- Tidak ada tempat untuk mengubur korban serangan biadab "Israel" di Jalur Gaza
- Al-Ghul, senjata terkini buatan Brigade Izzudiin Al-Qassam
- Subhanallah, bayi-bayi kembar ini terlahir, "mengganti" para syuhada Palestina
- Manusia-manusia super Gaza
- Masjid tua zaman pembantaian Srebrenica kembali dibuka
- 30 milisi Arbaki bertaubat dan bergabung dengan Mujahidin IIA di Badghis
- Alhamdulillah, 100.000 simpati Muslim dunia desak Obama bebaskan Dr. Aafia Siddiqui
- Dalam 24 jam, Assad bunuh 124 warga Suriah
- PBB tidak membela warga sipil Gaza yang diserang zionis "Israel"
- Serangan udara zionis "Israel" menargetkan Universitas Islam Gaza
Posted: 04 Aug 2014 04:47 PM PDT
GAZA (Arrahmah.com) - Ummu Mohammed Abu Sada menggunakan kerudungnya untuk menghalau bau menyengat dari jenazah para korban kebiadaban "Israel", beberapa di antaranya berada di jalan selama berhari-hari. Walau "gencatan senjata" diumumkan, namun kota di Gaza selatan menyaksikan penembakan terus-menerus dan serangan udara pengecut oleh pasukan Zionis. "Bau jenazah membuat orang-orang semakin sengsara, sangat mengerikan melihat tubuh manusia dilemparkan ke jalan-jalan seperti itu," ujar Abu Sada kepada Al Jazeera. "Rudal-rudal menghantam semua orang, tidak ada tempat bagi kami untuk mencari perlindungan." Jenazah warga Palestina yang gugur tidak bisa ditampung lagi di kamar mayat di rumah sakit Rafah dan kerabat tidak memiliki pilihan lain selain menyimpan mereka yang sangat dicintai di lemari pendingin komersial. Banyak korban gugur tidak memiliki kerabat satu pun untuk mengurus jenazah mereka kecuali kerabat jauh, karena serangan udara pengecut "Israel" di Rafah telah menewaskan beberapa anggota dari keluarga yang sama. Pada Sabtu (2/8/2014) lalu, empat anggota keluarga Mohammed Ayyad Abu Taha telah gugur ketika "Israel" menyerang rumah mereka, termasuk dua anak dan seorang perempuan. Sementara itu, serangan udara "Israel" di rumah keluarga Al Ghoul telah menewaskan delapan anggota keluarganya pada hari Ahad (3/8), termasuk dua perempuan dan tiga orang anak yang masing-masing berusia satu bulan, tiga tahun dan tiga belas tahun. Kerabat berkerumun di sekitar jenazah di rumah sakit Kuwaiti, membelai wajah tak berdosa anak berusia enam tahun dan tiga belas tahun yang penuh darah, dengan jari-jari mereka. Dokter tidak punya ruang di kamar mayat untuk keduanya, namun karena mereka cukup kecil, mereka bisa ditempatkan di freezer es krim. Ibrahim Abu Moammar, dari Perhimpunan Nasional untuk Demokrasi dan Hukum di Rafah mengatakan kepada Al Jazeera bahwa tidak mengizinkan warga Palestina untuk menguburkan jenazah adalah bentuk penghinaan. "Menyimpan jenazah di dalam freezer es krim dan lemari es sayuran adalah sebuah pelanggaran hak manusia paling dasar," ungkapnya. Sejauh ini, sedikitnya 1.830 warga Palestina telah gugur, dan lebih dari 9.406 lainnya terluka dalam serangan biadab pasukan Zionis di Jalur Gaza yang dimulai sejak awal bulan lalu. Menurut pengakuan "Israel", 63 tentara "Israel" tewas bersmaa dua warga "Israel" dan seorang pekerja asal Thailand. "Israel" kembali mengumumkan "gencatan senjata" selama 72 jam di seluruh Gaza kecuali wilayah timur Rafah pada Senin (4/8). Gencatan senjata sebelumnya yang diumumkan "Israel" telah mereka langgar sendiri, karena meskipun gencatan senjata diumumkan, namun serangan udara mereka tidak berhenti dilakukan. Sementara itu, pejabat Palestina sedang berjuang dengan puluhan jenazah yang tidak dapat diidentifikasi baik karena luka-luka mereka yang parah atau karena tidak ada anggota keluarga yang tersisa untuk melakukannya. Bertahan dalam pengepungan Mesir-"Israel" di Jalur Gaza, membuat pemakaman tepat waktu menjadi hal yang hampir mustahil. "Biasanya dalam situasi seperti ini kami membangun 500 kuburan, namun karena semen tidak diizinkan masuk ke Gaza, kami tidak dapat membangun kuburan," ujar Hassan Al Saifi, wakil kementerian Wakaf Gaza, yang bertanggung jawab atas urusan agama, seperti dilaporkan Al Jazeera. Untuk saat ini, jenazah ditempatkan ke dalam kuburan massal sementara waktu sampai serangan "Israel" berakhir. Namun tugas pemakaman juga menjadi sulit dilakukan karena penembakan yang tak henti di pemakaman Rafah. "Dimana kami bisa mengubur kerabat kami jika 'Israel' membom pemakaman?" Abu Mohammed Abusuliman, seorang warga Rafah mengatakan sambil berurai air mata atas kematian tujuh anggota keluarganya. "agresi sengit di Rafah tidak memiliki justifikasi, apalagi sekarang terowongan (yang menghubungkan Gaza dengan Mesir) telah ditutup sepenuhnya dan tidak ada yang dapat mengakses area terowongan selama berbulan-bulan," ujar Dr. Maher Tabaa, seorang ekonom yang berbasis di Kota Gaza. Selain mereka yang gugur, warga Rafah telah dirampas aksesnya ke infrastruktur vital. Insinyur tidak diizinkan masuk dan memperbaiki kerusakan air dan listrik, sementara jaringan telepon dan internet juga telah diputus, meninggalkan 180.000 penduduk kota terisolasi dari dunia luar. (haninmazaya/arrahmah.com) |
Posted: 04 Aug 2014 04:27 PM PDT
GAZA (Arrahmah.com) - Senin (04/08/14) Brigade Izzudiin Al-Qassam mengumumkan senjata sniper buatannya sendiri dengan kaliber 14,5 mm. Senjata ini diberi nama Al-Ghul, sebagai bentuk apresiasi dan pengingat nama salah seorang komandan Al-Qassam yang telah syahid, Abnan Al-Ghul. Brigade Izzuddin Al-Qassam juga menyatakan bahwa sniper buatannya ini alhamdulillah sukses melumpuhkan banyak serdadu Zionis. Sementara, beberapa waktu lalu tentara Iran juga sempat memperkenalkan senjata canggih pertama buatan mereka, mirip dengan sniper buatan Al-Qassam, dengan kaliber 14,5 mm bernama "Chris", namun dengan spesifikasi yang berbeda. (adibahasan/arrahmah.com) |
Posted: 04 Aug 2014 04:22 PM PDT
RAFAH (Arrahmah.com) - Setelah beberapa waktu lalu lahir dua bayi kembar di Gaza, kini 5 bayi kembar lagi, 2 perempuan dan 3 lelaki terlahir di sekolah UNRWA, Rafah, sebagaimana dilansir Paltimes pada Selasa (5/8/2014). Ibarat peribahasa mati satu tumbuh seribu, maka bayi-bayi kembar ini Allah hadirkan di dunia untuk mengganti para syuhada yang gugur akibat kekejian "Israel" kali ini. Inilah "generasi baru yang akan menggegar "Israel" dan membebaskan Al-Aqsa insyaa Allah...: ujar Aqsha Syarif, sebuah lembaga amal untuk Palestina, yang berbasis di Malaysia, pada akun resminya di Facebook, Selasa (5/8). Subhanallah, walhamdulillah. (adibahasan/arrahmah.com) |
Posted: 04 Aug 2014 03:25 PM PDT
GAZA (Arrahmah.com) - Tutup mata Anda dan bayangkan seorang anak yang Anda kenal dan Anda cintai. Anak itu bisa jadi adalah anak Anda, keponakan Anda, cucu Anda, atau anak dari teman Anda. Selanjutnya, bayangkan anak-anak itu sedang bermain dengan polosnya di sebuah taman bermain. Sekarang coba bayangkan sebuah bom jatuh dekat anak itu, mencabik-cabik tubuh mungilnya, dan bagian-bagian tubuhnya terpental ke bebagai arah. Jika Anda merasa ngeri dengan latihan mental ini, berarti Anda masih memiliki perasaan manusia. Masalahnya adalah: Bahwa latihan mental ini bukanlah sesuatu kayalan bagi rakyat Palestina di Gaza. Kejadian mengerikan - yang Anda bahkan tidak sanggup membayangkannya - adalah nyata dalam kehidupan sehari-hari mereka. Genosida yang didefinisikan dalam kamus sebagai "pembunuhan yang disengaja terhadap sekelompok besar orang, terutama orang-orang dari bangsa atau kelompok etnis tertentu." Selama hampir satu bulan sekarang, "Israel" telah melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza. Pada saat penulisan ini, 1.600 warga Palestina telah dibunuh oleh militer "Israel" dengan sebagian besar dari mereka merupakan warga sipil, menurut media global dan sumber hak asasi manusia internasional, meskipun jumlah itu terus berubah per jam. Juga pada saat tulisan ini dibuat, 360 warga sipil tersebut adalah anak-anak. Pada tanggal 12 Juli 2014, "Israel" menembaki pusat rehabilitasi bagi penyandang cacat di Beit Lahia, menewaskan dua wanita cacat yang tidak bisa melarikan diri saat itu, bahkan jika mereka mencoba untuk melarikan diri. Serangan berutal "Israel" juga membunuh empat anak dari keluarga yang sama pada tanggal 16 Juli, yang sedang bermain sepak bola di pantai yang jauh dari infrastruktur apapun. Pada hari pertama liburan Idul Fitri, menandai akhir bulan suci Ramadhan, seharusnya itu adalah saat untuk pesta dan perayaan, tapi "Israel" membantai 10 warga sipil termasuk 8 anak-anak di sebuah taman bermain. Pembunuhan lain yang tak terhitung jumlahnya secara brutal dan keji telah dilakukan oleh mesin militer "Israel, yang didanai terutama oleh pembayar pajak AS, dan di antara yang paling umum adalah penembakan berulang terhadap penampungan / sekolah milik PBB, dimana ribuan pengungsi warga sipil Palestina mencoba mengungsi ke sekolah itu untuk menyelamatkan diri dari bom-bom "Israel". Serangan tersebut terakhir terjadi pada tanggal 30 Juli. Lebih dari 3000 warga sipil mencari perlindungan di sekolah yang dikelola oleh UNRWA karena mereka berpikir bahwa jika mereka berada di bawah naungan PBB mereka akan aman di sana dan karena rumah-rumah warga sipil telah benar-benar dihancurkan oleh bom-bom "Israel". Lebih dari enam belas orang tewas dan puluhan luka-luka, dengan banyak korban adalah perempuan dan anak-anak. Sebelum serangan yang terjadi pada 30 Juli, ada juga serangan pada 24 Juli, menewaskan 13 orang dan melukai lebih dari 200 warga Palestina. Penembakan pada 24 Juli adalah serangan yang keempat dalam beberapa hari oleh militer "Israel" yang menargetkan sekolah PBB. Dalam banyak media korporasi milik Barat dan khususnya di Amerika Serikat, malah membernarkan tindakan keji "Israel". Di antara yang paling keterlaluan adalah tudingan bahwa faksi perlawanan seperti Hamas menempatkan peluncur roket mereka di antara penduduk sipil dan oleh karena itu menempatkan masyarakat sipil dalam bahaya. Padahal saksi mata mengatakan bahwa tidak ada roket, terowongan atau Hamas di rumah sakit, pantai, sekolah, ataupun masjid-masjid yang kini telah rata dengan tanah. Ini adalah omong kosong! Pertama, sampai saat ini tidak ada wartawan di lapangan yang telah menemukan bukti bahwa warga sipil digunakan sebagai perisai manusia. Faktanya malah sebaliknya, wartawan Editor BBC di Timur Tengah Jeremy Bowen yang melaporkan dari Gaza telah menyatakansecara langsung bahwa ini tidak terjadi. Berikutnya, dan seperti yang sudah disebutkan, anak-anak yang dibunuh di ruang terbuka dan terlihat jelas di pantai dan di taman bermain. Sekolah UNRWA dan tempat pengungsi yang penuh dengan warga sipil menjadi target langsung serangan "Israel". Selanjutnya, mereka mengklaim bahwa faksi perlawanan-yang mencakup Hamas dan lainnya - telah berdatangan ke Gaza dari luar negeri. Ini adalah palsu.... Para pejuang Palestina seperti Hamas, Jihad Islam, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), Brigade Al-Aqsa dan lain-lainnya, kesemuanya itu adalah berasal dari Gaza. Ini berarti mereka telah tinggal di Gaza dengan keluarga mereka, dan Gaza adalah tempat di mana mereka mendapatkan mata pencaharian mereka dan memiliki toko-toko, bisnis, sekolah, perusahaan dan universitas. Apakah mereka yang waras percaya bahwa mereka akan berusaha untuk membahayakan kesejahteraan keluarga mereka, saudara mereka, teman-teman, kolega dan orang-orang yang mereka cintai dengan menempatkan persenjataan di dekat mereka? Kebohongan "Israel" telah terbentang dengan jelas bagi siapa saja yang bersedia untuk membuka mata mereka. Tentu saja, jika seseorang ingin membandingkan antara kedua belah pihak, yakni "Israel" dan kelompok perlawanan Palestina, jelas bahwa kelompok perlawanan Palestina telah mengambil landasan moral yang tinggi, meskipun mereka terus menerus didorong oleh "Israel" ke titik putus asa dengan pembunuhan barbar yang terus dilancarkan oleh "Israel". Menurut sumber-sumber "Israel", sejauh ini 63 tentara "Israel" telah tewas bersama dengan 3 warga sipil "Israel", sementara ada 1.600 warga Palestina tewas dan 8750 terluka . Oleh karena itu, 5% dari antara orang "Israel" yang tewas adalah warga sipil, sementara perkiraan kelompok hak asasi manusia dan OCHA menempatkan persentase warga sipil Palestina yang tewas menjadi tidak kurang dari 64%. Ini berarti bahwa militer "Israel" sengaja menargetkan warga sipil dan mereka sangat pengecut, sementara perlawanan Palestina menargetkan tentara. Tidak diragukan lagi, para pembela "Israel" akan berdebat bahwa alasan korban sipil "Israel" yang sangat rendah karena Iron Dome telah berhasil mencegat sebagian besar roket yang ditembakkan oleh kelompok perlawanan. Namun menurut Debkafile, sebuah situs intelijen militer "Israel", analisis itu diterbitkan pada tanggal 23 Juli yang berjudul "Komandan IDF: Waktu untuk menentukan langkah perang setelah kemenangan IDF di Shujaiya, E. Rafah dan Khan Younis" dipaparkan sebagai berikut: "Hampir sebagian besar dari 2.000 roket yang ditembakkan oleh kelompok perlawanan Palestina selama 16 hari terakhir secara sengaja tidak menargetkan pusat perkotaan "Israel", meskipun banyak yang dibelokkan oleh anti rudal Iron Dome. Hamas berfokus pada sasaran-sasaran strategis, seperti pangkalan Angkatan Udara "Israel" dan fasilitas di bagian selatan dan tengah. Lebih jelasnya, situs "Israel" ini sendiri mengakui bahwa kelompok perlawanan Palestina menargetkan lokasi militer dan bukan "sasaran empuk" warga sipil. Jelas, jika kita melihat cukup dekat dan mendalami, akan nampak begitu jelas kebohongan dan propaganda "Israel". Pernyataan dari Debkafile di atas sebenarnya konsisten dengan pengumuman yang dibuat oleh Muhammed Deif, komandan Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata Hamas. Dalam pidato yang disiarkan di televisi pada tanggal 29 Juli, ia menyatakan bahwa "Kami lebih suka menghadapi dan membunuh militer dan tentara elit musuh ketimbang menyerang warga sipil." Apa buktinya klaim Deif di atas? Perlawanan Palestina telah memanfaatkan terowongan untuk melaksanakan operasi mereka melawan pasukan pendudukan "Israel". Beberapa terowongan ini mencapai di belakang garis musuh ke wilayah "Israel" dan ini salah satu alasan yang digunakan "Israel" untuk meluncurkan perang melawan Gaza; yaitu untuk menghancurkan terowongan tersebut. Kelompok perlawanan Palestina mengeksekusi sejumlah operasi dengan menyusup di belakang garis musuh melalui terowongan ini dan menyerang tentara dan pangkalan militer. Operasi tersebut terakhir dilakukan pada 28 Juli di siang hari bolong di pangkalan militer dan ada rekaman video yang akhirnya disiarkan di media "Israel". Para pejuang Hamas bisa dengan mudah mengincar penduduk sipil "Israel" selama penyusupan mereka yang akan menjadi jauh lebih mudah dan yang lebih penting kurang berisiko tanpa membahayakan kehidupan mereka sendiri. Namun mereka memilih untuk tidak melakukannya. Perlu dicatat bahwa untuk mendapatkan bukti yang lebih baik dari rasisme dan kebencian yang berlimpah di "Israel"dan di antara pendukung "pro-Israel" hari ini, yang diperlukan hanyalah dengan melihat komentar di berbagai berita di situs-situs berita "Israel". Komentar tersebut termasuk pernyataan seperti "Tdak ada SIPIL di Gaza", "usulan sederhana untuk solusi 2 negara: Hidup (Yahudi) dan Mati (Arab )", dan berbagai komentar yang lain. Untuk bersikap adil, kita bisa mengatakan bahwa komentar orang-orang itu tidak mewakili kebijakan negaranya. Namun, komentar-komentar itu mencerminkan sikap umum dalam masyarakat "Israel". Singkatnya, bukan yang asing lagi bagi "Israel" untuk membunuh warga sipil tak berdosa, dan ini telah menjadi praktek lama negara itu. Pembunuhan brutal terhadap warga Palestina di sekolah UNRWA, misalnya, mengingatkan pada pembunuhan sekolah Al-Fakhura. Namun, pembunuhan warga sipil oleh "Israel" tidak terbatas pada warga Palestina saja. Rachel Corrie, seorang aktivis Amerika, yang memang sengaja dihancurkan sampai mati oleh buldoser "Israel" pada tahun 2003. Thomas Hurndall, seorang aktivis Inggris, ditembak oleh seorang penembak jitu di kepalanya pada tahun yang sama, seperti halnya Brian Avery, aktivis Amerika lainnya yang ditembak di wajahnya. Pada tahun 2010, sepuluh aktivis Turki di atas kapal Mavi Marmara di Freedom Flotilla ditembak dan dibunuh oleh angkatan laut "Israel" di perairan internasional. Juga di perairan internasional, "Israel" menewaskan 34 pelaut Amerika dan melukai lebih dari 170 kapal USS Liberty pada tanggal 8 Juni 1967 Lalu. Seperti halnya sekarang, "Israel" terus bertindak dengan kekebalan hukum. Namun, daftar kejahatan "Israel" yang telah dilakukan selama puluhan tahun terlalu panjang untuk disebutkan di sini. (Ini hanya menjadi perhatian penulis dimana seorang tentara "Israel" bernama David Ovadia membual secara online tentang pembunuhannya terhadap 13 anak-anak Palestina.) Pertanyaan bagi mereka yang pro-Israel - yang selalu cepat untuk mengutuk rakyat Palestina yang mencoba untuk melakukan perlawanan - harus bertanya kepada pada diri sendiri: Jika "latihan mental" sebagaimana yang disebutkan dalam pembukaan tulisan ini ditujukan terhadap anak bayi yang mereka cintai, apakah mereka akan mampu melakukan? Dan apa yang akan mereka lakukan? Jika begitu, alangkah luar biasanya kesabaran, berpegang teguh pada hukum, dan sikap memaafkan dari orang-orang Palestina dalam menghadapi salah satu bentuk terjelek dalam sejarah genosida yang telah mereka saksikan selama ini. * Artikel ini ditulis oleh Rifat Audeh, aktivis hak asasi manusia Palestina-Kanada dan seorang analis media. Tulisan-tulisannya dapat ditemukan di berbagai surat kabar dan website. (ameera/arrahmah.com) |
Posted: 04 Aug 2014 08:08 AM PDT
SEBRENICA (Arrahmah.com) – Rakyat Muslim Bosnia bergembira dengan dibukanya kembali masjid tua yang telah berumur berabad-abad yang telah dihancurkan oleh pasukan Serbia 19 tahun yang lalu dalam pembantaian ribuan Muslim Srebrenica, menurut laporan Anadolu Agency. Masjid Dalye Hosta dibuka kembali setelah dua dekade pembantaian Srebrenica berlalu. Bosnia mengalami perang pada 1992 karena pasukan Serbia melancarkan pembersihan etnis terhadap Muslim Bosnia. Perang itu meninggalkan sekitar 200.000 orang meninggal dunia dan jutaan orang mengungsi. Selama perang yang berlangsung 43 bulan itu, hampir dua juta orang melarikan diri dari rumah mereka dan sekitar 8.000 Muslim termasuk anak-anak meninggal dunia. Pemimpin pasukan Serbia kala itu adalah Radovn Karadzic dan panglima mililternya Ratko Mladic, kedua orang tersebut dianggap paling bertanggung jawab atas pembantaian umat Islam Srebrenica, keduanya telah menghadapi pengadilan atas tuduhan pembantaian di hadapan pengadilan kejahatan perang PBB. Sementara tokoh utama pembantaian lainnya telah mati atau dihukum karena kejahatan perang. (siraaj/arrahmah.com) |
Posted: 04 Aug 2014 03:28 AM PDT
BADGHIS (Arrahmah.com) - 30 milisi Arbaki bersama komandan mereka telah bertaubat dan memutuskan untuk bergabung dengan Mujahidin Imarah Islam Afghanistan (IIA) di provinsi Badghis, lapor Al Emarah News. Laporan memaparkan bahwa para mantan milisi rezim tersebut bergabung dengan Mujahidin di distrik Bala Marghab di provinsi tersebut yang disambut dengan hangat oleh Mujahidin. Selain itu mereka juga menyerahkan 5 senjata mesin PKM, 3 peluncur RPG, 23 senapan dan peralatan lainnya. Pembelotan ini terjadi setelah upaya Komisi Dakwah wal Irsyad IIA, atas izin Allah, yang menyeru para aparat rezim boneka Afghan untuk bertaubat dan meninggalkan jajaran rezim. Pembelotan dari pasukan rezim terus meningkat di seluruh Afghanistan. Alhamdulillah! (siraaj/arrahmah.com) |
Posted: 04 Aug 2014 03:19 AM PDT
ISLAMABAD (Arrahmah.com) - Setelah lebih dari 4141 hari, alhamdulillah, akhirnya pada tanggal 1 Agustus 2014, dengan karunia Allah SWT, yang Mahapengasih Mahapenyayang , tepatnya pada pukul 07:34 waktu Texas (08:34 waktu Washington DC), petisi Gedung Putih yang meminta pemulangan Aafia Siddiqui mencapai 100.012 tanda tangan. "Setelah sebelas tahun brutal ini merupakan kesempatan untuk mengakhiri mimpi buruknya," demikian pernyataan dan ungkapan syukur yang dirilis dalam situs resmi freeaafia.org. Menurut keluarga Aafia, dengan begitu, bulan ini mari kita panjatkan kepada Allah subhanahu wata'ala agar dijadikan sumber harapan dan motivasi bagi kita. Sayangnya, kita tidak punya cara untuk menghubungi Aafia untuk membiarkan ia tahu bahwa ribuan Muslim di seluruh dunia menyayanginya dan mencoba untuk memulangkannya ke rumah, menjumpai keluarganya. Saat ini ia sedang ditawan tanpa komunikasi sebagai hukuman balasan atas banding yang diajukan di pengadilan dan permohonan ke Gedung Putih. Petisi ini akan disampaikan kepada Presiden Obama. Dia dapat memilih untuk bertindak atas petisi ini dengan segera. Dia mungkin akan memutuskan untuk melihat lebih dekat ke dalam kasus ini. Atau dia mungkin juga bisa tidak memilih untuk bertindak sama sekali. Kita hanya dapat berharap dan berdoa agar Ilahi Robbi memberi rasa kasih sayang dan keadilan kepada Obama yang akan membimbingnya dan memungkinkan Aafia pulang. Apakah Presiden Obama memilih untuk bertindak di atasnya atau tidak adalah subjek untuk hari lain. Hari ini, kata keluarga Aafia, "kami perlu mengucapkan terima kasih dan cinta untuk semua orang yang membantu membuat momen ini menjadi mungkin." "Kami berterima kasih kepada Mauri Saalakhan dan Suster Zeina untuk memulai petisi ini, dan untuk semua orang yang berpartisipasi. Kami merendahkan pada jumlah hits yang melebihi satu juta dalam dua minggu dan jutaan pesan melalui SMS, WhatsAap, dan tak terhitung jumlahnya yang mengirim surat dengan nama dan tanda tangan mereka. Kami berterima kasih kepada surat kabar yang memasang tanda untuk membantu kampanye. Di seluruh dunia orang-orang hati nurani bersatu untuk membantu seorang wanita, padahal tidak satupun dari mereka pernah bertemu. Ia korban politik internasional, ditawan, disiksa, dan difitnah. Mereka telah menunjukkan bahwa ada orang-orang di seluruh dunia yang marah dengan ketidakadilan dan memiliki keberanian untuk mengangkat suara mereka. Kami tidak tahu semua nama Anda, tetapi Tuhan tahu siapa Anda. Kata-kata terima kasih kami tidak dapat menggambarkan rasa terima kasih kami atas dukungan Anda selain Allah dan karunia-Nya dan belas kasihan yang tak terhitung jumlahnya akan mengikuti semua di mana pun Anda berada." Demikian ucapan terima kasih disampaikan Keluarga Dr. Aafia Siddiqui yang kini menanti Allah Al-Latiif membalikkan hati penguasa Amerika. Insyaa Allah. (adibahasan/arrahmah.com) |
Posted: 04 Aug 2014 03:16 AM PDT
DAMASKUS (Arrahmah.com) - Damascus Center for Human Rights Studies(DCHRS) mendokumentasikan pada Ahad (3/8/2014), tercatat 124 korban tewas di berbagai kota di seluruh Suriah, sebagian besar dari mereka jatuh di Damaskus dan pinggiran kota dan Aleppo. Berikut daftar jumlah korban syahid (insyaa Allah) di Damaskus dan pinggiran kota selama pembantaian 24 jam yang dilakukan rezim Assad di Suriah menurut DCHRS.
(adibahasan/arrahmah.com) |
Posted: 03 Aug 2014 11:15 PM PDT
GAZA (Arrahmah.com) - Lembaga HAM Gaza menyerukan kepada masyarakat internasional dan dunia untuk mengutuk kejahatan "Israel" terhadap warga sipil Palestina, pada Sabtu (2/8/2014), sperti dilansir Ma'an. Direktur Pusat Hak Asasi Manusia Palestina Raji Al-Surani mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah "serangan terus menerus yang menargetkan warga sipil tak berdosa," menambahkan bahwa lembaga-lembaga HAM akan memantau "penjahat Israel" dengan segala kemungkinan. "Apa yang Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon katakan adalah 'selektif' terhadap kejahatan jelek terhadap warga sipil. Tugasnya adalah untuk melindungi warga sipil yang berada di mata badai dan target utama dalam serangan ini," kata Al-Surani, mengutuk PBB yang tidak bertindak membela warga sipil Gaza yang berada di bawah serangan "Israel". "Tentara 'Israel' yang ditangkap itu hal 'klasik' dalam perjanjian Jenewa Ketiga," tambahnya, menekankan bahwa menangkap musuh adalah sah dalam aturan perang. "Palestina memiliki hak untuk membela diri sesuai dengan perjanjian internasional," tambahnya. (banan/arrahmah.com) |
Posted: 03 Aug 2014 10:30 PM PDT
GAZA (Arrahmah.com) - Militer "Israel" mengebom Universitas Islam Gaza pada Sabtu (2/8/2014) pagi, menyebabkan kerusakan luas salah satu lembaga terbesar dan pendidikan tinggi paling menonjol di Gaza, lansir Ma'an. Militer "Israel" mengklaim dalam sebuah pernyataan bahwa target mereka adalah "fasilitas yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan senjata manufaktur" Hamas di dalam universitas itu. Universitas Islam tersebut telah berulang kali ditargetkan oleh "Israel"sebelumnya, terutama pada serangan tahun 2008-2009 ketika "Israel" menghancurkan 74 laboratorium dalam serangkaian serangan udara. Pada saat itu mereka memberi pembenaran yang sama atas serangan brutal tersebut, mengklaim keberadaan sebuah fasilitas penelitian Hamas di sana. Misi Pencari Fakta PBB tentang Konflik Gaza, yang juga dikenal sebagai Goldstone Report, membantah pembenaran "Israel", mengatakan fasilitas itu merupakan "bangunan sipil, pendidikan dan Misi [Pencari Fakta] tidak menemukan informasi apapun tentang penggunaannya sebagai fasilitas militer atau kontribusi mereka terhadap upaya militer yang mungkin telah membuat mereka menjadi target yang sah di mata angkatan bersenjata Israel." PLO mengatakan bahwa 137 sekolah telah rusak dalam 26 hari serangan "Israel", termasuk sejumlah serangan terhadap sekolah PBB yang berfungsi sebagai tempat penampungan yang telah menewaskan puluhan orang. (banan/arrahmah.com) |
You are subscribed to email updates from Arrahmah.com | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |