibandingkan dengan orang-orang membutuhkan penyebrangan itu, yang jumlahnya melebihi 25.000," katanya. Dia mencatat bahwa orang-orang ini termasuk pasien, mahasiswa, pekerja, pemegang paspor asing dan ibu serta ayah yang berharap untuk bersatu kembali dengan keluarga mereka. Juru bicara itu meminta pemerintah Mesir untuk memperpanjang waktu pembukaan penyeberangan untuk membiarkan lebih banyak warga Gaza yang melakukan perjalanan melewatinya. Perbatasan Rafah merupakan akses satu-satunya warga Gaza ke dunia luar di mana titik perbatasan lainnya yang berbatasan dengan "Israel" disalahgunakan pasukan Zionis untuk menangkapi warga Palestina. Penjajah "Israel" telah memberlakukan blokade yang melumpuhkan Jalur Gaza dengan bantuan Mesir, membatasi pergerakan barang dan orang, serta merugikan infrastruktur dan kehidupan warga Palestina di daerah Jalur Gaza. (banan/arrahmah.com) |
Posted: 06 Dec 2015 02:00 AM PST MIRFIELD (Arrahmah.com) – Para orangtua murid akan mengambil tindakan hukum kepada pihak sekolah lantaran anak-anak mereka dipaksa untuk sholat di luar gedung sekolah ketika sedang turun hujan. Pihak keluarga mengatakan bahwa hal tersebut sudah berlangsung sejak Oktober 2014, tepatnya ketika penggunaan aula sekolah sudah ditarik, dan mengambil tindakan hukum adalah jalan terakhir yang harus mereka ambil, lansir Daily Mail (2/11/2015).
|
Penderitaan seorang ibu di Suriah yang anaknya gugur karena serangan udara Rusia Posted: 06 Dec 2015 01:00 AM PST Seorang ibu benar-benar hancur hatinya setelah anak gadisnya yang berusia 5 tahun gugur dalam serangan udara Rusia di Suriah. Dia menceritakan bagaimana liburan keluarga tersebut berubah menjadi kisah pembantaian yang menewaskan tiga orang yang dicintainya. Suheer, nama ibu tersebut, berbicara kepada The Guardian dari Turki, bahwa keluarganya yang tersisa sekarang telah kembali dalam upaya untuk memperoleh keselamatan. Putrinya, Raghat (5), gugur dalam pemboman Rusia pada bulan Oktober, bersama kakek dan sepupunya. Keluarga itu melarikan diri dari perang Suriah untuk hidup di Turki pada tahun 2011, dan kembali ke Suriah untuk melakukan kunjungan singkat ke rumah kakek-nenek Raghat untuk merayakan Idul Fitri. Mereka yakin bahwa daerah yang telah dikuasai kelompok oposisi itu tidak akan menjadi sasaran serangan bom. "Saya hanya membawa anak-anak saya ke Suriah selama enam hari," kata Suheer. "Kami akan pulang pada hari berikutnya. Suami saya tidak akan pernah melihat putrinya lagi." Raghat sedang berbelanja bersama bibinya ketika mereka kembali ke rumah kakek-neneknya di Kota Habeet, di provinsi yang dikuasai kelompok oposisi dari Idlib, dan dia meninggal sedikit lebih dari satu jam kemudian. Sebuah foto diambil dari saat-saat terakhir Raghat, yang menunjukkan dia sedang bahagia dengan pakaian polka dot dan gelang barunya. Tak lama setelah itu, keluarga mendengar jet militer mendekat dan Nenek Zahra mengambil gadis itu dan berlari untuk berlindung di kebun. Seorang kerabat mengatakan kepada Associated Press bahwa Zahra menyerahkan gadis itu kepada sepupunya di tempat penampungan, kemudian sebuah rudal menghantamnya. Nenek itu selamat dengan luka bakar yang cukup serius, tetapi suaminya ditemukan di lantai atas gedung dengan luka yang sangat fatal. Suaminya meninggal di rumah sakit. Raghat, gadis cantik berusia lima tahun itu, ditemukan terlungkup dengan kerusakan parah di tengkoraknya, berada di lengan Ahmed, sepupunya, yang juga tewas di tempat. Keluarga percaya bahwa Ahmed mencoba untuk melindungi gadis Raghat. Suheer, ibunda Raghat, sedang berada di ruangan lain rumah itu ketika rudal menghantam. Suheer terluka dan selamat. Sebagaimana dilansir Independent (5/12/2015), serangan udara pada tanggal 1 Oktober itu teradi hanya dua hari setelah militer Rusia memulai serangan pemboman di Suriah. Rusia dikritik karena telah menargetkan semua pihak yang melawan Assad, bukan ISIS. Kakek Raghat, Abdul Razzaq, adalah seorang pembelot dari pasukan Suriah dan mendirikan Brigade Ahbab Al-Mustafa, sebuah faksi awal yang membentuk FSA atau Free Syrian Army. Keluarganya mengatakan bahwa kakek Raghat telah pensiun dan telah menghentikan semua kegiatan pemberontakannya awal tahun ini. Tidak jelas apakah dia adalah target serangan atau bukan. Militer Rusia membantah klaim yang mengatakan bahwa mereka telah membunuh ratusan korban sipil. Mereka mengatakan telah menggunakan berbagai sumber intelijen untuk merencanakan setiap serangan dan memastikan tidak akan salah sasaran. Kematian Raghat ini telah didokumentasikan oleh Observatorium Suriah yang berbasis di Inggris untuk Hak Asasi Manusia. Observatorium itu melaporkan bahwa tiga warga sipil telah gugur dan di antaranya adalah seorang gadis berusia 5 tahun. (fath/arrahmah.com) |
Tidak ada keadilan bagi keluarga Palestina yang dibakar oleh zionis "Israel" Posted: 05 Dec 2015 10:16 PM PST TEPI BARAT (Arrahmah.com) - Kerabat dari beberapa waga Palestina yang tewas bersama dengan balita mereka dalam serangan pembakaran pada Juli lalu mengatakan bahwa mereka tidak percaya terhadap janji "Israel" untuk memberikan keadilan, meskipun para tersangka Yahudi itu telah ditangkap. Sebagaimana dilansir oleh World Bulletin, Sabtu (5/12/12015), layanan keamanan dalam negeri "Israel", Shin Bet, mengatakan pada Kamis, (3/12), bahwa pihaknya telah menahan beberapa pemuda yang diduga merupakan anggota dari sebuah organisasi teror Yahudi dan melaksanakan serangan teror, termasuk pembakaran rumah keluarga Dawabsha di desa Duma, Tepi Barat yang diduduki. "Saya berharap bahwa ini benar," nenek dari keluarga Dawabsha, Rahib Zeti, (65), mengatakan kepada AFP. "Tetapi bahkan jika Netanyahu mengatakan bahwa dia telah menangkap mereka, apa yang akan mereka lakukan kepada mereka (pelaku pembakaran)?" Serangan pembakaran itu menewaskan Ali Saad Dawabsha, yang baru berusia 18 bulan. Kedua orang tuanya, Riham dan Saad, meninggal di rumah sakit akibat luka bakar yang dideritanya, dan kakaknya yang berusia empat tahun, Ahmad, masih dirawat. Hal ini dianggap sebagai salah satu faktor yang memicu gerakan perlawanan Palestina atau Intifada yang meletus sejak Oktober, yang sejauh ini telah merenggut nyawa lebih dari 120 orang, termasuk 108 warga Palestina dan 17 warga "Israel". Muhammad Dawabsha, (68), kakek dari anak-anak itu, mengungkakan ketidakpercayaannya terhadap pemerintah "Israel". "Mereka adalah pembohong," katanya kepada AFP. Dia juga berbicara tentang keputusan pengadilan pada hari Senin terkait kasus pembakaran hidup-hidup seorang remaja Palestina tahun lalu. Dua warga "Israel" pelaku pembakaran remaja Palestina, Muhammad Abu Khdeir, (16), telah dinyatakan bersalah, tetapi keputusan terhadap tersangka utama masih ditangguhkan, menunggu hasil evaluasi dari psikiatri. Sebuah poster dari Abu Khdeir tergantung di rumah keluarga Dawabsha, yang masih dalam keadaan rusak parah dan menghitam akibat bekas kebakaran. (ameera/arrahmah.com) |
Erdogan dan Putin: Mantan sahabat yang berubah menjadi musuh Posted: 05 Dec 2015 09:00 PM PST ANKARA (Arrahmah.com) - Recep Tayyip Erdogan dan Vladimir Putin, dua pemimpin dengan kemiripan kharisma, yang telah membangun era baru kerjasama antara Turki dan Rusia, telah mengalami perdebatan yang akan merusak hubungan mereka selama bertahun-tahun yang akan datang. Kedua presiden, yang ditempa persahabatan yang kuat selama lebih dari satu dekade berkuasa, telah terlibat saling kecam sejak Turki menembak jatuh sebuah pesawat tempur Rusia pada 24 November di perbatasan Suriah atas dugaan pelanggaran berulang di wilayah udaranya. Putin menuduh pimpinan Turki itu mengimpor minyak dari ISIS di Suriah, tuduhan yang ditanggapi oleh Erdogan sebagai fitnah. Philip Gordon, anggota senior Council on Foreign Relations (CFR) yang berbasis di AS, mengatakan bahwa kedua pemimpin itu cenderung semakin memperparah pertikaian dan tidak ada yang mau mengalah. Putin, pada Kamis (3/12) menggambarkan kepemimpinan Turki sebagai kelompok penguasa yang kehilangan akal sehat, dan pemimpin Turki menolak untuk minta maaf, dimana hal ini akan semakin sulit untuk memulihkan hubungan mereka kembali. Fredrik Wesslau, anggota Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa (ECFR), mengatakan bahwa pertikaian itu telah berubah menjadi lebih pribadi karena legitimasi dari dua laki-laki itu tergantung pada siapa yang akan menjadi pemenang pada akhirnya. Kredibilitas kedua pemimpin itu akan "rusak" oleh sikap yang menunjukkan "kelemahan", misal, meminta maaf atau sikap berdamai, lanjut Fredrik, dikutip dari Tribun. Persabahatan mereka berdua telah ditandai oleh keinginan yang kuat untuk meminimalisir perbedaan terkait isu-isu seperti Suriah atau krisis Ukraina - apalagi perang berabad-abad yang dilancarkan oleh Kesultanan Utsmani dan Kekaisaran Rusia - menghambat kerjasama strategis mereka. Ikatan pribadi antara kedua laki-laki itu sangat terlihat saat keduanya berhasil membawa bangsa mereka keluar dari krisis ekonomi menuju sebuah stabilitas era baru, Bahkan keduanya dianggap memiliki otoriterisme yang sama seperti Kekaisara Tsar Rusia dan Kesultanan Utsmani. Hanya sembilan hari menjelang penembakan jatuh pesawat tempur itu, Erdogan menyambut hangat Putin di pertemuan puncak G20 di resor Antalya, Turki, sebagai seorang sahabat lama. Di bawah kepemimpinan mereka, warga dari kedua negara itu bisa masuk dengan bebas visa, sebuah proyek ambisius untuk pipa gas Laut Hitam telah disepakati, dan Rusia mulai membangun pembangkit listrik tenaga nuklir pertama Turki. Pada kunjungan ke Rusia pada bulan November tahun 2013, Erdogan bahkan menyarankan agar Turki bisa bergabung dengan kelompok keamanan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) yang dipimpin oleh Moskow dan Beijing, dan bergabung dengan Persatuan Ekonomi Eurasia-nya Putin, langkah-langkah yang bisa mengacaukan tawaran keanggotaan Turki di Uni Eropa. Tapi dalam 10 hari terakhir saja, Rusia mengatakan akan memberlakukan kembali visa untuk Turki, menghentikan perundingan tentang jaringan pipa TurkStream dan menolak untuk menjamin bahwa pekerjaan pembangkit listrik tenaga nuklir Akkuyu akan terus berlanjut. Sementara itu, tawaran keanggotaan Turki di Uni Eropa yang selama ini macet, telah kembali menemukan momentumnya. "Saya sangat menyesal karena saya secara pribadi banyak berinvestasi dalam membangun hubungan ini," ungkap Putin. Erdogan menyatakan nostalgia untuk masa masa indah yang telah dilalui bersama ia dan Putin. "Dia (Putin) selalu berbicara tentang keberanian saya. Dia juga berkomentar banyak tentang kenegarawanan saya yang jujur," kata Erdogan. Sebelum insiden pesawat itu, Presiden AS Barack Obama sempat memuji pembicaraan antara kekuatan global dan regional di Wina sebagai kemajuan untuk menuju kepada penemuan solusi. (ameera/arrahmah.com) |
Erdogan: Apakah mereka yang mendukung rezim Suriah menghargai nyawa manusia? Posted: 05 Dec 2015 08:30 PM PST ANKARA (Arrahmah.com) - Berbicara dalam peringatan Hari Penyandang Disabilitas Internasional di Istana Kepresidenan di Ankara, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, "Bisakah sebuah rezim yang telah membunuh 380.000 rakyatnya dengan menggunakan senjata kimia dan tradisional dan 12 juta orang terpaksa mengungsi, memiliki hubungan dengan kemanusiaan? Dapakah mereka memberi dukungan tanpa syarat kepada rezim ini, terlepas dari pembantaian, serta melakukan upaya terang-terangan untuk menjaga rezim yang berkuasa, memberi nilai bagi kehidupan manusia?" |
Serangan Islamofobia meningkat tiga kali lipat di London Posted: 05 Dec 2015 08:00 PM PST LONDON (Arrahmah.com) - Tindakan kriminal terhadap Muslim di London meningkat tiga kali lipat pasca serangan di Paris. Muslim di Inggris khawatir akan terjadi serangan berikutnya setelah anggota parlemen Inggris memperpanjang serangan udara di Irak dan Suriah, lansir RT (4/12/2015). |
You are subscribed to email updates from Arrahmah.com. To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |