Arrahmah.Com

Arrahmah.Com

Link to Arrahmah.com

Dalam satu hari, belasan orang gugur dalam serangan pengecut oleh rezim Asad di provinsi Idlib

Posted: 13 May 2016 04:30 PM PDT

Korban serangan udara pengecut oleh rezim Nushairiyah Suriah di provinsi Idlib. (Foto: Zaman Alwasl)

IDLIB (Arrahmah.com) - Sedikitnya enam warga sipil Suriah gugur dalam serangan rudal oleh pasukan rezim Nushairiyah di Maaret Masrin, provinsi Idlib, ujar aktivis Suriah pada Jum'at (13/5/2016).

Sementara itu, serangan udara pengecut oleh rezim Asad di kota Idlib telah membunuh 15 orang dan 20 lainnya mengalami luka-luka pada Jum'at (13/5) sore, ujar laporan ElDorar AlShamia.

Serangan udara serupa di kota Ariha, provinsi Idlib menyebabkan 12 orang luka-luka dan kerusakan yang parah di rumah sakit bersalin dan titik pertolongan pertama dan pusat Bulan Sabit Merah.

Sebelumnya kota Binnish di provinsi yang sama juga telah menyaksikan pembantaian mengerikan yang membunuh lebih dari 12 orang dan puluhan lainnya luka-luka. (haninmazaya/arrahmah.com)

SOHR: Serangan udara AS membunuh 16 pejuang Jabhah Nushrah

Posted: 13 May 2016 04:00 PM PDT

Pejuang Jabhah Nushrah mengibarkan bendera Ar-Roya di pangkalan militer Abu Al-Dhour.(Foto: Arab21)

IDLIB (Arrahmah.com) - Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), kelompok pemantau perang Suriah yang berbasis di Inggris mengklaim dalam laporannya bahwa dalam serangan udara yang menargetkan lapangan terbang militer di barat laut Suriah yang didominasi oleh Jabhah Nushrah dan faksi jihad sekutu, 16 anggota Jabhah Nushrah telah terbunuh, termasuk seorang pemimpin senior JN, lansir Arab21.

Menurut direktur Observatorium Rami Abdurrahman, bahwa pesawat-pesawat tempur tersebut melakukan lebih dari 60 serangan di bandara Abu Al-Dhour yang direbut oleh beberapa faksi Mujahidin Suriah beberapa waktu lalu.

Jabhah Nushrah dan faksi Islam yang bertempur dibawah payung Jaisyul Fath, sepenuhnya mengendalikan bandara militer Abu Al-Dhour yang merupakan pusat kekuatan rezim militer di provinsi Idlib, setelah pengepungan selama dua tahun.

(maheera/arrahmah.com)

FUI: PKI telah membunuh ulama dan aktivis Islam

Posted: 13 May 2016 07:41 AM PDT

foto ilustrasi: gerakan PKI

JAKARTA (Arrahmah.com) - Forum Umat Islam (FUI) memandang bahwa partai komunis Indoneswia (PKI) dalam hal pengkhianatan terhadap NKRI telah melakukan serangkaian tindakan kekerasan dan pembunuhan kepada para alim ulama, para aktivis Islam seperti PII, Banser, dan NU di Jawa Timur. Selain itu juga melakukan tindakan provokasi terhadap Presiden Soekarno agar membubarkan organisasi Islam seperti Masyumi.

"Serta melakukan tindakan pembunuhan kepada para Jenderal TNI sehingga bentrokan antara para kader dan simpatisan PKI dengan para aktivis Islam dan TNI adalah suatu keniscayaan sebagai akibat dari ualah dan tindakan mereka," kata KH. Muhammad al Khaththath, Sekretaris Jenderal FUI, Jumat (13/5/2016)

Berikut ini selengkapnya pernyataan sikap FUI terkait bangkitnya PKI di Indonesia yang diterima redaksi Jumat.

Pernyataan Sikap Forum Umat Islam Terkait Bangkitnya PKI di Indonesia

Assalamualaikum wr.wb.

Terkait dengan benyaknya indikasi bangkitnya kembali PKI (Partai Komunis Indonesia) yang memiliki ajaran Komunisme/Atheisme yang menentang keberadaan Allah Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan dasar kehidupan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia maka Forum Umat Islam (FUI) sebagai forum silaturrahim dan koordinasi pendapat, sikap, dan langkah para pimpinan ormas dan lembaga Islam di Jakarta memandang:

Pertama, PKI dengan ajaran penolakan keberadaan dan kemahakuasaan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yakni ajaran atheism yang diembannya adalah bertentangan dengan keyakinan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi dasar Negara NKRI.

Kedua, PKI dalam lintasan sejarah terbentuknya NKRI dan perjalanannya hingga hari ini telah terbukti melakukan pengkhianatan dan pemberontakan dalam rangka membentuk Negara komunis di Indonesia yang mengubah dasar Negara dari Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar Atheisme, atau faham Tiada Tuhan.

Ketiga, PKI dalam hal pengkhianatan terhadap NKRI telah melakukan serangkaian tindakan kekerasan dan pembunuhan kepada para alim ulama, para aktivis Islam seperti PII, Banser, dan NU di Jawa Timur, melakukan tindakan provokasi terhadap Presiden Soekarno agar membubarkan organisasi Islam seperti Masyumi, serta melakukan tindakan pembunuhan kepada para Jenderal TNI sehingga bentrokan antara para kader dan simpatisan PKI dengan para aktivis Islam dan TNI adalah suatu keniscayaan sebagai akibat dari ualah dan tindakan mereka.

Keempat, adanya wacana untuk membalik fakta sejarah seolah-olah bahwa kader PKI dan simpatisan mereka adalah para korban yang sama sekali tak berdosa adalah suatu hal yang bertentangan dengan fakta sejarah sehingga adanya upaya tuntutan kepada Negara untuk meminta maaf dan kompensasi adalah suatu hal yang bersifat mengada-ada.

Kelima, adanya berbagai indikasi kebangkitan kembali ajaran ideologi PKI di Indonesia seperti upaya pencabutan Tap MPRS No XXV/1966, adalah suatu perkara yang harus diwaspadai dan kembalinya ideologi PKI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia wajib ditolak oleh umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya.

Oleh karena itu, dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan RI Bapak Ryamizard Ryacudu pada hari ini, Forum Umat Islam (FUI) menyatakan meminta Pemerintah RI agar :

  1. Dalam menangani masalah yang berkaitan dengan PKI, pemerintah harus memuli dari kasus pemberontakan-pemberontakan PKI sejak 1946, BUKAN HANYA SETELAH 1965.

  2. Merealisasikan penegakan UU NO 27/1999 Jo PS 107A-E KUHP Jo PS 169 KUHP

  3. Dalam membuat program GBN oleh Kemenhan memasukkan KURIKULUM KETAHANAN IDEOLOGI, KHUSUSNYA MENAJAMKAN BAHAYA IDEOLOGI KOMUNIS

  4. Melibatkan para Ulama dan pesantren dalam PROGRANM BELA NEAGARA

  5. Menghentikan RENCANA DAN WACANA PERMINTAAN MAAF PEMERINTAH kepada PKI

  6. PENCARIAN KUBURAN MASSAL DIHENTIKAN serta menyatakan bahwa PKI adalah PELAKU KEJAHATAN KEMANUSIAAN

  7. Pemerintah menginstruksikan TVRI untuk MEMUTAR KEMBALI FILM G30S PKI

Itulah Tujuh Permintaan Umat Islam terkait masalah PKI dan kader-kadernya yang ingin membangkitkan kembali PKI dengan ideologi Komunisme/atheismenya yang sangat bertentangan dengan Ideologi Negara NKRI yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Insya Allah umat Islam siap berjihad bersama TNI untuk menghadapi PKI dan seluruhunderbouw-nya dan meminta kepada Pemerintah agar tidak meminggirkan umat Islam dalam berbagai kebijakannya termasuk dalam menuduh umat Islam sebagai teroris.

Selanjutnya kepada seluruh komponen bangsa FUI mendesak untuk melakukan taubat secara nasional dengan kembali Allah SWT dan menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang bertakwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa agar terbuka pintu-pintu keberkahan bagi kehidupan di negeri ini sebagaimana firman Allah SWT:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A'raf 96).

Wassalamu'alaikum Wr Wb.

Jakarta, 6 Sya'ban 1437 /13 Mei 2016

Atas Nama Umat Islam Jakarta

FORUM UMAT ISLAM

KH. Muhammad al Khaththath

Sekretaris Jenderal

(azmuttaqin/arrahmah.com)

Inilah kisah 3 dari ribuan remaja Suriah yang mengungsi sendiri meninggalkan keluarga dan kampung halamannya

Posted: 13 May 2016 02:00 AM PDT

Ahmed, 15 tahun, melakukan perjalanan panjang sendirian ke Eropa dari perbatasan Turki. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Ribuan remaja Suriah tumbuh sendirian di Jerman, setelah melakukan perjalanan ke Eropa tanpa orang tua mereka, hidup sebagai pengungsi dapat sangat berbahaya.

Bagi keluarga mereka, keputusan untuk membiarkan anak-anak remaja mereka pergi mengungsi hanya karena satu hal, itu adalah harapan terakhir mereka untuk memiliki kehidupan normal.

Demi menyelamatkan diri dari negara mereka yang terkena konflik, para remaja Suriah telah menyeberangi Mediterania, tidur di jalanan Eropa, dikoordinir oleh penyelundup manusia, juga harus menghadapi para penjaga perbatasan.

Mereka hanya mengandalkan Whatsapp dan media sosial untuk tetap berhubungan dengan keluarga mereka, dan berharap suatu saat mereka dapat berkumpul kembali.

Inilah kisah tiga remaja pengungsi yang akan membagikan ceritanya, sebagaimana dituturkan oleh reporter Caelainn Hogan dari Al Jazeera:

Ahmed, 15 tahun

Ahmed, 15 tahun, melakukan perjalanan panjang sendirian ke Eropa dari perbatasan Turki. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Ahmed, 15 tahun, melakukan perjalanan panjang sendirian ke Eropa dari perbatasan Turki. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Di luar stasiun kereta api pusat di Hamburg, Ahmed tengah berada di kerumunan orang banyak ketika jam-jam sibuk. Ia memandangi layar ponselnya, menunggu panggilan Whatsapp dari ayahnya.

"Sudah delapan bulan aku tidak melihat keluargaku," kata Ahmed. "Aku tidak ingin menggunakan video call, karena salah satu dari kami akan menangis."

Stasiun ini adalah tempat di mana ia pertama kali tiba pada September lalu, setelah melakukan perjalanan panjang sendirian menyusuri Eropa dari Reyhanli, kota perbatasan Turki, di mana keluarganya tinggal sebagai pengungsi.

Ketika aku (reporter Caelainn Hogan) bertemu keluarganya pada Maret, di teras berdebu di atas apartemen keluarga di Reyhanli, mereka berbicara kepada Ahmed melalui Whatsapp dari Jerman. Ayahnya, Mustafa, menggenggam telepon di telapak tangannya, tiga gadis kecil berkerumun di sekelilingnya.

"Tadi malam, aku bermimpi Ahmed pulang," kata Sara yang masih berusia 6 tahun, kepada ayahnya.

Ayahnya menyeka air mata dengan punggung tangannya. "Ia mengatakan itu kepadaku setiap hari," katanya.

Ahmed menghubungi ayahnya setiap hari, terkadang dalam perjalanan ke sekolah di kereta atau di kamp.

Keluarga Ahmed meninggalkan rumah mereka di Ariha, Suriah utara, hampir tiga tahun lalu. Ia ingat suara meriam tank yang membuat adik-adiknya menangis ketakutan, namun ia tak dapat menghentikan mereka menangis.

Mustafa merupakan seorang guru bahasa Arab, dan Ibu Ahmed, Nahed, bekerja di departemen pengawasan universitas setempat. Sekarang, Mustafa hanya menjadi seorang sopir taksi tidak resmi dan tak mampu membayar sewa.

Saat di Turki, Ahmed mengikuti sebuah sekolah tidak resmi untuk pengungsi, tapi tidak bisa mendapatkan ijazah apapun. Dengan bercita-cita menjadi dokter, ia merasa harus belajar di sebuah universitas bagaimana pun caranya.

"Di kelasku, setidaknya lima orang mengungsi ke Eropa, semuanya seusiaku," katanya. "Aku ingin pergi ke tempat yang lebih baik."

Ia menjelaskan, ia memohon untuk diizinkan pergi ke Eropa atau kembali ke Suriah, hingga akhirnya ayahnya menyetujuinya.

"Ayahku berpikir itu lebih baik bagiku untuk mati di laut daripada di Surah," jelasnya. "Ia ingin menyelematkan setidaknya satu orang dari keluarga kami."

Ahmed menggunakan bus ke Izmir, Turki. Di pantai, penyelundup manusia menempatkannya pada perahu kecil penuh sesak, menuju Yunani dalam gelap gulita.

"Aku tujuh jam di dalam perahu dan kami hampir tenggelam empat kali," katanya.

Ketika tidak mendapatkan kabar dari Ahmed, Mustafa yakin anaknya telah tenggelam. Ia masih terguncang mengingat kejadian malam itu.

Keluarga Ahmed telah meninggalkan rumah mereka di Ariha, Suriah utara, dua tahun lalu. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Keluarga Ahmed telah meninggalkan rumah mereka di Ariha, Suriah utara, dua tahun lalu. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Setelah terdaftar sebagai pengungsi di bawah umur tanpa pendamping di Hamburg, ia pindah ke hostel dan menempati sebuah kamar dengan 20 orang lainnya.

Setelah tujuh bulan, akhirnya ia diizinkan untuk mulai sekolah. Sekarang, ia melanjutkan sekolahnya dan mendapatkan banyak dukungan dari teman-teman dan walinya.

Ahmed telah belajar memasak untuk dirinya sendiri sekarang, seperti pasta atau ikan.

Orang tuanya mengatakan padanya untuk menjaga diri, belajar bahasa setempat, dan melakukan pekerjaan rumah, katanya.

Hamburg pernah disebut "pintu gerbang ke dunia" Jerman karena pelabuhannya yang besar. Ahmed berharap dapat menjadikannya kota yang akan menjadi pintu gerbang ke kehidupan yang lebih baik baginya.

"Aku sangat merindukan keluargaku, aku hidup dengan mereka sepanjang hidupku," kata Ahmed. "Aku kadang merasa khawatir, namun jika aku pulang, aku tidak memiliki apapun."

Fahed, 16 Tahun

Fahed meninggalkan rumahnya di Aleppo akhir Juli lalu, pergi ke Eropa hanya seorang diri. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Fahed meninggalkan rumahnya di Aleppo akhir Juli lalu, pergi ke Eropa hanya seorang diri. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Fahed melakukan perjalanan sendirian dari Aleppo ke Hamburg, dengan tekad untuk tidak membiarkan perang menghentikan ia meraih mimpinya.

Juli lalu ia meminta restu dari kakeknya dan memulai perjalanan. Orang tuanya telah meninggalkan Suriah dua tahun lalu dan pindah ke Dubai setelah ayahnya ditangkap dan ditahan selama 10 hari. Orang tua Fahed juga membawa kedua adik Fahed ke Dubai, namun Fahed tetap ingin tinggal di Suriah.

Keluarga Fahed sukses menjalankan bisnis penukaran uang, dan Fahed ingin menjadi pengusaha kaya satu hari. Di sekolah bergengsi di Aleppo, dulu ia biasanya berenang dan berkuda. Dalam waktu luangnya, ia membantu di toko kakeknya, menghitung uang, dan mengobrol dengan pelanggan.

"Aku rindu segalanya, rumahku, pekerjaanku," katanya. "Aku dulu biasanya pergi dengan ayahku ke tokonya, tapi sekarang toko-tokonya telah lenyap, hancur dalam pengeboman. Kakekku sakit dan dia mungkin sebaiknya harus meninggalkannya juga."

Setelah serangan di Aleppo semakin memburuk, menjadi semakin sulit untuk Fahed melanjutkan sekolahnya.

"Di sekolah, kami dapat mendengar penembakan dan pengeboman dan itu membuatku ketakutan," kenangnya. "Kadang-kadang kami harus bersembunyi di bawah meja atau di toilet. Kupikir, jika aku pergi sekolah, mungkin aku akan mati."

Fahed merupakan orang pertama dari teman-temannya yang pergi ke Eropa. Kakeknya merasa sulit untuk melepaskannya pergi. "Tapi dia mengatakan ini hidupmu, aku tidak dapat menghentikanmu," kenang Fahed.

Fahed tinggal selama beberapa pekan di Turki, namun kehidupan sangat sulit di sana. Ayahnya mengirim uang untuk membayar penyelundup manusia untuk memberangkatkannya ke Yunani. Dari sana, Fahed melakukan perjalanan darat. Di Hungaria, ia terpisah dari kelompoknya dan terpaksa tidur selama tiga malan di jalan.

Katanya, Hamburg adalah kota yang hebat, dan ia berpikir ia dapat beradaptasi di sini. Namun ia masih merindukan Aleppo dan ingin kembali.

"Tapi sekarang, aku tidak dapat melakukan apapun di sana, rumah, atau hidupku," katanya. "Toko ayahku hancur dalam pengeboman. Dia memiliki tiga toko, dan sekarang semuanya telah dibom. Aku sangat sedih dengan keadaan negaraku."

Ayahnya mampu terbang ke Jerman untuk mengunjunginya, tetapi ayahnya berharap Fahed ikut bersamanya ke Dubai. Melalui panggilan Whatsapp, adiknya memohon kepadanya untuk ikut berkumpul dengan keluarganya di sana.

Di telepon selulernya, Fahed menyimpan foto-foto adik bayinya, yang tidak pernah ia temui sejak lahir. "Ia lahir dan aku tidak pernah melihatnya," katanya.

Fahed mengatakan ia merinduka keluarganya setiap hari. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Fahed mengatakan ia merindukan keluarganya setiap hari. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Dia merindukan keluarganya setiap hari, tetapi ia khawatir, sebagai warga Suriah, ia akan didiskriminasikan di Dubai. Ia mengatakan paman dan sepupunya yang bekerja di sana baru-baru ini dipecat dari pekerjaan mereka.

"Kadang saya marah dan sedih harus datang ke sini. Saya tinggal dengan enam orang dalam satu ruangan dan aku tidak bisa melakukan apapun," katanya. "Tapi aku ingin menjadi pengusaha, seperti ayahku. Aku harus menyelesaikan hidupku."

Hamouda, 17 tahun

Hamouda telah tinggal di Hamburg sejak Oktober. Orang tuanya dan saudara-saudaranya masih berada di Aleppo. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Hamouda telah tinggal di Hamburg sejak Oktober. Orang tuanya dan saudara-saudaranya masih berada di Aleppo. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

Di sepetak lahan dekat jalan tol yang sibuk, penjaga keamanan berjalan di antara kontainer yang disusun membentuk blok apartemen non-permanen di salah satu kamp pengungsi terbesar di Hamburg.

Hamouda telah tinggal di sana sejak Oktober, sementara orang tua dan saudara-saudaranya masih berada di Aleppo.

Seperti anak-anak di bawah umur lainnya yang telah melakukan perjalanan panjang sendirian ke Eropa, ia meninggalkan Suriah bersama kakaknya yang berusia 30 tahun, untuk melarikan diri.

"Aku tidak ingin membunuh siapa pun dan aku tidak ingin dibunuh," jelasnya. "Aku ingin bertahan, tapi situasi di sana sangat berbahaya."

Semua teman-teman dekatnya telah berangkat ke Eropa. Mereka sekarang tesebar di Norwegia, Swedia, Austria, dan Jerman.

"Dulu ada dua juta orang di Aleppo", kata Hamouda, "Namun sekarang sebagian besar telah meninggalkan kota tersebut."

Ayahnya tidak dapat berbuat banyak untuk anaknya selain memberikan sejumlah uang untuk membayar penyelundup manusia.

Namun Hamouda sempat kesulitan melakuan proses imigrasi karena usianya yang masih di bawah umur.

Hamouda merindukan segala hal dari rumahnya, salah satunya adalah suasana di rumahnya.

"Aku merindukan orangtuaku," katanya. "Kakakku yang sekarang menjagaku. Dia berusaha menjadi orang tua bagiku, tapi rasanya berbeda."

Sehari sebelum aku bertemu dengannya, serangan udara di Aleppo telah mengubah rumah sakit menjadi puing-puing. Sejak itu, satu persatu bom yang dihantamkan semakin dekat dengan rumahnya. Ia hanya dapat menghubungi keluarganya untuk memastikan bahwa keluarganya aman.

"Ada penembakan berat di lingkungan terdekat," kata ayahnya melalui telepon. Pada hari yang sama, ayah dari salah satu temah Hamouda, tewas dalam pengeboman itu.

Sambil duduk di tempat tidurnya di kamar kontainer, ia menulis hashtag #Aleppo_is_burning di buku sekolahnya, ia menggambar rudal-rudal yang dijatuhkan dari langit, sebuah rumah sakit terbakar, dan keadaan rumah sakit yang kacau balau.

"Ini berbahaya," kata Hamouda, yang meminta agar keluarganya tidak disebutkan namanya. "Kami tidak bisa bicara banyak di telepon. Ayahku harus menggunakan kode untuk menjelaskan situasi yang tidak baik. Kami menghindari berbicara terlalu detail."

Ketika ia menaiki kereta menuju sekolahnya, ia kadang melihat orang tua dengan anak-anaknya. Hal itu membuatnya merasa rindu, katanya.

"Ketika saya melihat orang-orang seusiaku dengan keluarga mereka, itu membuatku sedih. Sulit tanpa orangtuaku. Jika situasi tenang, aku akan pulang."

"Aku merindukan keluargaku," Hamouda mengatakan. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

"Aku merindukan keluargaku," Hamouda mengatakan. (Foto: Caelainn Hogan / Al Jazeera)

(fath/arrahmah.com)

Ethiopia menarik pasukannya dari sebuah kota di Somalia tengah

Posted: 13 May 2016 01:30 AM PDT

Tentara Ethiopia menarik diri dari kota Adaado, Somalia Tengah. (Foto: Shabelle News)

ADAADO (Arrahmah.com) - Pasukan Ethiopia di bawah Misi Uni Afrika di Somalia (AMISOM) yang baru-baru ini mendirikan basis militer di kota Adaado, Somalia tengah, pada Kamis (12/5/2016) menarik diri dari kota tersebut, ujar warga setempat.

Penarikan pasukan Ethiopia dilaporkan setelah para pejabat Ethiopia yang seharusnya telah tiba di kota, membatalkan kunjungan mereka ke kota tersebut.

Kedatangan delegasi Ethiopia di kota Adaado untuk membuka pembicaraan antara negara bagian Galmudug dengan kelompok pro-pemerintah Somalia, "Ahlu Sunnah Wal Jamaah (ASWJ)", lansir Shabelle.

Ethiopia dilaporkan telah memediasi kedua pihak setelah beberapa orang tewas dalam serangan yang terjadi di perbatasan Somalia-Ethiopia yang menewaskan beberapa orang. (haninmazaya/arrahmah.com)

Allahu Akbar! Dua faksi pejuang Suriah membunuh 75 militan pro-rezim Asad di utara Aleppo

Posted: 13 May 2016 01:00 AM PDT

Pertempuran sengit di Handarat, Aleppo

ALEPPO (Arrahmah.com) - Dua faksi pejuang Suriah mengatakan mereka telah menewaskan sedikitnya 75 militan pro-rezim Nushairiyah Suriah yang menamai diri mereka Brigade Al-Quds di utara provinsi Aleppo sepanjang pekan ini.

Harakah Nuruddin Al-Zinki dalam sebuah pernyataan yang diposting online mengatakan telah membunuh setidaknya 30 milisi pro-Rezim pada Kamis (12/5/2016) pagi sementara 46 lainnya tewas selama pertempuran sepanjang satu pekan di pedesaan Aleppo, ujar laporan Reuters.

Pertempuran difokuskan di sekitar daerah Handarat yang dikuasai oleh pejuang Suriah. Daerah tersebut merupakan wilayah strategis karena dekat dengan rute terakhir ke wilayah yang dikuasai oleh oposisi di Aleppo.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), kelompok pemantau yang berbasis di Inggris mengatakan bahwa pasukan pro-rezim telah meluncurkan serangan di daerah itu, didukung dengan serangan udara yang menargetkan Handarat.

Setidaknya lima pejuang Suriah juga gugur dalam pertempuran tersebut, lanjut laporan SOHR. (haninmazaya/arrahmah.com)

54 warga sipil Suriah gugur dalam penembakan dan serangan udara sepanjang Rabu

Posted: 13 May 2016 12:30 AM PDT

Warga sipil Suriah yang menjadi korban serangan udara rezim Asad. (Foto: ElDorar AlShamia)

DAMASKUS (Arrahmah.com) - Sedikitnya 54 warga sipil Suriah gugur pada Rabu (11/5/2016) dalam penembakan dan serangan udara oleh pasukan rezim Asad dan Rusia di berbagai daerah di Suriah.

Komite Koordinasi Lokal (LCC) melaporkan bahwa 13 orang tewas di Deir Az-Zur dalam pemboman udara berat di kota Al-Shehil, sementara 10 lainnya tewas di Daraa, 9 di Aleppo, 7 di Damaskus, 6 di Raqqa, 5 di Hama, 3 di Idlib dan satu orang di Daraa, lansir ElDorar AlShamia pada Kamis (12/5).

LCC juga mendokumentasikan kematian dua perempuan dan tujuh anak dan dua orang yang meninggal dunia setelah penyiksaan berat. (haninmazaya/arrahmah.com)

Pasukan boneka AS mengklaim telah membunuh lima anggota Asy-syabaab Somalia

Posted: 13 May 2016 12:00 AM PDT

Mujahidin Asy-Syabaab Somalia. (Foto: Arab21)

MOGADISHU (Arrahmah.com) - Departemen Pertahanan AS (Pentagon) mengklaim bahwa pasukan AS di Somalia melakukan serangan udara pada Kamis (12/5/2016), menewaskan lima pejuang dari Harakah Asy-Syabaab Mujahidin Somalia yang terkait dengan Al-Qaeda, lansir Arab21.

Jeff Davis, juru bicara Pentagon, mengatakan bahwa pasukan AS menawarkan saran untuk tentara Uganda yang tergabung dalam Misi Uni Afrika di Somalia (AMISOM) ketika ada baku tembak dengan kelompok bersenjata yang berjumlah sekitar 15 sampai 20 pejuang. Menurutnya dalam baku tembak tersebut pasukan AS tidak berpartisipasi, walaupun posisinya dekat.

Belum ada konfirmasi resmi dari pihak Asy-Syabaab terkait laporan tersebut.

Amerika Serikat memiliki sekitar 50 personil militer di Somalia, yang menargetkan Asy-Syabaab dalam beberapa bulan terakhir, termasuk serangan yang menargetkan pemimpin senior gerakan pada bulan April, dan terhadap sebuah kamp pelatihan pada Maret.

Pasukan Uni Afrika menguasai sepenuhnya ibukota Mogadishu setelah Mujahidin Asy-Syabaab menarik diri pada 2011 sebagai taktik militer. Sejak saat itu, Asy-Syabaab melancarkan serangan gerilya menargetkan pasukan boneka Somalia dan sekutunya.

(maheera/arrahmah.com)

Badr Ad-Din, Komandan besar "Hizbullah" tewas di Suriah

Posted: 12 May 2016 11:22 PM PDT

Mustafa Badr Ad-Din, petinggi "Hizbullah" yang tewas di Suriah baru-baru ini. (Foto: Reuters)

DAMASKUS (Arrahmah.com) - Surat kabar Al-Akhbar Libanon melaporkan bahwa komandan besar "Hizbullah", Mustafa Badr Ad-Din tewas pada saat fajar pada Jumat (13/5/2016). Media melaporkan bahwa Badruddin tewas di dekat bandar udara internasional Damaskus, lansir Arab21.

Tidak ada laporan rinci mengenai penyebab kematiannya. Pernyataan oleh "Hizbullah" tidak mengatakan kapan, dimana dan bagaimana ia tewas, hanya mengatakan bahwa ia akan kembali dari Suriah sebagai "martir", seperti dilansir Reuters.

Mustafa Badr Ad-Din lahir pada tahun 1961 di kota Konidia, iya juga merupakan ipar dari komandan militer "Hizbullah" Imad Mughniyah, yang masuk ke dalam gerakan Fatah di Beirut, kemudian bergabung dengan "Hizbullah" .

Badr Ad-Din dijuluki dengan nama "Zulfikar", juga dikenal dengan beberapa nama, termasuk Elias Fuad Saab dan Sami Issa, dan diyakini menjadi penyanyi Khalifa Mughniyah pada tahun 2008 di Damaskus .

Dia pernah ditangkap di Kuwait pada tahun 1983 atas tuduhan pemboman kedutaan besar AS di Kuwait, ia masuk ke Kuwait dengan paspor Libanon dengan nama Elias Saab, ditangkap bersama 17 tersangka lainnya.

Dijatuhi hukuman mati atas tuduhan mendalangi serangan, kemudian pihak berwenang dipaksa untuk melepaskan Badr Ad-din dan anggota "Hizbullah" lainnya yang dipimpin oleh Imad Mughniyah.

Badr Ad-Din melarikan diri dari penjara pada tahun 1990 selama invasi Kuwait dan kemudian kembali sebagai pengawal revolusi Iran ke Beirut .

Ia menerima pendidikan di sekitar Isfahan, dan telah bekerja selama bertahun-tahun dengan Qassem Soleimani dari Garda Revolusi Iran yang juga mengirimkan pasukannya ke Suriah untuk mendukung rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Asad dalam membantai kaum Muslimin Suriah.

(maheera/arrahmah.com)

18.000 milisi Syiah bertempur di Suriah dalam mendukung Asad

Posted: 12 May 2016 10:00 PM PDT

Milisi Syiah "Hizbullah" (Foto: Orient Net).

DAMASKUS (Arrahmah.com) - Sekitar 18.000 milisi Syiah diyakini berperang bersama rezim Asad di Suriah, yang telah dilanda perang hebat sejak 2011, sumber-sumber lokal mengatakan kepada Anadolu Agency, (12/5/2016).

Sumber, yang tidak menyebutkan namanya karena masalah keamanan, mengatakan bahwa milisi Syiah secara intensif terlibat dalam operasi militer melawan pasukan oposisi di bagian selatan negara itu.

Sekitar 9.000 anggota milisi Syiah dikerahkan di provinsi Aleppo, sementara 5.000 orang bertempur di propinsi Damaskus, Daraa dan Quneitra, yang dikenal sebagai "front selatan", kata sumber-sumber tersebut.

Lebih lanjut sumber tersebut menambahkan, sekitar 2.000 anggota milisi Syiah juga dikerahkan di Homs dan Latakia.

Konflik Suriah telah menarik negara tetangganya Iran yang telah mengerahkan pasukannya untuk mendukung rezim Asad dalam melawan pasukan oposisi.

Menurut laporan media Iran, lebih dari 400 tentara Iran telah tewas dalam pertempuran di Suriah sejak konflik dimulai pada tahun 2011.

Konflik enam tahun Suriah juga menarik kelompok Syiah Lebanon "Hizbullah", yang didukung oleh Iran.

Menurut perkiraan, setidaknya 10.000 milisi "Hizbullah" diyakini berperang bersama pasukan Asad di Suriah.

Ribuan milisi "Hizbullah" juga diyakini telah tewas dalam konflik itu. Kelompok Syiah tersebut tidak mengkonfirmasi jumlah korban tersebut.

Milisi Syiah Irak juga sebagai kelompok yang paling berpengaruh yang berperang bersama rezim Asad di Suriah.

Para milisi ini, yang diambil dari daerah yang didominasi Syiah Irak seperti Baghdad, Najaf dan Basra, diperkirakan berjumlah hampir 5.000.

Ada juga milisi lain dari Brigade Zaynabiyyun Pakistan, yang memiliki lebih dari 500 anggota dan berperang di bagian selatan Aleppo, dan Brigade Fatimiyun Afghanistan, yang memiliki sekitar 2.000 anggota bertempur di bagian selatan Aleppo, Damaskus dan Daraa.

(ameera/arrahmah.com)