Arrahmah.Com

Arrahmah.Com

Link to Arrahmah.com

Tentara Zionis dan warga Palestina terlibat bentrok saat pawai peringatan hari Nakba

Posted: 15 May 2015 04:58 PM PDT

Seorang warga Palestina mengenakan topeng dan mengangkat kunci yang terpotong  selama pawai menjelang peringatan hari Nakba di kota Bethlehem di Tepi Barat pada 14 Mei 2014. (Foto: Reuters)

TEPI BARAT (Arrahmah.com) - Tentara Zionis "Israel" menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah warga Palestina di Tepi Barat pada Jum'at (15/5/2015), melukai sedikitnya 17 orang, ujar tenaga medis.

Bentrokan terjadi di dekat Ramallah dan di Nablus, setelah kabinet "Israel" yang baru mulai bekerja dan warga Palestina memperingati 67 tahun hari Nakba atau bencana yang menimpa mereka ketika "Israel" berdiri dan menduduki Palestina pada tahun 1948.

Warga Palestina menggelar aksi demonstrasi di luar penjara militer Ofer di dekat Ramallah, puluhan demonstran melemparkan batu ke arah tentara yang menembakkan gas air mata dan peluru karet, ujar seorang koresponden AFP.

Petugas medis mengatakan tujuh orang terluka.

Dalam bentrokan di Nabls, peluru karet dan peluru tajam tentara Zionis melukai sedikitnya 10 warga Palestina, ujar saksi mata seperti dilansir Al Arabiya.

Tentara Zionis "Israel" mengonfirmasi bentrokan namun tidak mengakui bahwa peluru telah ditembakkan.

Lebih dari 760.000 warga Palestina-diperkirakan saat ini berjumlah sekitar 5,5 juta dengan keturunan mereka-melarikan diri atau diusir dari rumah mereka pada tahun 1948 yang dikenal dengan hari Nakba. Sejak saat itu hari Nakba diperingati setiap
15 Mei.

Bagi warga Palestina, hak untuk kembali ke rumah mereka di mana mereka dipaksa untuk keluar, merupakan prasyarat untuk perjanjian damai dengan "Israel", namun itu adalah permintaan yang telah ditolak oleh "Israel" dan tidak akan pernah dilakukan oleh mereka. (haninmazaya/arrahmah.com)

Dzhokhar Tsarnaev dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan AS

Posted: 15 May 2015 04:28 PM PDT

dzokhar tsarnaev

BOSTON (Arrahmah.com) - Seorang juri AS telah memutuskan Dzhokhar Tsarnaev harus mati karena "perannya" dalam pemboman maraton Boston di bulan April 2013.

Keputusan tersebut dikeluarkan pada Jum'at (15/5/2015) setelah 14 jam pertimbangan apakah Tsarnaev harus dipenjara selama sisa hidupnya atau dieksekusi, lansir Al Jazeera.

Pemuda Muslim berusia 21 tahun tersebut tidak bereaksi ketika keputusan dibacakan, kantor berita AP melaporkan.

Tsarnaev divonis bulan lalu atas 30 tuduhan yang dijatuhkan kepadanya meskipun dalam sidang-sidang sebelumnya Dzhokhar Tsarnaev menyatakan dirinya tidak bersalah atas semua tuduhan tersebut.

Tiga orang tewas dan lebih dari 260 terluka ketika bom yang dikemas dalam panci presto meledak di dekat garis finish perlombaan maraton pada 15 April 2013 di Boston. Dua bersaudara Dzhokhar dan Tamerlan Tsarnaev dituduh oleh polisi sebagai pelaku serangan bom tersebut. Tamerlan Tsarnaev telah dibunuh oleh polisi Boston selama operasi pengejaran dan Dzhokhar ditangkap dalam keadaan masih hidup namun menderita luka parah akibat tembakan polisi.

Pengacara yang dipasang untuk "membela" Dzhokhar Tsarnaev mengklaim bahwa kliennya merupakan salah seorang pelaku pemboman. Namun ia berusaha untuk menunjukkan bahwa sebagian besar kesalahan jatuh pada kakaknya yang ingin menghukum AS atas tindakannya di negara-negara Muslim. Sang pengacara mengklaim Dzhokhar yang saat itu berusia 19 tahun terpengaruh saudaranya yang ia kagumi.

Carmen Ortiz, salah seorang jaksa, memuji para juri dan mengatakan bahwa keputusan tersebut "adil".

Komisaris Polisi Boston, William Evans mengungkapkan hal senada, ia mengklaim bahwa vonis menjadi penghiburan bagi semua yang terluka. (haninmazaya/arrahmah.com)

Walikota Perancis berusaha untuk melarang Islam di Perancis

Posted: 15 May 2015 03:55 PM PDT

robert-chardon

PARIS (Arrahmah.com) - Robert Chardon merupakan walikota Venelles, sebuah kota dekat Aix-en-Provence dengan populasi sekitar 8.000 orang. Dia mewakili partai Perhimpunan Gerakan Rakyat, yang merupakan salah satu partai konservatif terbesar di Perancis. Dia juga merupakan wakil presiden Organisasi Kota sekitar Aix-en-Provence.

Sejak Kamis, ia telah mengirimkan berbagai tweet dengan pesan anti-Muslim.

"Kami juga membutuhkan Marshall Plan untuk mengirim Muslim ke negara-negara di mana agama itu dipraktekkan," katanya dalam tweet-nya, sebagaimana dilansir oleh World Bulletin, Jum'at (15/5/2014).

Menurutnya, Islam berasal dari bangsa Timur, dan Perancis harus lebih menyambut "saudara" dari kalangan Kristen Oriental.

Dia juga mengatakan bahwa hukum sekularsime Perancis tahun 1905 - yang menjamin kebebasan beragama - harus dihapus dan "negara harus mempromosikan ajaran agama Kristen."

Chardon memutuskan untuk memulai kampanyenya saat cuti sakit dari kegiatan politiknya; dimana selama ini dia sedang dirawat karena kanker mulut.

Dia mengatakan kepada harian Prancis Le Monde bahwa ide itu imuncul selama dia dalam masa perawatan - "itu satu-satunya solusi untuk sebagian besar masalah Perancis," katanya.

Dia mengirim dua tweet ke akun Sarkozy, dan mengatakan bahwa ia mengharapkan balasan.

Menurut ketentuan hukum Perancis, Chardon bisa mengalami penuntutan pidana atas pernyataan ini.

Berbicara kepada Anadolu Agency, Abdallah Zekri, presiden dari Observatorium Nasional melawan Islamofobia, mengecam komentar Chardon yang menggambarkan bahwa pernyataan tersebut "tidak bisa diterima" dan komentar itu merupakan pelanggaran terhadap hukum sekularisme Perancis "yang memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama."

Dia mendesak pemerintah Perancis dan Sarkozy untuk bersikap tegas terhadap pernyataan walikota itu.

(ameera/arrahmah.com)

Usai lecehkan Syariat, Pemred Kompas.com minta maaf kepada umat Islam

Posted: 15 May 2015 07:47 AM PDT

Pihak Kompas,com yang menemui PUSHAMI, Kiri ke kanan: Tri Wahono (Redpel Kompas.com), Ahmad Subechi (Pemred Kompas) dan Muhammad Bakir (Redpel Koran Kompas)

JAKARTA (Arrahmah.com) - Pemimpin Redaksi Kompas.com Ahmad Subechi meminta maaf kepada seluruh umat Islam Indonesia atas kesalahan dalam memuat pemberitaan yang melecehkan syariat Islam.

"Kami pimpinan Kompas.com mohon maaf atas keteledoran ini yang tidak kami sengaja. Mudah-mudahan ke depan kami lebih arif, lebih bijak, lebih berhati-hati lagi dalam menayangkan berita," katanya kepada Arrahmah.com, usai pertemuan dengan Pusat HAM Islam, Indonesia (PUSHAMI) di kawasan Tanah Abang Jakarta Pusat Jumat, (15/5/2015)

Bechi juga menyatakan teknis minta maaf itu yakni pertama kami minta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, kepada umat Islam. Kedua berita itu kita cabut dan kita nyatakan tidak ada.

Sebelumnya terjadi pertemuan antara PUSHAMI dengan pihak Kompas. Dalam pertemuan itu juga Kompas menyatakan hal yang sama.

Muhammad Bakir, Redaktur Pelaksana koran Kompas yang turut dalam pertemuan itu mengatakan bahwa dengan itikad baik Kompas ingin segera menyelesaikan persoalan ini. Oleh karenanya, kata Bakir, dia tidak ingin melalui surat menyurat. Melainkan dengan langsung saja mendatangi PUSHAMI, agar persoalan cepat selesai.

Kompas menyebut bahwa manajemen telah memberi sanksi kepada wartawannya yang menulis penghinaan terhadap syariat Islam dengan memindahkannya ke desk olahraga.

Sementara itu Haryadi Nasution (Ombat) Ketua PUSHAMI mengapresiasi itikad baik dan kedatangan pihak Kompas. Namun dia juga akan terus memantau sikap permintaan maaf tersebut dan menanti janji penurunan berita tersebut.

"PUSHAMI meminta pihak Kompas terus waspada terhadap tulisan mereka," kata mantan vokalis band setan ini.

Kata Ombat, Syariat Islam secara global adalah sesuatu yang suci, sangat tidak etis bila disandingkan dengan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan syariat itu.

Disepakati empat hal, Kompas berjanji akan meminta maaf secara terbuka di media online, memberikan hak jawab kepada umat Islam dalam hal ini PUSHAMI dan link berita yang beredar saat dibuka akan memuat permintaan maaf Kompas kepada umat Islam serta berjanji tidak akan mengulangi kelalaiannya lagi.

Turut hadir pada pertemuan itu para Direktur PUSHAMI antara lain tampak Yusuf Sembiring, Direktur kontra terorisme dan kontra separatisme dan Jaka Setiawan, Direktur kajian stratejik dan kebijakan publik.

Tayangan berita Kompas.com yang melecehkan Syariat Islam

Tayangan berita Kompas.com yang melecehkan Syariat Islam

Pada pertemuan itu Jaka Setiawan menunjukkan bahwa berita "Kehidupan Rahasia Sultan Brunei dari Seks, Dusta, dan Hukum Syariah" yang katanya telah diturunkan itu, ternyata masih banyak terdapat pada media online Grup Kompas, seperti Tribunenews berbagai daerah.

Sementara Yusuf Sembiring mengingatkan Kompas bahwa pemberitaan yang menghina Islam dan menyinggung umat Islam telah berulang kali telah dilakukan Kompas. Kata dia, koran Kompas pada tahun 1986 juga telah melakukan hal sama. Dia meminta tulisan yang menghina syariat Islam ini terakhir kali.

"Jangan ada lagi sampai hari kiamat," tegas dia.

Sebelumnya telah diwartakan PUSHAMI berencana melakukan somasi terhadap Kompas terkait pemberitaan Kesultanan Brunei. Menurut Direktur Kajian Strategis dan Kebijakan Publik PUSHAMI, Jaka Setiawan, surat somasi sudah disiapkan.

PUSHAMI mengambil langkah hukum karena Kompas dianggap meneruskan propaganda hitam situs news.com.au yang menyerang penerapan syariat Islam di Brunei Darussalam.

"Kompas melecehkan syariat Islam. Beritanya tidak relevan, menghubung-hubungkan syariat Islam dengan hedonisme di kerajaan Brunei yang informasinya belum dikonfirmasi," terang Jaka.

Menurut Jaka, Kompas telah memuat mentah-mentah pemberitaan situs tersebut. Sehingga menghina dan merendahkan syariat Islam.

"Kompas telah membangun framing pemberitaan dan sentimen negatif terhadap Islam dan Syariat Islam. Masih banyak sudut pandang yang lebih objektif dalam pemberitaan itu, kenapa tidak diambil," ujarnya.

Sebagai informasi, pada Senin 27 April 2015 situs berita Kompas.com telah memuat tulisan berjudul "Kehidupan Rahasia Sultan Brunei dari Seks, Dusta, dan Hukum Syariah".

Judul artikel tersebut kini telah mengalami perubahan menjadi "Membedah Kehidupan Rahasia Sultan Brunei".

Tulisan tersebut dianggap 'menyerang' hukum Islam yang diberlakukan oleh Sultan Brunei. Tulisan itu juga memuat peryataan sejumlah artis Hollywood bahwa mereka "merasa muak dengan penerapan hukum Islam kuno tersebut". (azmuttaqin/arrahmah.com)

Puluhan warga Palestina terluka dalam ledakan roket "Israel" di Gaza

Posted: 15 May 2015 06:10 AM PDT

israeli-tank

PALESTINA (Arrahmah.com) - Puluhan warga Palestina terluka pada Kamis (14/5/2015) ketika sebuah roket "Israel" meledak di Jalur Gaza utara, lansir MEMO.

Kementerian Dalam Negeri Palestina mengatakan 50 orang terluka di kota Beit Lahia, di utara Jalur Gaza, selama pembongkaran sebuah roket F-16 "Israel" yang ditinggalkan oleh tentara "Israel".

Mereka yang terluka dipindahkan ke rumah sakit Kamal Adwan di utara dan rumah sakit As-Syifaa di kota Gaza.

Seorang juru bicara Kementerian Kesehatan Palestina, Ashraf Al-Qudra, mengatakan 50 orang tiba di rumah sakit setelah mengalami luka serius akibat ledakan itu, namun alhamdulillah, tidak ada korban yang dilaporkan.

Banyak warga Palestina yang telah tewas dan terluka selama satu tahun terakhir dalam ledakan benda mencurigakan yang ternyata bahan peledak yang ditinggalkan oleh tentara "Israel".

(banan/arrahmah.com)

Serahkan bantuan untuk pengungsi Rohingya, Gubernur Aceh: "Sesama Muslim bersaudara"

Posted: 15 May 2015 05:55 AM PDT

aceh

ACEH (Arrahmah.com) - Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyerahkan bantuan sandang dan pangan untuk warga Muslim Rohingya yang terdampar di perairan Aceh Utara.

Bantuan sebanyak tiga truk itu diserahkan kepada Kepala Dinas Sosial Aceh Al Hudri yang selanjutnya diantar langsung ke Aceh Utara.

"Sesama Muslim adalah bersaudara. Nestapa dan kepiluan mereka juga bagian dari kehidupan kita," kata Zaini di sela-sela pelepasan bantuan di halaman Pendopo Gubernur Aceh, Banda Aceh, Kamis (14/5/2015).

Zaini mengatakan bantuan spontanitas itu diharapkan dapat disalurkan secepatnya karena mereka sangat membutuhkan.

"Tolong bantuan ini segera diantar dan didistribusikan kepada saudara kita yang saat ini sedang membutuhkan," katanya, sebagaimana dilansir Salam-online dari Antara.

Selain sembako, Gubernur juga membantu pakaian, sarung, perlengkapan tidur, peralatan mandi, dan sejumlah bantuan lainnya.

Dalam pelepasan bantuan itu turut hadir di antaranya Kepala BPBA Said Rasul, Kepala Bappeda Aceh Prof Abu Bakar Karim, Kepala BPM Aceh Zulkifli Hs, dan Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh HM Ali Al Fata.

Berdasar data Dinas Sosial Aceh, saat ini Muslim Rohingya yang ditampung di Gelanggang Olah Raga (GOR) Lhoksukon, Aceh Utara, berjumlah 469 jiwa terdiri dari 98 wanita, 51 anak-anak, dan selebihnya adalah laki-laki. Beberapa dari mereka saat ini sedang menjalani perawatan medis karena kondisi tubuh yang lemah.

Ratusan Muslim Rohingya itu terdampar di pantai Aceh Utara pada Ahad (10/5). Lebih dari 500 orang Rohingya itu dievakuasi oleh Tim SAR Indonesia di perairan Selat Malaka, Aceh Utara.

(banan/arrahmah.com)

Kontributor Arrahmah: Kabar gembira dari Kota Idlib

Posted: 15 May 2015 03:35 AM PDT

MAsyarakat Idlib kembali ke kampung halamannya, meski masih ada serangan udara dari rezim Assad, dok. Ruteurs

IDLIB (Arrahmah.com) - "Kabar gembira dari kota Idlib." Demikian pesan kontributor Arrahmah, Akhuna Jundullah, Jum'at (15/5/2015).

Alhamdulillah, setelah 1 bulan lebih Kota Idlib dikuasai oleh para Mujahidin, kini masyarakat Idlib yang sebelumnya mengungsi mulai berdatangan kembali ke kampung halamannya. Walaupun demikian, tak jarang rezim Basyar Assad membombardir Kota Idlib melalui serangan udara.

Dua minggu sebelumnya, masalah pangan di Kota Idlib menjadi kendala. Makanan susah ditemukan, tetapi akhir-akhir ini alhamdulillah sudah ada solusi pangan.

Selain itu, aktifitas masyarakat mulai lancar kembali dan masyarakat Idlib pun menerima sekali para mujahidin. Padahal sebelumnya, sebagian besar masyarakat Idlib beranggapan besar kepada para Mujahidin sebagai irhabi, teroris, dan ekstrimis.

"Ternyata angapan mereka selama ini salah total. Itulah yang selama ini rezim Assad pahamkan kepada sebagian besar masyarakat Idlib melalui media-media para zionis Basar Assad dan terlebih syiah," jelas Jundullah.

Masjid Idlib "hidup' kembali

Aktifitas mulai "hidup" lagi dari Masjid-masjid di Kota Idlib. Kami bersama-sama menguatkan kembali pemahaman aqidah Tauhid yang benar menurut al Qur'an dan as sunnah. Kegiatan rutin itu dilakukan setiap selesai shalat fardu.

"Alhamdulillah, kini masyarakat Idlib mulai berbondong-bondong untuk melakukan shalat ke Masjid," ujar Jundullah.

Bahkan menurut Jundullah, ada juga kejadian menarik, saat tausiyah rutin itu. Beberapa warga Idlib sangat ingin mengulangi syahadatnya kembali.

"Subahanallah, ketika itu, tepatnya setelah shalat maghrib, salah satu Mujahidin memberikan tausiyah rutin dan saat selesai menyampaikan tausiyah ada sebagian masyarakat yang mendegarkan tuasiah dari sang mujahid tersebut ingin mengulang syahadatnya kembali. Subahanallah mereka baru menikmati indahnya Islam yang benar-benar mereka rasakan dengan Tauhid yang benar, Al Qur'an dan sunnah, Subahanallah."

Jundullah juga menuturkan bahwa, "Insyaa Allah, dalam waktu dekat ini di Kota Idlib akan segera dibentuk maktab da'wah.

Antusias masyarakat Idlib untuk beribadah semakin terlihat. Hal tersebut dapat diukur dengan ramainya mereka untuk ke Masjid setelah provinsi besar itu diambil alih oleh para Mujahidin.

Melihat situasi yang berkembang di Idlib, kontributor Arrahmah ini optimis. "Alhamdulillah, kemenangan mujahidin terlihat sudah di ambang mata setelah Kota Idlib diambil alih para Mujahidin."

"Dan untuk semua wilayah yang telah diambil alih Mujahidin akan dibentuk Jaisyul Fath, baik itu di Halab,di Homs, di Hamma dan tempat lain," pungkas Jundullah memekik takbir.

"Alahu Akbar, Allahu Akbar!" (adibahasan/arrahmah.com)

Video: Tentara anak-anak rekrutan ISIS diselamatkan Mujahidin

Posted: 15 May 2015 02:38 AM PDT

children soldier, ISIS recruitee

DEIR E-ZOUR (Arrahmah.com) - Sebuah video yang cukup mengejutkan tentang fenomena "tentara anak" dipublikasikan pada Youtube, Selasa (12/5/2015). Dua tentara anak-anak bersenjata lengkap pada video tersebut mengungkapkan modus baru ISIS (Daesh) dalam perang Suriah.

Kedua "tentara anak" itu diselamatkan Mujahidin Jabhah Nushrah dalam pertempuran di Deir e-Zour. Dalam video berdurasi 1.47 menit tersebut, mereka memberikan kesaksian terkini tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam perang Suriah dari sudut pandang seorang bocah (context of childhood).

Mereka ditangkap saat "diberdayakan" sebagai pasukan, untuk berperang di pihak Jama'ah Daulah ISIS. Dalam sebuah wawancara dengan pewawancara Jabhah Nusrah mereka memberitahu bahwa telah berusia 13 tahun dan telah berperang dalam barisan ISIS sedikitnya lebih dari dua bulan .

"Aksen dari dua anak dalam video tersebut menunjukkan mereka berasal dari pedesaan Suriah utara Aleppo, Al-Hasakah atau Ar-Raqqa," kata Mujahid a-Shami, seorang aktivis perlawanan yang berbasis di Deir e-Zour kepada Syria Direct pada Rabu (13/5). A-Shami juga menyatakan keyakinannya yang kuat akan keaslian video tersebut.

Ketika ditanya tentang pendapat mereka tentang apa yang terjadi di Suriah, salah satu tentara anak ISIS itu menjawa, " (Yang terjadi di Suriah adalah) Muslim membunuh Muslim. Sepupu saya berada di sisi (faksi Mujahidin) lain, jadi posisinya saya membunuh sepupu saya atau dia membunuh saya."

"Dalam Deir e-Zor sendiri, saat ini terdapat lebih dari 600 anak-anak yang telah direkrut ke dalam Jamaah Daulah ISIS, dan hampir 40 anak-anak telah tewas," kata as-Shami, direktur media yang mengkampanyekan bahwa Deir e-Zor telah 'Mengalami Penghancuran dalam Diam'.

"Anak-anak yang bergabung ISIS bukanlah pihak yang berperan utama, mereka hanyalah korban yang terjerumus ke dalam bujukan uang, doktrin dan senjata."

Inilah potret "children of warfare", mereka terseret situasi dan kondisi tanpa bisa mengelak dari peperangan. Allahu yahfidz. (adibahasan/arrahmah.com)

Tak ada Ukhuwah Islamiyah antara Sunni dan Syiah (10)

Posted: 15 May 2015 02:00 AM PDT

Jannatul Firdaus

Oleh Apad Ruslan

(Arrahmah.com) - Keimanan Syiah terhadap rukun iman sangat berbeda dengan kaum Muslimin. Syiah mengklaim bahwa akhirat sepenuhnya ada dalam genggaman Imamah mereka. Astaghfirullah.

Berikut ulasan mengenai akhirat versi Syiah yang Arrahmah kutip dari Sigabah.com. Ulasan ini diadaptasi dari buku Mungkinkah SUNNAH-SYIAH DALAM UKHUWAH? Jawaban Atas Buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan, Mungkinkah?). Bismillah.

Syiah dan Rukun Iman: Hari Akhir (Akhirat)

Tentang hari Akhir, Syiah—seperti pada rukun Iman yang lain—juga punya pandangan yang jauh berbeda dengan umat Islam. Sudah menjadi suatu kelaziman, bahwa Syiah mesti menghubungkan segala urusan agama dengan doktrin sentral mereka, yakni imamah. Percaya pada keberadaan hari akhir tidak sah jika tidak percaya pada imamah. Menurut Syiah, bagaimana beriman kepada hari akhir dapat diterima tanpa keimanan kepada para Imam Ahlul Bait, padahal urusan akhirat sepenuhnya berada di genggaman mereka. Merekalah yang berhak memasukan seseorang ke dalam surga atau neraka. Hal ini telah dinyatakan­ oleh al-Kulaini dalam al-Kafi sebagai berikut:

الآخِرَةِ لِلْإِمَامِ يَضَعُهَا حَيْثُ يَشَاءُ وَ يَدْفَعُهَا اِلَى مَنْ يَشَاءُ جَائِزٌ لَهُ ذَلِكَ مِنَ اللهِ.

"Akhirat adalah milik Imam, dia boleh meletakannya di manapun dia suka, dan memberikan kepada siapa saja yang dia kehendaki. Hal itu sudah direstui oleh Allah."[1]

Syiah mengigau sedemikan karena dalam keyakinan mereka, Allah subhanahu wata'ala. Menciptakan surga dan neraka hanya untuk menghormati a'immat Ahl al-Bait (para Imam Ahlul Bait). Dalam hal ini, salah satu pemuka ulama Syiah, Ibnu Babawaih, menyatakan sebagai berikut:

وَ يَجِبُ أَنْ يُعْتَقَدَ أَنَّهُ لَوْ لَا هُمْ لَمَا خَلَقَ اللهُ سُبْحَانَهُ السَّمَاءَ وَ الأَرْضَ وَ لَا اْلجَنَّةَ وَ لَا النَّارَ, وَ لَا آدَمَ وَ لَا حَوَّاءَ, وَ لَا الْمَلاَ ئِكَةَ, وَ لَا شِيْئاً مِمَّا خُلِقَ.

"Wajib diyakini bahwa andai bukan karena para Imam, Allah tidak akan menciptakan langit, bumi, surga, neraka, Adam, Hawa, malaikat dan segala apa yang Dia ciptakan."[2]

Bagi Syiah, para Imam memegang peran yang demikian sentral, baik mengenai urusan dunia maupun urusan akhirat seseorang, juga mengenai kehidupan dan kematiannya. Syiah percaya, bahwa sesaat sebelum orang mukmin meninggal dunia, para Imam ikut andil dalam proses keluarnya ruh. Mereka meyakini bahwa para Imam hadir saat seseorang menghadapi ajal. Para Imam itulah yang dapat memberi syafa'at (pertolongan) kepada orang-orang yang mempercayai wilayah (kepemimpinan Ali dan keturunannya), sehingga keluarnya ruh tidak terlalu menyiksa. Syiah juga percaya bahwa para Imam bisa membuat orang yang akan meninggal semakin menderita disebabkan keengganannya mengakui wilayah.[3]

Kepercayaan semacam itu demikian menjiwai penganut Syiah, hingga tradisi dan amaliyah keseharian mereka sesak dengan khurafat, takhayyul dan mitos. Hal itu dapat kita lihat, semisal setelah orang Syiah meninggal, biasanya kerabatnya memasukkan debu kuburan Sayyidina Husain Radhiyallahu 'anhu ke dalam kafannya. Mereka percaya bahwa abu tersebut akan menjadi perisai dari api neraka.

Lebih dari semua itu, Syiah juga percaya bahwa saat seseorang masuk ke liang lahad, pertanyaan pertama yang diajukan malaikat adalah berkenaan dengan Ahlul Bait. Al-Majlisi memberikan ilustrasi yang amat lugas tentang hali itu:

أَوَّلُ مَا يُسْأَلُ عَنْهُ العَبْدُ حُبُّنَا أَهْلَ البَيْتِ.

"Pertanyaan pertama yang diajukan pada seorang hamba adalah kecintaan kita kepada Ahlul Bait."[4]

Lebih lanjut, al-Majlisi dalam karyanya yang lain, al-I'tiqadat, juga mengatakan sebagai berikut:

فَيَسْأَلُهُ مَلَكَانِ عَنْ مَنْ يَعْتَقِدَهُ مِنْ الْأَئِمَّةِ وَاحِدًا بَعْدَ وَاحِدٍ, فَإِنْ لَمْ يُجِبْ عَنْ وَاحِدٍ مِنْهُمْ يَضْرِبَانِهِ بِعَمُودٍ مِنْ نَارٍ يَمْتَلِئُ قَبْرَهُ نَارًا اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

"Maka dua malaikat itu menanyainya tentang Imam yang dia (orang yang berada didalam kubur) percayai satu persatu. Jika ia tidak bisa menjawab satu saja, dua malaikat itu akan memukulnya dengan tongkat dari api yang akan membuat kuburannya terbakar hingga hari kiamat."[5]

Ulama Syiah yang lain, Muhammad al-Husaini al-Jalali, juga mengatakan:

وَ أَمَّا إِذَا كَانَ فِي حَيَاتِهِ مُعْتَقِدًا بِهِمْ (يعني الإثني عشر) فَإِنَّهُ يَسْتَطِيْعُ الرَدَّ عَلَى أَسْئِلَتِهِمْ (أسئلة الملائكة) وَ يَكُوْنُ فِي رَغَدٍ إِلَى يَوْمِ الحَشْرِ.

"Jika sewaktu hidup ia mempercayai para Imam (Dua Belas), maka ia akan dapat menjawab semua pertanyaan malaikat, dan akan mendapatkan kenikmatan hingga hari pengumpulan."[6]

Lebih jauh, mengenai hari kebangkitan, Syiah juga mempunyai kepercayaan tersendiri. Mereka meyakini bahwa tidak semua orang akan dikumpulkan di Padang Mahsyar, namun akan ada sekelompok orang yang akan masuk surga tanpa dikumpulkan di Padang Mahsyar terlebih dahulu. Mereka adalah penduduk Qum, kota suci Syiah di Iran. Dalam hal ini, ulama Syiah rupanya cukup bersemangat membikin riwayat aspal (asli tapi palsu) guna mengesankan keutamaan kota ini, antara lain apa yang diungkapkan oleh Syekh Abbas al-Qummi, salah seorang ulama Syiah kontemporer yang membidangi hadits dan sejarah. Ia mengatakan sebagai berikut:

أَنَّ أَهْلَ مَدِيْنَةِ قُمْ يُحَاسَبُوْنَ فِيْ حُفَرِهِمْ وَ يُحْشَرُوْنَ مِنْ حُفَرِهِمْ إِلَى الخَنَّةِ.

"Sesungguhnya penduduk kota Qum akan dihisab di kuburnya, dan digiring ke surga dari kuburnya."[7]

عَنْ أَبِي الحَسَنِ الرِّضَا قَالَ: إِنَّ لِلْجَنَّةِ ثَمَانِيَةَ أَبْوَابٍ, وَ لِأَهْلِ قُمْ وَاحِدٌ مِنْهَا فَطُوْبِى لَهُمْ ثُمَّ طُوْبَى.

"Dari Abu Hasan ar-Ridha, ia berkata: "Sesungguhnya surga memiliki delapan pintu, satu pintu untuk penduduk kota Qum. Alangkah bahagianya mereka, sungguh alangkah bahagianya mereka."[8]

Masih berkenaan dengan kota Qum, al-Majlisi menambahkan komentarnya sebagai berikut:

وَ هُمْ خِيَارٌ شِيْعَاتِنَا مِنْ بَيْنِ سَائِرِ البِلَادِ خَمَّرَ اللهُ تَعَالَى وِلاَيَتَنَا فِي طِيْنَتِهِمْ.

"Dari sekian negara, penduduk Qum-lah pengikut kita yang paling baik. Allah subhanahu wata'ala. Selalu menutupi wilayah kita dengan tanah air Qum."[9]

Tegasnya, segala urusan akhirat, mulai dari hisab, timbangan amal, melewati jembatan, surga dan neraka, semuanya ditangani oleh para Imam, sebagaimana perkataan yang mereka afiliasikan kepada Abu Abdillah (Ja'far ash-Shadiq) As, yang diklaim Syiah sebagai imam ke-6, sebagai berikut:

إِلَيْنَا الصِّرَاطُ وَ إِلَيْنَا المِيْزَانُ وَ إِلَيْنَا حِسَابُ شِيْعَتِنَا.

"Kamilah yang akan mengurusi shirath, timbangan amal dan perhitungan amal pendukung kita."[10]

Senada dengan pernyataan di atas, seorang ulama besar Syiah, al-Hur al-Amili, menetapkan bahwa di antara pokok hukum Syiah Imamiyah adalah beriman bahwa perhitungan semua amal makhluk akan ditangani oleh para Imam.[11]

Jadi, sebagaimana telah kami nyatakan sebelumnya, bahwa yang diinginkan Syiah dengan mengusung doktrin imamah tidak hanya hendak mendominasi kekuasaan duniawi secara politis, baik dengan bertopeng dibalik doktrin mahdiyyah, Ghaibah, Wilayat al-Faqih dan sebagainya. Dengan imamah, Syiah juga hendak mendominasi wilayah kiamat dan akhirat, yang seharusnya merupakan hak prerogatif Allah subhanahu wata'ala. Inilah puncak ke-ekstrimitas sebuah ideologi. Padahal di dalam al-Qur'an telah dijelaskan antara lain sebagai berikut:

فَلِلَّهِ ٱلأخِرَةُ وَٱلأُولَىٰ

"Maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia." (QS. An-Najm [53]: 25)

لَهُ ٱلحَمدُ فِي ٱلأُولَىٰ وَٱلأخِرَةِ وَلَهُ ٱلحُكمُ وَإِلَيهِ تُرجَعُونَ

"Bagi-Nya-lah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nya-lah segala dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (QS. Al-Qashash [28]: 70)

إِنَّ إِلَينَا إِيَابَهُم ثُمَّ إِنَّ عَلَينَا حِسَابَهُم

"Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka." (QS. Al-Ghasyiyah [88]: 25-26).

Referensi

[1] al-Kulaini, al-Kafi, juz 1 hlm. 409.

[2]Ibnu Babawaih, al-I'tiqadat, hlm. 106-107.

[3]Ibid, hlm. 93-94.

[4]Mulla Muhammad Baqir Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, juz 27 hlm. 79 dan Ibnu Babawaih, Uyunu Akhbar ar-Ridha, hlm. 222.

[5]Mulla Muhammad Baqir Al-Majlisi, al-I'tiqadat, hlm. 95.

[6]Muhammad al-Husaini al-Jalali, al-Islam Aqidah wa Dustur, hlm. 77.

[7]Syekh Abbas al-Qummi, al-Kuna wa al-Alqab, juz 3 hlm. 71. Bandingkan dengan Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, juz 60 hlm. 218.

[8]Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, juz 60 hlm. 215, dan Syekh Abbas al-Qummi, Safinat al-Bihar, juz 1 hlm. 446.

[9]Bihar al-Anwar, juz 60 hlm. 216.

[10]Muhammad bin Abdul Aziz al-Kasyi, Rijal al-Kasyi, hlm. 337.

[11]Dr. Nashir bin Abdullah Ali al-Qifari, Ushul Madzhab asy-Syi'ah, juz 2 hlm. 769.

(adibahasan/arrahmah.com)

Sejarah Perjuangan Penegakan Dinul Islam di Indonesia: Para Sultan santri

Posted: 15 May 2015 01:30 AM PDT

Kerajaan Mataram

YOGYAKARTA (Arrahmah.com) - Sejarah Perjuangan Penegakan Dinul Islam (SPPDI) di Indonesia sudah jarang dipelajari Muslimin Tanah Air. Dengan demikian, kiprah para Muslimin pendalam sejarah untuk menjelaskannya kembali sangatlah dirindukan.

Semoga dengan memahami SPPDI di Indonesia, kita dapat beroleh hikmah kebijaksanaan dalam memilih keputusan dan menghindari kesalahan yang pernah ditoreh dalam sejarah perjuangan para pahlawan Nusantara agar tidak terulang kembali.

Berikut Arrahmah kutip penjelasan sejarah Ustadz Salim A. Fillah pada situs resminya mengenai para Sultan yang "nyantri", sebagai para pendahulu penyebaran Islam di Bumi Pertiwi, langsung di bawah "panji Rayah" yang suci, pada Senin (11/5/2015).

PARA SULTAN SANTRI, Bagian I: Dari 'Abdullah ke 'Abdurrahman

Kisah bermula dari balik tembok Kota Gede yang kukuh dengan pasar gedenya yang ramai riuh. Adalah Raja Mataram kedua, Panembahan Prabu Hanyakrawati (1601-1613) telah terikat janji pada Ratu Tulungayu, bahwa anak kesayangan mereka yang berjuluk Adipati Martapura, kelak akan dinobatkan sebagai penerusnya. Tapi sayang, pangeran muda itu mengalami gangguan syaraf yang berakibat keterbelakangan mental.

Janji seorang raja, demikian bagi sang penguasa yang bernama kecil Mas Jolang, putra Panembahan Senapati (1587-1601), tetaplah ikrar suci yang tan kena wola-wali. Di sisi lain, para kawula Mataram tidak boleh dikorbankan haknya untuk memiliki pemimpin yang cakap hanya demi sebuah janji.

Maka sebakda Ayahandanya wafat saat berburu di hutan Krapyak pada suatu hari di tahun 1613, Adipati Martapura tetap ditahbiskan sebagai raja ketiga Kedhaton Mataram di Kotagede. Tapi raja tunagrahita ini memangku jabatannya hanya selama satu hari saja.

Pada hari berikutnya, dia diturunkan secara hormat dari singgasana batu Dhampar Sela Gilang. Kemudian kakaknya beda ibu, Mas Rangsang alias Raden Mas Jatmika dilantik sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Agung Hanyakrakusuma.

Masa pemerintahan raja yang lahir pada 1593 dari rahim Ratu Dyah Banawati binti Pangeran Benawa Pajang ini akan dikenang sebagai masa kebesaran Mataram, dihiasi pula oleh keberanian pasukannya yang dua kali menyerang VOC di Batavia di tahun 1628-1629 hingga menewaskan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (1619-1623, 1627-1629). Pun raja ini pula yang mengubah hubungan hierarkis antara para 'ulama dan para raja di Tanah Jawa.

Pertempuran Sultan Agung dan Jan Pieterzoon Coen

Lukisan pertempuran Sultan Agung dan Jan Pieterzoon Coen

Sebelumnya, pada masa Kesultanan Demak dan Pajang, majelis permusyawaratan para Wali adalah syuraa tertinggi yang keputusannya mengikat para Sultan sebagai semata pelaksana. Para Sultan pun tunduk dengan ta'zhim kepada dewan para 'alim lagi faqih yang menjadi ahlul halli wal 'aqdi negara mereka.

Adapun Raden Mas Jatmika tumbuh di bawah asuhan para 'ulama dengan kecerdasan dan pemahaman yang diakui melampaui rata-rata kaum santri di zamannya. Maka ketika dia naik takhta sebagai Panembahan Agung Hanyakrakusuma, para 'ulama kemudian didudukkan sebagai para penghulu Keratonnya, yang hanya dapat memberi nasehat, bukan keputusan mengikat. Apalagi dia mengambil gelar seperti kakeknya, Sayidin Panatagama, yang amat jelas dimaksudkan untuk iqamatuddin dalam pemerintahannya. Dan bagi para 'ulama di zamannya, Panembahan Agung Hanyakrakusuma dengan kapasitas keilmuan dan kesantriannya jauh lebih kompeten untuk itu daripada para pendahulunya.

Panembahan Agung Hanyakrakusuma tahu, dinasti Mataram adalah trah keturunan petani. Bahkan jikapun diakui nasab buyutnya Ki Ageng Pemanahan sampai ke Ki Ageng Sela dan sampai ke Bondan Kejawan putra Prabu Brawijaya V di Majapahit; asal-usul sebagai wangsa petani baginya justru menguatkan hubungan dengan rakyat yang seasal selatar-belakang dengan dirinya.

Hanya saja, untuk menjadi pemimpin agama Islam tertinggi di Jawa yang sepadan dengan kekuasaannya kini, raja yang sesudah menaklukkan Madura dan Sukadana di Kalimantan serta merengkuh Palembang dan Jambi ke dalam kekuasaannya di tahun 1624 memakai gelar Susuhunan Agung Hanyakrakusuma ini merasa masih ada yang mengganjal.

Sebagai raja besar dari trah keturunan petani, dia justru dikelilingi oleh para penguasa yang di dalam nadi mereka mengalir darah Kanjeng Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, hingga kaum muslimin pada umumnya lebih mengunjukkan hormat pada mereka.

Di Gresik, yang meski tunduk pada Mataram tapi tetap memiliki kedudukan istimewa bagi masyarakat Islam Pasisiran bahkan hingga Ternate dan Tidore, bertakhta Sunan Kawis Guwa dan dilanjutkan Panembahan Giri yang merupakan keturunan Mufti Demak di masanya, Sunan Giri ibn Maulana Ishaq. Sebelumnya, hingga masa Sunan Prapen (1548-1605), selain sebagai pusat ilmu agama Islam, bahkan para penguasa muslim di Jawa dianggap tak sempurna keabsahannya jika belum dilantik oleh pemimpin Giri Kedhaton.

Di Surabaya, Pangeran Pekik yang telah dinikahkan dengan adik Susuhunan Agung Hanyakrakusuma, Ratu Pandansari, adalah keturunan Maulana Rahmatullah Sunan Ampel, pemimpin Dewan Para Wali di zaman Demak. Di masa ayahanda Pekik, Pangeran Jayalengkara, perlu 5 tahun peperangan bagi Sang Susuhunan Mataram untuk memaksa Surabaya agar mau takluk.

Di Cirebon hingga Priangan, Galuh, Sumedang, dan Ukur yang juga tunduk pada Mataram dan bahkan rajanya, Panembahan Ratu I (1570-1649) menjadi mertua bagi sang Susuhunan Agung, tetap kukuh pula pengaruh para keturunan Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati.

Dan; ini yang paling mengganjal; Abul Mafakhir Mahmud 'Abdul Qadir (1596-1651) yang sebagaimana Susuhunan Agung Hanyakrakusuma juga seorang santri 'alim lagi faqih. Dia bertakhta di Banten didampingi pamannya, Mangkubumi Arya Ranamanggala, dan dengan penuh maruah tetap tak sudi tunduk pada supremasi Mataram. Dengan gelar "Sultan" yang dengan penuh kebanggaan disandangnya sejak 1638, putra Maulana Muhammad ibn Maulana Yusuf ibn Maulana Hasanuddin ibn Syarif Hidayatullah ini sering membuat sang Raja Mataram merasa jengkel.

Kalau Aceh sejak masa Sultan Alauddin Riayat Syah (1537-1571) telah mengirim Husain Affandi pada Sultan Sulaiman Al Qanuni (1520-1566) dan Kerajaan Demak-pun telah membangun aliansi strategis dengan Daulah 'Aliyah 'Utsmaniyah di Turki menghadapi Portugis yang diback-up oleh Daulah Shafawiyah di Iran; Susuhunan Agung Hanyakrakusuma memandang perlu melakukan langkah yang lebih jauh untuk mengokohkan kerajaannya sebagai wakil sah kuasa dunia Islam di Nusantara.

Setelah beberapa kali berkirim utusan memantapkan persekutuannya dengan I Mangari Daeng Manrabbia Sultan 'Alauddin (1593-1639) di Gowa-Tallo dilanjutkan penggantinya I Mannuntungi Daeng Mattola Sultan Malikussaid (1639-1653) dan Pa'bicara Butta-nya yang cendikia, Karaeng Pattingalloang (1639-1654); Susuhunan Agung Hanyakrakusuma segera mengirim utusan ke pusat kuasa dunia Islam di masa itu; Turki 'Utsmani. Kapal utusan Mataram itu berlayar dari Jepara hingga Aceh dengan perhentian di Palembang. Dari sana, atas izin Sultan Iskandar Tsani (1636-1641) yang gembira menerima hadiah persahabatan Susuhunan Agung, dengan kapal Angkatan Laut Aceh yang lebih tangguh berangkatlah duta Mataram itu bersama perutusan persahabatan Aceh Darussalam ke Turki.

Menurut satu versi, utusan itu berhasil menghadap Malikul Barrain wa Khaqanul Bahrain wa Khadimul Haramain, Qaishar Ar Rumi, Khalifatullah wa Zhilluhu fil Ardhi Al Ghazi Sultan Murad IV (1623-1640) di tahun-tahun terakhir pemerintahannya. Versi lain menyebutkan, Murad IV diwakili oleh Syarif Makkah, Zaid ibn Muhsin Al Hasyimi (1631-1666) yang menerima sang utusan di kota suci tersebut.

Bai'at Mataram sebagai kuasa bawahan sekaligus wakil resmi Daulah 'Utsmaniyah di Nusantara diterima. Maka bagi Susuhunan Agung Hanyakrakusuma dihadiahkanlah gelar "Sultan 'Abdullah Muhammad Maulana Jawi Matarami", disertai tarbusy untuk mahkotanya, bendera, pataka, dan sebuah guci yang berisi air zam-zam. Utusan itu kembali ke Mataram dan tiba kembali di Kedhaton Karta di Plered pada tahun 1641.

Bender Tunggul Wulung

Bender Tunggul Wulung

Model tarbusy itu kelak akan dikenakan terus oleh para keturunan Sultan Agung, demikian kemudian dia termasyhur, dalam penobatan raja-raja Dinasti Mataram. Sepasang benderanya yang berupa sejahit bagian Kiswah Ka'bah dan sejahit bagian satir makam Rasulullah menjadi Kyai Tunggul Wulung dan Kyai Pare Anom. Sementara guci itu hingga kini berada di makamnya dengan nama Enceh Kyai Mendung dari Sultan Rum.

Nguras Enceh

Nguras Enceh

Kuatnya orientasi ke Turki di masa itu bahkan ditandai dengan digantinya bendera Gula Klapa yang telah ada sejak masa Majapahit, Demak, dan Pajang dengan bendera berwarna dasar merah dengan tepi obar-abir putih, yang di tengahnya bergambar bulan sabit putih sebagaimana bendera 'Utsmani, hanya ditambahkan keris bersilang sebagai penanda Nusantara.

Bendera Mataram: bendera Usmani berkeris

Bendera Mataram: bendera Usmani berkeris

Gelar "Raja dua benua, Khan Agung dua samudera, Pelayan dua tanah suci (Makkah-Madinah), dan Kaisar Rum"; yang tersemat pada nama Sultan-sultan 'Utsmani secara lengkap sejak Salim I (1512-1520) di tahun 1517 mengambil alih semua atribut kekhalifahan dari Al Mutawakkil III Al 'Abbasi (1508-1517) di Kairo yang jadi simbol legitimasi para Sultan Daulah Mamlukiyah ini agaknya nanti membuat para penulis sejarah hanya akan menyebut pemberi gelar "Sultan" pada Susuhunan Agung Hanyakrakusuma sebagai "Pemimpin Ka'bah di Makkah", atau "Sultan Ngerum."

Sejak tahun 1641 itu, dengan gelar barunya, Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami Susuhunan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama Khalifatullah memantapkan dirinya sebagai pemimpin tertinggi agama Islam di Jawa. Meski secara sosial-budaya pengaruh yang ditebarnya mewarnai ujung timur hingga ujung barat Pulau Jawa bahkan Palembang, Jambi, Tanjungpura, Sukadana, dan Banjar; cita-citanya untuk memasukkan Batavia dan Banten ke dalam genggaman iqamatuddin-nya pupus oleh wafatnya di tahun 1645 tanpa meninggalkan penerus yang punya kapasitas memadai. Seperti digambarkan dalam peribahasa Jawa; tunggak jarak mrajak, tunggak jati mati. Bahkan dapat dikatakan, putranya yang nanti juga tak lagi menggunakan gelar Sultan; Susuhunan Amangkurat I; sangat mengecewakan.

Sultan Agung Mataram

Sultan Agung Mataram

Sebenarnya, persiapan Sultan Agung untuk memerangi VOC kian amat serius. Menyadari bahwa kelemahan utama serangannya di tahun 1628-1629 adalah kekuatan maritim, tepat di belakang Kedhaton Kartanya di Plered telah dibendung Kali Opak dan Kali Oya menjadi laut buatan yang dikenal sebagai Segara Yasa. Prajurit-prajuritnya yang senyatanya orang-orang pedalaman diajari berperang di perairan.

Tapi gara-gara perlakuan amat buruk Susuhunan Amangkurat I kepada kaum 'ulama dan santri yang menimbulkan kekacauan, putusnya hubungan dengan Gowa-Tallo, dan pemberontakan Trunojoyo; untuk 100 tahun ke hadapan setelah wafatnya Sultan Agung, kuasa raksasa Mataram menjadi seperti harimau ompong di hadapan VOC. Bahkan pula kerajaan ini kehilangan banyak kepemilikan dan wilayah tiap kali VOC memberi bantuan lalu memeras raja-rajanya yang lemah di hadapan pemberontakan dan pertikaian perebutan takhta dalam keluarga. Ibukota terpaksa dipindah beberapa kali. Priangan lepas, demikian pula Blambangan dan Madura, hingga akhirnya bahkan pesisir utara Jawa pun disewa-paksa oleh VOC.

Pada tahun 1746, mulailah berkobar perang besar yang paling membangkrutkan VOC dalam sejarahnya di Nusantara. Putra Susuhunan Amangkurat IV (1719-1726) dengan Mas Ayu Tejawati, Bendara Raden Mas Sujana yang masyhur sebagai Pangeran Mangkubumi, bergabung dengan keponakan sekaligus menantunya Raden Mas Said menggerakkan rakyat melawan VOC yang kian mencengkeram takhta kakandanya, Susuhunan Pakubuwana II (1726-1749).

Ketika Susuhunan Pakubuwana II yang sakit-sakitan berada di ranjang kematiannya, dia memilih menitipkan keselamatan kerajaannya kepada VOC yang diwakili Gubernurnya untuk Java Noord Kust, Baron von Hogendorff. Tak lama kemudian, raja ini wafat dan dimakamkan di Laweyan. Atas desakan Raden Mas Said, di desa Kabanaran, Pangeran Mangkubumi dinobatkan sebagai Susuhunan ing Mataram Senapati Ingalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Ingkang Tuhu Narendra Mandireng Amengku Tlatah ing Nuswa Jawa. Gelar yang menyiratkan kedaulatan penuh dalam politik dan agama di Jawa ini bergema menggentarkan.

Pada tahun tersebut prajuritnya mencapai 20.000 orang dan bahkan terus bertambah dengan bergabungnya pasukan dari pulau-pulau lain yang semula membantu VOC. Kapitan Juwana yang mengomandani legiun pasukan Bugis dan Ternate, juga Daeng Muhammad dari Makassar dan para keturunan Karaeng Galesong misalnya; kelak menjadi 2 dari 12 kesatuan inti resmi pasukan kerajaannya dengan nama Bugisan dan Daengan. Lebih dari dua pertiga di antara para bupati nayaka Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Yudanagara dari Banyumas dan Tumenggung Rangga Prawirasentika dari Madiun jelas berpihak pada Pangeran Mangkubumi.

Selain itu, dengan latar belakang sebagai santri yang 'alim lagi faqih, beristrikan seorang mujahidah setia putri Kyai Ageng Derpayuda trah Ampel yang juga cucu Sultan Bima di Sumbawa bernama Niken Lara Yuwati, maka dukungan para 'ulama dan barisan santri juga mengalir padanya. Sang permaisuri yang tak putus mendampinginya bergerilya ini, bahkan menjadi komandan pasukan prajurit putri, kelak dikenal sebagai Ratu Ageng Tegalrejo yang kelak mendidik dan mempersiapkan Pangeran Diponegoro untuk berjuang mengobarkan jihad melawan Kolonialisme Belanda dalam perang yang lebih sengit daripada torehan kakek buyutnya.

Pada tahun 1750 dalam pengepungan benteng Ungaran, Gubernur Jenderal VOC Gustaf Willem Baron van Imhoff (1743-1750) terluka parah, dan pada pertempuran Jenar-Bogowonto tak berapa lama kemudian, komandan pasukan VOC, Kolonel De Clerk terbunuh. Pada pertempuran di Pekalongan tahun 1752, pasukan gabungan VOC dihancurkan dan banyak yang tertawan.

Perang dahsyat selama hampir 10 tahun itu berujung pada Palihan Nagari, perjanjian pembagian negara yang ditandatangani di desa Giyanti pada tahun 1755. Ingkang Sinuhun Kangjeng Sunan Sri Susuhunan Pakubuwana III (1749-1788) di Surakarta harus berbagi kerajaan dengan pamannya, yang kemudian bertakhta di Yogyakarta dengan gelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati Ingalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I (1755-1792).

Babad Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara I (1757-1795) menyinggung salah satu siasat VOC dalam mengakhiri perang ini. Menyadari betapa miripnya Pangeran Mangkubumi dengan Sultan Agung dalam orientasi ke Turki, dikirimlah seorang Arab bernama Syarif Akbar Syaikh Ibrahim yang disebut sebagai utusan Sultan Ngerum untuk membujuknya berdamai dengan imbalan gelar resmi sebagai Sultan Mataram yang diakui oleh Daulah 'Aliyah 'Utsmaniyah. Maka dengan syarat bahwa seluruh pusaka Mataram warisan Sultan Agung menjadi haknya, Pangeran Mangkubumi menyetujui perdamaian.

Tipu muslihat VOC terhadap Pangeran Mangkubumi

Tipu muslihat VOC terhadap Pangeran Mangkubumi dengan kedok "perdamaian"

Semula, mengingat basis pendukungnya berada di timur, VOC yang diwakili Nicolaas Hartingh membujuk agar dia berkenan ditakhtakan di Japan, daerah Mojokerto kini. Tapi Susuhunan Kabanaran telah memilih Umbul Pacethokan dan Alas Paberingan di jantung tanah Mataram untuk menjadi lokasi keratonnya. Maka dalam palihan nagari, selain Kuthanagara dan Nagaragungnya, Surakarta yang lebih ke timur justru wilayahnya banyak terdapat di Mancanagara Barat (hingga Banyumas) sementara Yogyakarta yang lebih ke barat berdaulat di banyak wilayah Mancanagara Timur (hingga Ngantang, Malang).

Maka sang Sultan yang terhadap Buwana (bumi lahir dan batin) dituntut untuk Hamangku (berkhidmat melayani), Hamengku (melindungi dengan kasih sayang sekaligus keadilan), serta Hamengkoni (siap bertanggungjawab atas amanah di pundaknya) ini, kerajaannya mewarisi segenap atribut sekaligus nilai yang diterima Sultan Agung dari Daulah 'Aliyah 'Utsmaniyah kemudian diterjemahkan dalam dakwah kepada bahasa kaumnya.

Dari 'Abdullah ke 'Abdurrahman

Dengan memilih nama 'Abdurrahman, bukan lagi 'Abdullah seperti yang dianugrahkan pada Sultan Agung, Sultan Hamengkubuwana I hendak menegaskan Astabrata-nya sendiri. Delapan sifat raja yang diteladani dari unsur semesta (kartika/bintang, chandra/bulan, agni/api, bayu/angin, tirta/air, surya/mentari, samudra/lautan, bantala/tanah) dan dewa-dewa Hindu (Indra, Yama, Surya, Chandra, Kuwera, Bayu, Baruna, Brama) diubah dan dimaknai kembali menjadi 8 sifat 'Ibadurrahman seperti yang tertera dalam Surat Al Furqan.

KARTIKA. Tawadhu' dan bijaksana.
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS Al Furqan: 63)

CHANDRA. Gemar menghidupkan malam.
Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (QS Al Furqan: 64)

AGNI. Berlindung dari adzab neraka.
Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal". (QS Al Furqan: 65)

TIRTA. Pertengahan dalam membelanjakan harta.
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS Al Furqan: 67)

BAYU. Tidak berbuat syirik, membunuh, dan berzina.
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. (QS Al Furqan: 68)

SURYA. Berpaling dari perkara haram atau sia-sia dan menjaga kehormatan diri.
Dan orang-orang yang tidak menghadiri az Zuur (hal-hal yang haram), dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS Al Furqan: 72)

SAMUDRA. Mudah menerima nasehat dan peringatan.
Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. (QS Al Furqan: 73)

BANTALA. Meminta diberi istri dan keturunan yang baik serta menjadi Imamul Muttaqin.
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS Al Furqan: 74)

Hamengkubuwono I

Hamengkubuwono I

Kehebatannya sebagai Senapati Ingalaga di medan perang selama berjuang telah termasyhur di kalangan rakyat. Bahkan Keratonnya pun dia bangun dengan tembok baluwarti, jagang (parit keliling), Tamansari, dan Pulo Cemethi yang sangat matang rencana pertahanannya. Sebagai Sayidin Panatagama dibangunnya Masjid Gede, Masjid Pathok Negara, dan Masjid Kagungan Dalem yang disusun letaknya sedemikian rupa berlapis-lapis di wilayah Kuthanagara untuk menjadi pusat pembinaan, pemberdayaan, dan mobilisasi perjuangan. Abdi Dalem Suranata yang menjadi penasehatnya terdiri atas 12 Haji yang disebut Kaji Selusin, sesuai jumlah Naqib Nabi Musa dan Hawari Nabi 'Isa. Kesederhanaan sang Sultan 'Abdurrahman tercermin dari gambaran tentang dirinya yang lebih sering tampil mengenakan Baju Taqwa, sesuai cita untuk menjadi Imamul Muttaqin.

"Hai anak Adam, Kami telah menurunkan pada kalian pakaian untuk menutup 'aurat kalian dan pakaian yang indah sebagai perhiasan. Dan pakaian taqwa, itulah yang terbaik.." (QS Al A'raaf: 26)

Apakah Baju Taqwa itu? Alkisah Sayyid Ja'far Ash Shadiq, sang Sunan Kudus menegur Sunan Kalijaga atas pakaiannya yang berwarna wulung, maka sang wali Kadilangu menjawab, "Jika dengan ini saya merasa dekat dengan yang saya dakwahi dan mereka merasa dekat dengan saya; bukankah pakaian terbaik adalah pakaian taqwa; sedang taqwa tersembunyi dalam dada?"

Sejak itu, pakaian beliau disebut Baju Taqwa.

Ketika bertakhta, Sang Sultan santri 'Abdullah Muhammad Maulana Matarami Susuhunan Agung Hanyakrakusuma menjadikan pakaian ini sebagai busana kerajaan untuk para pejabatnya. Lalu pada Palihan Nagari 1755, Sultan Hamengkubuwana I menjadikannya sebagai busana resmi Keraton Kasultanan Yogyakarta. Adapun anasir utama dalam baju taqwa itu antara lain:

1) Keris. Dalam bahasa Jawa disebut Curiga (waspada) atau Dhuwung (sadar & hati-hati). Inilah makna taqwa seperti dalam bincang antara dua sahabat Nabi yang mulia. "Apakah taqwa itu?", tanya 'Umar. "Apakah engkau wahai Amirul Mukminin", sahut Ubay ibn Ka'b, "Pernah berjalan di lintasan yang remang-remang sementara ada banyak duri dan onak?" "Ya", jawab 'Umar. "Apa yang kau lakukan ketika itu?", tanya Ubay. "Aku berhati-hati", jawabnya. "Maka itulah taqwa", simpul Ubay ibn Ka'b. Adapun keris ini dikenakan di belakang sebab kewaspadaan yang terjaga tidak menafikan prasangka baik.

2) Kain bawahan atau sinjang yang dikenakan sebagai bebet. Maknanya, perut dan bawah perut adalah markas syahwat yang harus dibebeti, dibebat, dikendalikan agar tak liar. Kain ini di-wiru bagian ujungnya, yakni agar terjaga sifat wara'/wira'i. "Adapun orang yang takut pada keagungan Rabbnya dan mencegah diri dari hawa nafsunya, surgalah tempat tinggalnya." (QS An Naazi'aat 40-41). Salah satu motif larangan yang hanya dikenakan oleh Sultan sejak masa Sultan Agung adalah Parang Barong. Parang bisa berarti lereng, menandakan perjuangan melawan hawa nafsu yang berat dan menanjak. Barong berarti singa, atau sesuatu yang besar. Seperti dikatakan Imam Wahb ibn Munabbih, "Siapa menjadikan syahwat takluk di bawah tapaknya, syaithanpun gentar pada bayangnya."

3) Pasangan ikat pinggangnya disebut kamus dan timang. Taqwa harus diikat dengan ilmu. Kamus karena kosakata, nama-nama benda adalah ilmu pertama yang diajarkan pada Nabi Adam. Dan ilmu yang menjadi dasar iqra', wajib dituntut sejak dari timangan, buaian hingga liang lahat.

4) Pakaian atasannya disebut surjan. Ia adalah suraksa-janma, sebaik-baik penjaga bagi manusia, yang harus punya watak nyawiji (menyatu dengan sesama), greget (penuh semangat pada kebaikan), sengguh (yakin dan meyakinkan), ora mingkuh (berani bertanggungjawab). Ketaqwaannya harus bersinar memancar, karena surjan juga bermakna "siraajan muniiraa", mencahayai siang dan malam, memandu diri dan orang di sekitarnya. Kancing di lehernya ada 6, sesuai jumlah rukun iman. Dua kancing di dada kiri dan kanan melambangkan syahadatain, dan 3 kancing yang tersembunyi menunjukkan nafsu bahimah, lawwamah, dan syaithaniyyah. Motif khasnya adalah lurik, garis-garis selang-seling berwarna yang menuntut untuk lurus dalam hati, lurus dalam kata, dan lurus dalam tindakan. Seperti dikatakan Imam Sufyan Ats Tsaury, "Takkan lurus 'amal seseorang hingga lurus hatinya. Dan takkan lurus hatinya hingga lurus lisannya." Lurik birunya disebut Pranakan, artinya rahim. Bagaimana pemakainya harus menghayati bakti sebagai anak kepada orangtua.

5) 'Imamah Jawiyah yang disebut blangkon. Ia semula adalah surban santri yang demi kemudahan pemakaiannya maka dipelipit, direkatkan dan dijahit. Pada gagrak Yogyakarta, ada mondholan di belakang. Sebab pemakainya harus menjadi "minzhalah", payung pengayom bagi masyarakat.

Ustadz Salim A. Fiillah berbaju "Taqwa"

Ustadz Salim A. Fiillah berbaju "Taqwa"

Pengaya Bacaan:

Ash Shalabi, Ali Muhammad. Bangkit dan Runtunya Khilafah Utsmaniyah (terj.). 2013. Jakarta: Pustaka Al Kautsar

Babad KGPAA Mangkunagara I (Pangeran Sambernyawa), disertai ringkasan terjemahan oleh Kamajaya. 1993. Yogyakarta: Yayasan Centhini.

Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi

KRT Jatiningrat. Peralihan Takhta di Keraton Yogyakarta (Suksesi). 2015. Makalah.

Ki Sabdacarakatama. Sejarah Keraton Yogyakarta. 2009. Yogyakarta: Narasi

M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius

Purwadi, Dr. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

Soekanto, Dr. Sekitar Yogyakarta 1755-1825. 1952. Jakarta: Penerbit Mahabrata

Insyaa Allah bersambung ke Bagian II, dari Khalifatullah ke Khalifatu Rasulillah. (adibahasan/arrahmah.com)